🍁 Deel 22

41 8 0
                                    

Paginya, Verzy merasakan tubuhnya yang melemas dan pusing. Apa yang terjadi setelah dia membentak Draven semalam?

Dia terlalu malas mengingat apapun, dia segera bangun dan menuju kamar mandinya. Dia harus tetap segar didalam suasana hati yang buruk sekalipun.

Setelah selesai, dia mulai memakan cemilan yang tersedia diatas nakasnya, cukup lapar kerena dia tidak ikut sarapan.

Sebisa mungkin, dia akan menghindari Draven, monster gila tanpa otak yang tidak bisa berpikir dengan benar.

"Tenang aja ya sayang, ibu gak gapapa kok, ibu cuman lagi gak mood liat monster itu - maksud ibu, ayah kamu," gumam Verzy mengusap perut ratanya, dia merasa mual sekarang.

Bagaimana dia bisa mengandung anaknya? Bagaimana masa depan dan impiannya? Dan bagaimana dia kuliah lagi nanti? Apa seharusnya anak ini tidak pernah ada?

Verzy menggeleng pelan. "Maafin ibu ya, ibu seneng kok ada kamu yang bakal nemenin ibu, kamu harapan ibu satu lagi didunia ini, sehat ya sayang, setidaknya sampai ibu pergi dengan senyuman."

Kehausannya tentang kebahagiaan tidak akan hilang, dia masih tetap menginginkan akhir dengan senyuman, dia ingin hidupnya lebih bahagia ketika anaknya menemaninya nanti.

Tanpa disadari, semua ucapan Verzy tidak luput dari seseorang yang kini berdiri di depan kamar Verzy.

Draven dapat mendengar jelas perkataan Verzy, apa dia benar benar salah hal ini?

Kaki panjang itu memutuskan untuk masuk dengan susu ibu hamil dan bubur dinampan ditangannya.

Verzy yang terkejut pun langsung menatap datar Draven yang masuk dengan tenangnya, seolah bentakkannya semalam tidak pernah ada.

"Saya membuatkan susu dan bubur untukmu." Draven menyodorkan yang dibawanya kehadapan Verzy.

Namun, ibu hamil itu mendorong pelan tangan Draven.

"Sayang, maafkan saya, saya salah dalam hal ini."

Verzy berdecih dalam hati. Bersalah? Dalam hal ini? Dia kira kesalahannya cuman satu pada Calia saja, dia telah memperlakukan buruk setiap gadis yang menjadi targetnya.

"Maafkan saya, saya benar benar menyukai kamu, tidak ada alasan karena kamu mirip dengan mama, tidak ada sama sekali. Saya sangat menyukai kamu dari hati saya," ucap Draven dengan lembut, dia tidak bisa membiarkan Verzy terus seperti ini.

Hatinya sangat kacau memikirkan sikap Verzy, pikirannya pun tidak fokus untuk bekerja. Pernikahannya sebentar lagi, dia harus meluruskan masalah ini.

Verzy tetap diam, dia menoleh menatap Draven. Lelaki itu seperti benar benar menyesal, tertampang diwajah tegas yang kini putus asa itu.

"Gimana lo balikin semuanya? Lo gak bisa balikin Calia atau yang lainnya kedunia ini, lo juga gak bisa balikin kehidupan normal gue," ucap Verzy dengan sorot mata kecewanya.

Dia benar benar tidak tau apa yang ada dipikiran lelaki itu.

Draven duduk disofa, tangannya menyentuh tangan dingin Verzy yang terlihat lemas.

"Saya memang tidak bisa mengembalikan semuanya. Tapi saya akan mengikuti semua permintaan kamu, agar kamu mau memaafkan saya." Draven memandang lembut netra kecoklatan milik Verzy.

Dia benar benar sudah bertekuk pada Verzy, dia akan melakukan apapun asalkan itu dapat membuat Verzy memaafkannya.

"Bersujud dimakam Calia, gak cuman Calia, sujud disemua makan cewe yang bunuh diri karena lo."

Draven sontak menoleh, apa dia tidak salah dengar? Bersujud katanya? Semua orang bersujud padanya, kenapa dia harus bersujud pada orang yang bahkan tidak hidup lagi? Dimana dia harus taruh wajahnya.

"Tidak. Saya bisa melakukan hal lain selain itu," tolak Draven menggeleng pelan, dia tidak setuju dengan Verzy.

Verzy menatap datar Draven, apa lelaki itu sudah menjilat ludahnya lagi?

"Harusnya anak ini gak pernah ada," ucap Verzy pelan menunduk menatap perutnya.

Draven menggeleng pelan. "Tidak, jangan bicara seperti itu."

"Terus gue harus gimana!? Nerima kalo anak yang gue kandung ini dari pembunuh!? Gue gak sudi!" Sentak Verzy menatap tajam Draven.

Draven menghela nafas panjang, kata kata pembunuh dari Verzy sangat tajam dan seperti nyata. Walaupun, bukan niat dia melihat gadis gadis itu meninggal.

Verzy menyentuh wajah Draven, menangkup rahang tegas itu dengan senyum tipis.

"Gue suka sama lo, tapi hati gue benci sama kenyataan, kalo lo yang udah buat Calia bunuh diri," ujar Verzy dengan air mata yang menetes.

Hal itu membuat jantung Draven berdegup kencang, kata kata lembut dan mata sendu itu, membuat dirinya seperti bersalah.

Verzy mengusap pipinya. "Lepasin gue, setidaknya hati gue bakal lupa kalo lo pelaku dari meninggalnya Calia."

Draven menggeleng. Tidak, dia tidak bisa melepaskam Verzy, lebih baik dia membunuh Verzy daripada harus melihat Verzy bersama yang lain.

"Saya tidak akan melepaskanmu, sampai kapanpun." Draven menatap lekat mata Verzy.

"Jangan egois! Menurut lo, gue bisa nerima kenyataan ini?! Menurut lo, gue-"

Ucapan Verzy terhenti saat draven yang tiba tiba mencium bibirnya. Verzy menitikan air matanya.

"Maafkan saya. Baiklah, saya akan melakukan apapun yang kamu katakan, saya akan bersujud disemua makam gadis yang meninggal karena saya. Saya juga -" Draven menjeda sebentar ucapannya, menarik nafas sebelum mengambil keputusannya.

"Saya juga akan meminta maaf secara langsung pada gadis yang memiliki trauma karena saya. Saya akan melakukan semuanya, agar anak kita tidak menyandang anak dari seorang pembunuh. Maka dari itu, tetaplah bersama saya dan menjadi ibu dari anak anak saya sampai waktu yang tidak ditentukan," jelas Draven menatap lekat mata Verzy, menampilkan sorot mata serius tak terbantah.

Verzy yang mendengar itu tersenyum, kemudian dia memeluk Draven dengan erat, dia sedikit lega karena Draven bersiap memehuni permintaannya, dengan begitu, janji nya pada Calia akan terpenuhi tanpa paksakan dan kekerasan.

"Makasih, makasih, makasih," ucap Verzy dengan air mata yang terus mengalir dari matanya.

Draven tersenyum tipis, tangannya mengusap kepala Verzy dengan lembut. Dia sedikit merasakan getaran dihatinya.

Draven melepaskan pelukannya, menatap Verzy semnari tersenyum. "Besok ikutlah bersama saya, kamu akan menjadi saksi permintaan maaf saya."

Verzy tersenyum dan mengangguk, dia akan senang hati menemani 'calon suami' nya untuk memperbaiki secuil kesalahan lelaki itu.

"Nanti Zy ikut Aven."

Draven terkekeh pelan melihat itu, tangannya tidak bisa tidak mengusak kepala gadis yang kini sedang mengandung anaknya ini.

"Baiklah, sepertinya semua akan baik baik saja sampai besok. Saya akan pergi bekerja," ujar Draven yang sudah berdiri.

Melihat itu, Verzy ikut berdiri, tangannya terulur untuk sedikit merapikan dasi Draven.

"Semangat." Verzy tersenyum, membuat Draven ikut tersenyum melihat itu.

"Jangan lupa untuk minum susunya, saya membuatnya dengan susah," ujar Draven melenggang keluar.

Verzy hanya tersenyum melihat kepergian Draven.

Mungkin beban hatinya selama ini adalah karena janjinya dengan Calia. Terbukti, saat Draven mengatakan akan bersujud, bebannya seperti diambil sekaligus.

Bibirnya tak bisa tidak tersenyum sekarang, diapun memakan bubur dan susu yang tadi dibawakan Draven.

Tidak berbeda dengan Verzy. Draven pun masih tersenyum, membuat supir dan para penjaga terheran.

"Tidak ada salahnya memperbaiki kesalahan, walaupun perbuatan saya tidak bisa dimaafkan." Batin Draven.

~ To be continued ~
~ Vote/komen nyaaa (^v^) ~

|| Prisoner to be Loved || End ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang