14

34 2 0
                                    

Alaska menatap langit pagi ini. Dia mendongak cukup lama dan tanpa sadar pikirannya menerawang pada aktivitas intim mereka semalam. Kenapa ... dia terus membayangkan Kanaya dalam pikirannya?

Bahkan, kekurangan Kanaya sudah tidak lagi Alaska pedulikan. Di matanya, dia sama seperti wanita yang biasa. Wanita yang memang pantas untuk dimiliki dan dicintai.

Alaska merasa bahunya ditepuk. Pria itu menoleh dan seolah tersihir dengan pesona Kanaya yang sangat memukau. Dia jauh lebih bersinar dari hari-hari biasa. Bahkan, melebihi waktu Alaska mengucap janji suci dengannya.

Rambut Kanaya bergelombang, berwarna coklat gelap. Aroma vanila yang menguar dari setiap gerai rambutnya. Saat dia melangkah mendekatinya, aroma itu semakin tercium.

Alaska berdegup hebat jantungnya. Kedua kakinya lemas. Dia hampir seperti jelly yang meleleh karena dipanaskan.

Alaska memperhatikan Kanaya lekat. Dia menyadari ada yang berubah dari wanita itu.

"Kamu ganti gaya rambut?"

Kanaya mengerutkan alis. "Kamu baru memperhatikannya?"

Alaska mengerutkan alis. "Memangnya sudah lama?"

Kanaya menggeleng perlahan. "Kamu ini ada-ada saja. Ini potongan rambut saya sejak seminggu lalu. Kenapa kamu baru sadar?"

Alaska malu dan menyesal karena tidak tahu tentang potongan rambut Kanaya. Memang iya, dia tidak cukup memperhatikan dan tidak mengetahui apa yang terjadi dalam hidup Kanaya. Rasa bersalah menghampirinya, tetapi dia berusaha untuk mengatasi rasa malu tersebut dengan mengajukan pertanyaan.

"Kamu ada perlu denganku?" tanyanya.

Kanaya mengangguk. "Saya mau mengajak kamu untuk belanja bulanan."

Alaska hampir menolak. "Suruh sopir dan Ismi yang belanja. Saya mau istirahat."

Kanaya menggeleng. "Kamu nggak bisa menolak."

"Kenapa nggak bisa?"

Dengan sebuah senyum terukir, Kanaya berkata, "Karena ini adalah syarat yang harus kamu penuhi."

Alaska tidak bisa membantah kalau begitu.

"Ya sudah, aku temani kamu."

Kanaya masih belum selesai. "Hari ini kamu jangan pakai sopir. Hanya kita berdua yang pergi."

Lagi-lagi, Alaska hanya bisa menurutinya.

☘️☘️☘️

Alaska mengantar Kanaya ke salah satu pusat perbelanjaan. Ketika tiba di pusat perbelanjaan yang cukup ramai, Alaska dengan sigap membuka pintu mobil untuk Kanaya dan menawarkan tangannya untuk membantu istrinya itu turun.

Kanaya ragu.

"Pegang tanganku." Alaska menyuruh.

Kanaya memegang tangan Alaska. Pria itu sekarang menaikkan dagunya sedikit. Dia mau bersikap angkuh, tetapi malah kelihatan lucu di mata Kanaya. Kini keduanya, terlihat seperti pasangan suami istri sesungguhnya. Kanaya bisa menggandeng Alaska.

Mereka masuk. Di dalam pusat perbelanjaan, Alaska mengambil keranjang belanja dan mulai mendorongnya, mengikuti Kanaya yang sudah memegang daftar belanja. Mereka berjalan berdampingan melalui lorong-lorong supermarket. Kanaya sibuk membaca daftar dan Alaska hanya diam, fokus mengikutinya.

Pertama, ke bagian kebutuhan pokok. Alaska mengikuti Kanaya, membiarkan wanita itu memimpin jalan. Usai memasukkan apa saja yang dibutuhkan,

Kanaya bergerak dengan percaya diri melalui lorong-lorong supermarket. Selesai dari bagian kebutuhan pokok, berikutnya ke bagian sabun. Kanaya berhenti di depan rak yang penuh dengan berbagai merek dan aroma sabun. Dia menoleh ke Alaska, menunjukkan dua pilihan sabun di tangannya.

AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang