2

177 6 0
                                    

"Saya, terima nikah dan kawinnya Kanaya Binti Salim Bintang, dengan mas kawin tersebut, tunai!"

Saat kata-kata itu keluar dari mulut Alaska, ruangan itu tampak sepi, seolah semua orang menahan napas mereka. Ini adalah momen yang mereka semua tunggu-tunggu, momen ketika dua kehidupan menjadi satu.

Malik, yang duduk di depan Kanaya, segera menggerakkan tangannya, menerjemahkan kata-kata Alaska ke dalam bahasa isyarat. Gerakannya cepat dan akurat, memastikan bahwa Kanaya bisa memahami setiap kata yang diucapkan Alaska.

Mata gadis itu berbinar-binar. Tanpa dia duga, air matanya luruh. Semua orang mengatakan sah. Seketika itu juga, Malik membeku. Bibirnya tersenyum tipis, dia menatap Kanaya penuh haru.

Ya, hari ini adalah pernikahan Kanaya dan juga Alaska. Setelah 6 bulan berusaha untuk mencari solusi lain agar Alaska tetap bisa menyelamatkan perusahaan tanpa perlu menikahi Kanaya. Namun, setelah berusaha keras untuk mencari solusi, ternyata Alaska tidak bisa menemukannya.

Semua berujung pada hari ini, di mana dia, 1 bulan yang lalu, menjadi orang yang sangat munafik. Bersikap sangat manis di depan Kanaya, mencari perhatian di depan Salim Bintang supaya disetujui untuk diterima sebagaimana di keluarga ini.

Alaska menjadi sosok laki-laki yang sangat dibanggakan. Dia tampan, gagah, dari keluarga ternama yang bersedia menikahi Kanaya, gadis bisu yang sama sekali tidak dicintainya.

Pesta itu begitu megah, dihadiri banyak tamu, dan di antara para undangan tersebut, Alaska memang sengaja menyiapkan satu undangan khusus untuk Arini. Bukan bermaksud untuk menyakiti hatinya, tapi Alaska masih ingin melihatnya di saat seperti ini, meskipun itu sama-sama membuat mereka terluka.

Arini datang ke acara pesta itu, menggunakan gaun berwarna merah dengan riasan tipis, tetapi tidak mengurangi kecantikannya sama sekali. Dia menatap Alaska dari kejauhan dengan tatapan yang paling menyakitkan.

Arini tidak marah ketika tahu Alaska harus menikah dengan perempuan lain. Bahkan, ketika Alaska memintanya untuk kabur saja dari kota ini, pindah ke tempat lain yang lebih sunyi dan hanya ada mereka berdua, Arini menolak. Karena itu sama saja, dia membuat Alaska jadi pembangkang.

Begitu tulus cinta perempuan itu, begitu besar hatinya. Bahkan, dia tidak meneteskan air mata ketika melihat Alaska mengucapkan janji suci untuk perempuan lain. Semua ini dilakukan demi keinginan orang tuanya, demi menyelamatkan perusahaan mereka, dan itu membuat hati Alaska benar-benar hancur.

☘️☘️☘️

Hari ini adalah malam pertama bagi keduanya. Setelah melewati rangkaian resepsi yang begitu melelahkan, Alaska membawa Kanaya ke salah satu hotel bintang 5, memesan president suite room dengan pelayanan fasilitas super mewah dan juga komplit. Mereka bahkan menyiapkan bunga dan juga bantal serta selimut yang dibentuk seromantis mungkin untuk menghangatkan suasana pengantin baru.

Semua itu terasa hambar bagi Alaska, karena dia sama sekali tidak mencintai Kanaya. Pernikahan ini hanya untuk bisnis.

Mereka berdua di dalam kamar. Kanaya duduk di tepi tempat tidur, menjalin jemari. Sekarang, pakaiannya sudah berganti dengan pakaian tidur yang sedikit tipis. Ini pertama kalinya dia bisa berpenampilan seperti ini di depan laki-laki, lantaran Alaska itu sudah sah jadi suaminya.

Perempuan itu masih bingung. Sesekali, saat membayangkan bagaimana mereka akan memulai malam pertama ini, dia tersenyum sendiri.

Alaska sedang berada di kamar mandi, dan karena ia menunggunya, begitu laki-laki itu selesai, dia keluar dan langsung berdiri di depan jendela. Tatapannya kosong, membuatkan Kanaya bingung.

Kanaya beranjak dari tempatnya. Mungkin, memang mereka tidak perlu langsung melakukan hubungan intim karena masih sama-sama canggung, tetapi setidaknya bisa bukan dimulai dengan mengobrol hal-hal ringan dulu.

Kanaya menggerakan tangan ketika memanggil Alaska. Namun, sepertinya laki-laki itu sedang melamun, sampai-sampai tidak menyadari kalau di belakangnya ada wanita yang sedang sibuk berusaha untuk memanggilnya. Karena sudah beberapa kali percobaan tidak ada respon juga, Kanaya nekat menepuk bahu Alaska, membuat laki-laki itu menoleh.

"Apa?" tanyanya, dingin.

Kanaya berbicara menggunakan bahasa isyarat. "Ini adalah malam pertama bagi kita dan langit sedang bagus-bagusnya. Menurutmu, apa yang harus kita lakukan?"

Alaska hanya mengurutkan alis. "Saya nggak ngerti kamu ngomong apa."

Kanaya menepuk jidat, kemudian dia mengambil ponsel, lalu mengetikkan sesuatu persis dengan apa yang tadi dia katakan.

Alaska membacanya, kemudian menipiskan bibir. "Saya nggak mood ngapa-ngapain. Kalau kamu mau jalan-jalan, bisa keluar sendiri kan? Jangan jauh-jauh dari sini, nanti saya repot kalau ada apa-apa."

Tidak lama setelah mengatakannya, Alaska cuma bisa mendengkus pelan. "Astaga, ngapain saya ngomong sama kamu? Toh kamu juga nggak akan ngerti apa yang saya omongin, kan?"

Alaska menarik ponsel Kanaya. Namun, perempuan itu menahannya, lalu dia mengetik, "Saya menggunakan alat bantu dengar dan saya masih bisa paham apa yang kamu ucapkan barusan."

Alaska terkejut.


warning: baca selagi masih di wp

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

warning: baca selagi masih di wp

Cuma mindahin iseng-iseng aja, isinya mungkin ngaco :(

AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang