Pagi sudah tiba, dua orang disofa itu tampak tidak ada tanda tanda akan bangun dari tidurnya. Mengundang para senyuman dari semua pelayan yang melihatnya.
"Lihatlah, mereka seperti pasangan," bisik salah satu pelayan yang tengah melap televisi.
"Tentu saja, mereka adalah pasangan," bisik temannya.
"Tapi bukankah mereka belum menikah? Terlebih tuan memaksa nyonya untuk tinggal disini," bisik pelayan pertama.
Mereka berdua tetap berbisik, tanpa tau apa yang akan terjadi jika sang tuan mendengarnya.
"Kalian berdua." Suara serak itu!?
Kedua pelayan itu terkejut dengan suara yang memasuki gendang telinganya dengan gema.
"Lepas seragam kalian," perintah Draven. Matanya bahkan belum terbuka sepenuhnya, tapi tangannya terus memeluk Verzy yang masih terlelap.
"Tap-"
Draven membuka mata, menatap kedua pelayan itu dengan mata sayunya. Pelayan itu langsung terdiam, mereka berdua dengan kaku membuka setiap bagian seragamnya.
Draven menyungging sudut bibirnya. Dia menatap kedua pelayan itu, hingga mereka menyisakan bra dan celana dalamnya.
"Bagus, pergi kemarkas."
Pelayan itu terkejut, kemarkas? Markas tempat para bodyguard dan penjaga berkumpul?
"Maafkan kami tuan." Kedua pelayan langsung bersujud, mereka tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka ketempat itu.
"Pergilah, sebelum saya menggores tubuh cantik kalian," ucap Draven dengan tenang.
Para pelayan yang melihat itu hanya bisa diam, inilah sebab membungkam mulut mereka jika ada sang tuan. Sedikit kesalahan, akan berakibat fatal pada hidup bahkan keluarga mereka.
"Jangan lupa merangkak."
Kedua pelayan itu menangis dalam diam, setelah ini, kehidupan mereka akan lebih buruk dibanding pelacur.
Setelah memberi perintah mutlak, Draven menatap Verzy.
"Bagaimana Verzy bisa tidur disini bersama saya? Akh saya tidak bisa mengingat apapun," batin Draven.
"Kenapa rambutnya sangat berantakan?" Gumam Draven merapikan sedikit rambut Verzy.
"Euughh.." Verzy melengguh, tubuhnya berbalik menghadap Draven.
Alis Draven seketika bertaut melihat pipi kemerahan Verzy. Tangannya terulur menyentuh pipi itu.
"Sayang, kenapa pipimu sangat merah? Apa kamu kepanasan?" Tanya Draven dengan sedikit khawatir.
"Sshhh..." Verzy menghindari usapan lembut Draven.
Draven membenarkan duduknya, kenapa Verzy meringis? Pasti ada yang tidak beres.
Pergerakan itu membuat Verzy terbangun. Dia membuka matanya, pertama yang dilihatnya adalah wajah serius Draven.
Verzy segera bangun dari duduknya, dan cepat berjalan naik.
"Veryz, ada apa dengan pipimu?" Tanya Draven yang ikut berdiri.
Verzy berbalik menatap Draven. "Bukan urusan lo."
Draven ikut menaiki tangga. "Jelas itu urusan saya, apa kamu sakit?"
Verzy berhenti dan berbalik, dia menunjuk Draven membuat Draven juga menghentikan langkah nya.
"Tanya calon istri lo," ujar Verzy penuh penekanan dengan telunjuk menunjuk dada Draven.
Draven bingung. "Kamu calon istri saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
|| Prisoner to be Loved || End ✔
Teen Fiction📌 𝙲𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚑𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚑𝚒𝚋𝚞𝚛𝚊𝚗. 📌 𝙼𝚞𝚛𝚗𝚒 𝙵𝚒𝚔𝚜𝚒. ***** Jika dikehidupan ada kurva. Mungkin kurva terendah Verzy adalah saat dia bertemu Draven Kyester Anthony. . Satu hari yang membuat kehidupannya seolah direng...