"Ini markas Ayah." Aku memperkenalkan. "Peninggalannya."
Markas itu masih berbentuk markas, pelabuhan luar angkasa, dimana biasanya, kapal-kapal luar angkasa kami dilabuhkan. Basisnya merupakan sebuah tebing, yakni pecahan meteorit hasil Big Bang tak jauh di sekitar sini. Daerah ini dikelilingi secara aktif oleh puluhan ribu planetiod-planetiod, untuk alasan keamanan.
Kadang ada yang menyusup, tapi bukan selalu orang. Biasanya Voyager, tapi tidak dari planet Bumi.
"Sudah lama ditinggalkan." Ucapku, seraya menonton Retak'ka menyeret jari telunjuknya di sepanjang meja konter menuju markas utama. "Tapi masih utuh. Tidak dibom TAPOPS."
"Mereka seharusnya sudah puas dengan membunuh Ayah." Aku melanjutkan menceramahi Retak'ka dalam tujuan menjadi tour guide dadakannya. Lagi pula memberantas markas kopongan penjahat yang telah tewas tak lagi ada gunanya, kecuali jika markasnya didaur ulang menjadi markas penjahat lainnya.
Lokasi ini tak lagi strategis, mengingat Kaizo sudah membocorkan koordinatnya ke orang-orang TAPOPS. Penjahat lain pun ogah mendudukinya.
Kemudian, aku mendongak pada Retak'ka. Aku hampir tidak percaya dia kembali hidup, punya ide sekreatif menculik Katakululu karena saat pertama kali merintis karir dari awal, elemennya sudah diambil semua oleh Boboiboy—artinya dia tidak punya modal awal. Aku tahu idenya unik. Bagus, malah. Tapi idenya tetap mindblowing.
"Katakululu?" Aku memention. "Kamu ada-ada saja."
Retak'ka berhenti melihat-lihat, dan dia mendaratkan pandangannya padaku, "Sudah aku lepaskan. Kupikir sebentar lagi, itu akan ditemukan oleh penanggungjawab suaka marga satwanya."
"Nona (Nama)," seseorang memanggil namaku dengan embel-embel. Aku agak rindu disebut begitu oleh awak-awak kapalnya Ayah. "Kapalnya sudah dipanaskan. Ada lima puluh armada. Kupastikan mesinnya tidak bermasalah."
Syukurlah peninggalan Ayah yang satu itu tidak rusak ketika aku membutuhkannya. Sebelumnya kami punya lebih banyak dari lima puluh, tapi karena selama penyerbuan TAPOPS dulu, kapal-kapal kami sebagian besar karam gara-gara gamma. Sisanya disita untuk diselidiki.
Aku menoleh pada Retak'ka lagi, dan mengangkat tanganku ke dekat dagu sambil menunjuk awak kapal sisa-sisa dari kepemimpinan Ayah dulu, "Apa segitu cukup?"
"Ya." Kata Retak'ka. "Lebih dari cukup. Dulu aku menghancurkan TAPOPS A dengan membawa sekepal tinjuan tangan saja."
"Lalu kenapa kamu kabur dari istana diraja tanpa menyedot kesemua elemenmu balik?" Aku menyatukan alis terheran-heran.
Retak'ka mendecak kesal, "Aku perlu menyesuaikan diri."
Kemudian, Retak'ka menilik jam kuasanya. Jam kuasa yang memerangkap Voltra, dan kini, Beliung serta Blaze.
"Semestinya kamu mengincar Gamma." Aku mendengus tak terima. Aku tidak bilang mencuri Beliung dan Blaze itu tidak taktis. Aku aku penasaran, kenapa dia tidak menargetkan power sphera yang memang dimilikinya sejak awal. Apa aku salah? Tentu saja, originalnya, power spheranya berjumlah satu saja, dan sisanya didapatkannya dengan mencuri, benar, 'kan?
"Oh. Ya. Aku mengincar Gamma." Retak'ka membenarkan. "Dan aku akan memperoleh kembali Gamma setelah kita mendatangi TAPOPS dan membalaskan dendam ayahmu."
Retak'ka memercikkan listrik dari tangannya. Dia sengaja. Dari telapak tangannya, dia mengasilkan percikan beraliran sentripetal yang menyambar-nyambar. Ekspresi Retak'ka berubah serius, seakan dia ingin memperbesar intensitas listriknya. Namun, ketika mimik wajahnya benar-benar berkonsentrasi, listriknya perlahan padam melalui ledakan piroelektrik. Bahkan piroelektriknya menciptararkan abu pembakaran.