Pamit (OnDah)

367 29 10
                                    















Senja tak lagi sama

Oniel memandang keluar jendela apartemennya, menyaksikan hujan yang turun perlahan seperti tirai tipis yang menutupi kota. Hujan selalu mengingatkannya pada Indah, kekasihnya yang ceria dan penuh tawa. Sejak minggu kemarin, Indah sibuk mengikuti proyek besar bersama teman-temannya, membuat mereka jarang bisa bertemu. Meskipun sementara, perasaan kehilangan itu begitu nyata bagi Oniel.

Karena rasa malas yang luar biasa, Oniel memutuskan untuk menghabiskan hari di apartemennya saja. Dia berbaring di sofa, menonton televisi, mencoba mengalihkan pikirannya dari kerinduan yang mendera. Namun, tanpa sadar, dirinya tertidur pulas dengan televisi yang masih menyala.

Tak terasa sore pun tiba. Di tengah tidur pulasnya, Oniel merasa ada yang memanggil namanya. Suara itu begitu familiar dan hangat.

"Oniel, Oniel... ihhh kamu tuh kebiasaan, liat televisi gak pernah dimatiin, ni lagi kenapa makan mie lagi sih!" suara itu terdengar jelas di telinganya.

Oniel terbangun sepenuhnya dan melihat Indah berdiri di depannya, tangan kecilnya mengusap-usap wajah Oniel. Dia menarik tangan Indah dan memeluknya erat.

"Kangen banget, kenapa kamu sulit sekali dihubungi?" ucap Oniel dengan perasaan bahagia yang meluap-luap.

"Ya, aku kan sibuk Onyil," balas Indah sambil tersenyum manis.

Oniel merasa hangat dan bahagia. Kehadiran Indah di apartemennya seakan mengusir segala kegalauannya. Mereka menghabiskan waktu bersama di apartemen Oniel, tertawa dan berbincang tentang hal-hal sepele namun berarti.

"Ngomong-ngomong, kamu masih inget nggak terakhir kali kita makan di tempat favorit kita?" tanya Oniel sambil mengacak-acak rambut Indah.

Indah merengut manja, "Ih, kamu sih suka lupa, padahal baru minggu lalu. Eh, tapi kali ini aku mau makan di sini aja ya, malas keluar."

Oniel tertawa, "Baiklah, Nona Manja. Tapi kamu harus janji nggak bakal ngeluh kalau aku yang masak."

Indah tersenyum lebar, "Aku nggak akan ngeluh. Asalkan kamu nggak bikin mie instan lagi, Onyil!"

Dengan semangat, Oniel menuju dapur, sementara Indah mengikuti dari belakang, terus bercerita tentang proyeknya. "Jadi kemarin, aku dan tim lagi brainstorming ide-ide baru. Tiba-tiba si Gita datang dengan ide anehnya tentang robot pembuat kopi."

Oniel menyela, "Wah, kalau robot itu ada, kamu bakal sering main ke sini atau nggak ya? Jangan-jangan nanti kamu lebih sering ngobrol sama si robot daripada sama aku."

Indah tertawa terbahak-bahak, "Nggak mungkin lah, Onyil! Kamu itu lebih spesial dari robot mana pun. Lagipula, robot nggak bisa bikin aku ketawa dengan candaan bapak-bapak kayak kamu."

Oniel pura-pura tersinggung, "Eh, jangan meremehkan candaan bapak-bapak ya. Itu seni tinggi, tahu! Contohnya, kenapa ayam nyebrang jalan?"

Indah menggeleng sambil tersenyum, "Kenapa, Onyil?"

"Karena dia mau ketemu kamu di sini!" jawab Oniel sambil tertawa.

Indah memukul pelan bahu Oniel, "Ih, gombal banget sih kamu!"

Setelah masakan sederhana siap, mereka duduk di meja makan, menikmati kebersamaan yang langka ini. Oniel terus melemparkan candaan-candaan ringan yang membuat Indah tertawa. Mereka berbicara tentang masa depan, mimpi-mimpi, dan hal-hal kecil yang membuat hidup mereka berwarna.

"Aku suka banget momen-momen kayak gini," kata Indah sambil menyandarkan kepala di bahu Oniel.

Oniel mengusap punggung Indah dengan lembut, "Aku juga, Sayang. Meskipun kamu sibuk, aku selalu nungguin momen kayak gini. Jadi jangan pernah lupa ya, sesibuk apa pun kamu."

Short Stories GITA KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang