Aku tidak berani begerak terlalu banyak. Kalung besi di leherku terasa berat, dan membahayakan. Aku punya dua kecurigaan soal kenapa Kaizo menghampiriku, dan melingkarkan alat di sekeliling leherku. Pertama, karena hukuman mati itu dimajukan tanggalnya menjadi hari ini, dan dalam pelaksanaan ritualnya, TAPOPS mendatangkan Kaizo sebagai algojo. Dan kedua, Kaizo berencana memindahkan aku ke sel lain untuk diinterogasi. Berhubung aku penjahat, aku sering ditanyai soal jejaring pencuri power sphera di luar sana. Terakhir kali, aku ditamui oleh kakak beradik bernama Sai dan Shielda. Mereka bertanya terkait mafia power sphera di konstelasi Gur'latan, padahal aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak tinggal di Gur'latan tapi aku mengenali si brengsek Kir'ana dan beberapa kroco tidak becus kerjanya. Kir'ana menyumbang banyak masalah di sistem kepemerintahannya, aku yakin bila negaranya menganut sistem demokrasi, dia sudah akan didemo dan dilengserkan.
Mereka mengait-ngaitkan aku pada banyak masalah. Sekalinya suaka power sphera dibobol oleh sekelompok lanun liar di galaksi, yang kredensialnya sendiri tak teruji klinis, mereka lekas akan menanyai aku, seolah aku pelaku dari kejahatan-kejahatan itu, atau setidaknya, mereka menduga aku mengenali lusinan nama buronan TAPOPS lainnya. Sebetulnya, sebagian besar iya, aku kenal, tapi aku tidak tahu track record kejahatan mereka nyatanya separah apa yang Shielda beritahu padaku. Terutama Retak'ka.
Aku berhenti melamun ketika Kaizo menekan tombol password pada pintu besi yang dibuka dengan cara digeser. Aku tidak tahu kemana dia akan membawaku. Ruangan-ruangan ini terlalu jauh dari sel. Entahlah. Aku hanya berpikir, seperti apa aku akan berekspresi ketika nanti aku dihadirkan di depan pembaca tuntutan hukuman mati. Maksudku, aku tidak boleh terlihat menyedihkan, supaya mereka tidak merasa menang secara sepenuhnya.
Pintunya dibuka, dan sebuah ruangan berpenerangan layak menyambut pengelihatanku. Ada sosok-sosok lainnya di ruangan itu, tapi nampaknya, mereka bukan berasal dari tim sekuritas TAPOPS. Mereka juga bukan alien mop-mop. Penampilan mereka berbeda-beda, gaya berpakaiannya rumit, seperti psikopat. Mereka bukan manusia.
Alien-alien mop-mop itu melepas borgol yang mengunci pergelangan tanganku di balik punggung, dan menjadikan aku berbaris dengan sosok lain. Mereka tawanan? Tampang mereka kriminal semua. Ada tiga orang. Jika aku dihitung, Kaizo terkonfirmasi mengumpulkan empat tawanan, dalam tujuan yang tentu saja cukup spesifik.
Alien mop-mop datang lagi, mereka berjumlah tiga orang. Kali ini, mereka mendorong meja beroda dengan empat benda aneh di atasnya. Setelah mendorong dan menyimpan mejanya di depan Kaizo, alien mop-mop bertopi insinyur itu menghormat, kemudian segera permisi pergi. Aku tidak tahu benda apa yang diantarkan alien barusan kemari. Bentuknya mirip remot, dan ada lampu indikatornya.
"Nah, Jugglenaut, Jokertu, Kapten Separo, (Nama). Aku kemari untuk memamerkan teknologi baru TAPOPS." Kata Kaizo. Aku tak pernah mengerti Kaizo. Orang ini menyebalkan sekaligus membingungkan. "Benda di leher kalian—tunggu. Aku tidak tahu. Pokoknya kalungnya terhubung dengan GPS. Dan dikontrol melalui remot."
Kaizo mengangkat empat remot mini yang diselipkan di jari-jarinya. Aku mulai mengerti. Kalungnya terhubung pada remot. Pasti Kaizo akan memaksakan kehendaknya, sehingga dia perlu mengancamku sampai sebegini parahnya.
Lalu Kaizo meletakkan remotnya di lantai. Begitu saja. Tanpa penjagaan apapun.
Aku menoleh untuk memastikan. Figur-figur yang dipanggilnya dengan nama Jugglenaut, Jokertu, dan Kapten Separo juga dikaitkan kalung besi, sama seperti kalung di leherku. Itu gila. Otak kriminalku menyuruhku agar cepat mengakali keadaan ini.
"Tapi sayangnya, kalungnya belum diaktifkan." Kaizo memasang wajah sok-sokan sedih. Aku ingin memukul wajahnya. Dia jago berakting. Entah dimana Kaizo mengasah bakatnya. Oh ya. Aku hampir lupa. Dia mengintai armada kapal perompak milik ayahku dengan berpura-pura menjadi petugas cleaning service.