23. KECURIGAAN

208 109 304
                                    

“Putra untuk seorang wanita berfungsi meratukan beliau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Putra untuk seorang wanita berfungsi meratukan beliau.
—Atharizz Faresta Calief
and
—Reizo Sasmita

Happy Reading

.

.

.

Langkah kaki terdengar di koridor, seluruh pandangan terfokuskan pada pelaku tersebut. Bisik-membisik tak kalah cepat seiring datangnya sang empu.

"Kasian Fares, ya? Gue kira Reizo itu tulus temenen sama dia."

"Masa, ya, Reizo lakuin itu? Gue tetap di pihak Sasmita sih. Cuan, Bos," jawab orang di sebelah kiri.

"Makanya itu. Karna uang Sasmita bejibun, Reizo malah salah gunakan," timpal salah satu dari mereka. "Lagian lo serius mau bela pembunuh?"

Murid-murid yang tidak tahu-menahu lantas menutup mulut mereka lantaran terkejut. Reizo Sasmita—anak yang hari-harinya kebanjiran uang—menjadi tersangka kriminal?

"Berarti kematiannya mendiang Aratrika itu karna Rei–"

Pot bunga ditendang ke arah mereka. Siswi-siswi itu menjauh, mereka berusaha menetralkan irama jantung. Mata melirik sedikit, ini dia. Sang kekasih yang selalu menjadi garda terdepan sudah sampai.

"Lo semua kalau nggak tau ceritanya, nggak usah sok jadi penyiar!" Asya berbalik badan, kembali melihat orang-orang yang masih diam tak ingin pergi. "Nunggu gue nyari vas bunga dulu baru kalian mau bubar?"

Mereka tidak takut kepada Asyana, tetapi cemas jika Reizo sudah turun tangan membantu pasangannya. Semua berlalu-lalang, menundukkan pandangan seolah Asya adalah orang yang wajib dipatuhi.

"Lo juga, Fares."

Kaki Fares terhenti, dialah pelaku yang membuat semua mata tertuju dan mulai membuat opini. Ia berbalik dengan tas yang digendong di satu tangan. Wajah yang tak berekspresi, kulit nampak pucat, dan postur tubuh tegap. "Kenapa?"

Asya mendekat, kepala mendongak untuk menatap iris hitam pekat itu. "Kalau aja lo nggak ngomong gitu, nama baik Reizo nggak mungkin tercemar kayak gini," terangnya dengan nada yang berusaha dipelankan.

"Sorry." Singkat dan jelas. Fares kembali menuju kelas tanpa memperpanjang omongan ini. Jujur, Fares juga sama menyesalnya.

Gadis itu tak mencegah, lebih baik jangan.

oOo

Kelas terlihat sepi tak berpenghuni, kecuali seorang gadis yang menaruh pipi di sisi tangan di atas meja. Mulutnya terbuka sedikit, membuat angin masuk dari sana.

SASVATA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang