8

29 2 0
                                    

Tangan Kanaya terangkat mencengkeram kaus Alaska lebih kuat. Membayangkan rasanya sungguh sangat sulit untuk dideskripsikan, rasanya seperti ada sesuatu yang meleleh dengan sangat manis di dalam mulutnya.

Sayangnya, ketika perempuan itu telah berada di puncak gairahnya, Alaska malah menghentikan.

Napas mereka berdua memburu, Kanaya sudah tergoda dan Kanaya menginginkannya lagi, tetapi yang dia dapat adalah perlakuan dingin dari suaminya.

"Ini cukup untuk sekarang, sebaiknya kamu tidur. Ganti pakaian yang lebih hangat supaya nggak masuk angin." Dia berujar tanpa ekspresi, seolah apa yang mereka lakukan barusan bukanlah sesuatu yang romantis, yang harus mereka dinikmati berdua.

"Saya akan cari angin dulu di luar, tidur saja duluan."

Hati Kanaya rasanya jadi hancur, melihat perlakuan Alaska seperti ini.

***

"Nyonya, mau saya buatkan sarapan apa?"

Di pagi hari, Ismi sudah siap untuk memasakkan sarapan. Karena dia masih pembantu baru di sini, jadi belum hafal apa saja sarapan yang disuka.

"Kamu bisanya masak apa?" tanya Kanaya. Dia cukup senang dengan keberadaan Ismi di rumah ini karena perempuan itu bisa menggunakan bahasa isyarat, jadi istri Alaska tersebut tidak perlu repot-repot mengetikkan pesan terlebih dahulu untuk bisa berkomunikasi.

"Kalau saya, kebetulan ini cuma bisa masakan kampung," jawab Ismi. "Tapi, Nyonya jangan khawatir. Misalkan ada masakan lain, kasih tahu saja ke saya, nanti saya bakalan belajar untuk memasaknya."

Ini pukul 05.30, sebentar lagi setelah jogging biasanya Alaska mandi dulu lalu mereka akan sarapan bersama sebelum laki-laki itu berangkat ke kantor. Dipikir-pikir, dari kemarin mereka hanya sarapan roti atau sandwich. Sepertinya untuk hari ini, Kanaya harus menyiapkan menu spesial yang lain.

"Ayo kita masak nasi goreng seafood."

Ismi cukup terkejut ketika Nyonya di rumah tersebut malah mau ikut ke dapur.

"Loh, Nyonya, kenapa mau ke belakang juga?"

"Saya mau bantu kamu masak."

Ismi sungkan. "Loh, kenapa Nyonya mau bantu saya masak? Biar saya kerjakan sendiri."

"Nggak apa-apa." Kanaya tetap keras kepala. "Lagian saya nggak ada kerjaan pagi ini, daripada bengong, mendingan buat sarapan."

Ismi menutup mulut, tersenyum kecil pada Kanaya yang berlaku demikian. "Nyonya ini kok baik banget. Orang kaya lain itu kalau memang nggak ada kerjaan mereka bakal santai, Nyonya baca buku atau nonton TV."

Kanaya senang mendengar ucapan itu, dia suka masak buat suaminya.

"Kalau begitu, Nyonya, ya sudah. Ayo kita mulai."

Ismi baru paham, Kanaya itu mau melakuan sesuatu yang terbaik untuk suaminya.

Kanaya terkejut, Ismi itu dia rekrut untuk jadi asisten rumah tangga. Namun, sikap perempuan itu yang ramah dan suka aktif mengajak bicara Kanaya membuatnya malah terasa seperti adik angkat.

Mereka berdua ke belakang untuk mulai agenda memasak. Kanaya sedang asyik-asyiknya memulai masak nasi goreng, dia berbagian tugas untuk menyiapkan mengiris bawang dan Ismi akan menyiapkan bahan-bahan seafood untuk dicampurkan dalam nasi goreng.

Sekalian buat untuk enam porsi, nanti yang lain juga harus dapat sarapan.

Mereka asyik masak, Alaska sudah selesai jogging lalu naik ke lantai atas untuk mandi. Kanaya sudah menyiapkan pakaian kerjanya di dekat kamar mandi dan juga minyak wangi sudah ada di dekat pakaian agar suaminya tersebut tidak perlu repot mencari.

Rupanya dengan perlakuan Kanaya yang sering diabaikan Alaska, dia masih positif thinking kalau keadaan canggung ini terjadi karena rumah tangga mereka baru berumur beberapa hari. Padahal, Alaska memang tidak nyaman dengan dia dan segala interaksi yang terjadi di antara mereka.

Pria itu menyelesaikan urusan mandinya lalu segera turun ke lantai bawah.

Kebetulan, Kanaya sudah siapkan nasi goreng seafood yang hangat dan nikmat untuk dimakan bersama. Ismi saja tadi mencicipi dia mengatakan kalau rasanya sangat enak, asli buatan Kanaya.

"Alaska, ayo sarapan." Kanaya mengajak suaminya untuk makan bersama.

Alaska tersenyum, lalu duduk di meja makan.

Kanaya dengan cepat menambahkan nasi goreng ke piring kosong milik suaminya lalu mengisi jus jeruk ke gelas kosong. Semua disajikan untuk suaminya, sosok yang sangat dicintai.

"Makasih." Alaska hanya melontarkan satu kata. Setelah itu dia memilih untuk segera meneguk jus lebih dulu baru lanjut dengan memakan nasi goreng.

Kanaya duduk di depan Alaska. Perempuan itu terus menatap suaminya sekalian segera memakan nasi goreng buatannya sendiri.

Alaska sadar apa makna tatapan tersebut. Kemudian laki-laki tersebut memuji nasi goreng buatan Kanaya. "Enak sekali."

Betapa bahagia Kanaya melihat Alaska mengatakan hal tersebut.

Alaska cukup menikmati sarapan pagi ini. Di sisi lain, Kanaya diam-diam selalu memandangi suaminya dengan tatapan penuh cinta. Betapa ini adalah salah satu momen terbaik dalam hidupnya.

Sarapan selesai. Terasa begitu cepat bagi Kanaya yang sedang menikmati momen ini.

Alaska mengambil serbet dari atas meja, menggunakannya untuk mengelap mulutnya.

"Saya sudah selesai."

"Kamu mau langsung berangkat?" tanya Kanaya. Di akhir jam ini masih pukul 06.30. Sepertinya terlalu pagi untuk berangkat ke kantor.

"Saya nggak mau kesiangan."

"Biasanya kamu nggak berangkat jam segini." Kanaya masih keras kepala.

"Kamu masih ada urusan dengan saya di rumah?"

Kanaya diam sejenak.

Alaska mengerti apa yang Kanaya pikirkan, lalu laki-laki itu beranjak dari tempatnya lalu menggerutu, "Sudah bisu, pun kamu masih saja bisa menggangguku!"

Ismi mendengar omongan itu. Begitu jelas Alaska mengatakannya hingga membuat dia takut sendiri dengan tuannya tersebut.

Kenapa Alaska kelihatan seperti pria bengis yang tidak punya perasaan? Laki-laki itu seolah bermuka dua. Kadang bisa terlihat sangat manis dan baik, kadang kalau marah begitu menyeramkan.

Alaska naik mobil. Dia melamun di sepanjang jalan memikirkan sampai kapan bisa bertahan, berpura-pura menerima Kanaya. Dan sampai kapan dia kuat menahan kerinduannya pada Arini.

Alaska meminta sopirnya untuk mengubah alur tiba-tiba.

"Loh pak, kita bukan mau ke kantor?" Sopirnya berani bertanya.

"Ikuti saja apa yang saya minta!" Alaska kesal kalau ada orang yang berani membantahnya. "Kalau kamu nggak bisa mengemudi, saya nggak ada masalah untuk cari sopir lain!"

Sopirnya tentu saja takut diancam seperti itu. Zaman sekarang, mencari pekerjaan sangat sulit, dia tidak mau kehilangan pekerjaannya.

☘️☘️☘️

Arini sedang termenung sendiri. Harusnya hari ini dia bekerja. Lantaran sejak semalam tubuhnya demam, dia terpaksa harus sendiri di rumah kontrakannya.

Saat sedang sendiri begini, ada yang mengetuk pintu kontrakannya.

Perempuan itu memaksa diri untuk bangun meski tubuhnya lemas.

Arini membuka pintu, muncul sosok yang mengejutkan.

"Alaska?" Matanya sampai nyaris melompat keluar.

AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang