Retak'ka. Sosok yang aku kenali sebagai penjahat jagat raya, tapi dia merupakan kawan baik Ayah, makanya mereka sampai bermitra bisnis setelah Retak'ka memperoleh ketujuh elemennya, kini memperlihatkan diri. Dia dikabarkan sudah mati.
Info kematiannya cukup jelas. Dia mati karena ditabrak sinar X, oleh Boboiboy. Tubuhnya memang tidak ditemukan, tapi siapa juga yang repot-repot ingin mencari mayatnya di tengah-tengah alam semesta raya?
Pria monyet itu menjadi lebih mirip dengan Sun Wu Kong. Dia mengenakan atribut tempur yang lebih sempurna dari sebelumnya. Dia menirukan pakaian Santriantar.
Tapi Santriantar bukan monyet.
Retak'ka melangkah masuk ke ruangan, sedangkan kami bersiaga.
Kira'na menarik pedang dari penopang hiasan dinding, dan segera menodongkannya pada Retak'ka. Meskipun Kira'na tidak ada disana ketika Retak'ka menghajar Santriantar Ratna dan merebut Voltra dari Gur'latan, tentu dendamnya masihlah kuat.Dalam setiap langkahnya, Retak'ka menyalurkan semburan petir merah, dengan daya hancur terhadap benda bermassa. Akibatnya, beberapa guci keramik di kamarnya Kira'na ambruk, dan kaca panjangan berbingkai emas di sudut ruangan juga terguling dan pecah. Petir itu merusak barang-barang di sekeliling kami, sekaligus mentransfer energi negatif pada tubuh kami.
Aku tak punya kecurigaan lain soal mengapa Voltra meluap-luapkan mananya; dia mencuri energi lagi-lagi dari menara pencawang. Tragedi penuh yang waktu itu menimpa Gur'latan, kembali terjadi.
Efek lightning strike pada langkah-langkah tegas Retak'ka bahkan melemahkan otot tubuhku. Retak'ka mencuri terlalu banyak energi. Mananya tumpah ruah, dan aku tak bisa mengimajinasikan serangan terlemah dari Voltra, di tangan Reta'ka.
"Bertemu lagi denganku, Boboiboy." Suara nostalgiknya menggema di ruangan ini, terpantul-pantul melalui dinding Kashmir White, dan mengisi penuh pendengaranku.
Solar, seseorang yang berdiri tepat di depanku, mengerucutkan bibir. Tubuhnya tetap tegar, lututnya tak gemetar, pandangannya dilingkupi oleh hawa penantang, tapi matanya berkata lain. Kesedihan, trauma, kenangan buruk, ketakutan, dan amarah memadati kedua netra kelabunya.
Retak'ka dengan zirah bertanduk itu, dengan pelat-pelat besi di sekujur tubuhnya, tampak begitu arogan. Setelah sekian lama, aku baru melihatnya lagi. Dulu dia tidak begitu.
Aku pun terkejut kenapa Boboiboy dinotis duluan. Maksudku, seharusnya juga dia mengenali aku, dan presensiku disini cukup mengundang skeptisnya.
"Nah, mari kita lihat," Retak'ka terkekeh pelan. "Tahap dua?"
Kesal merundung para Boboiboy itu.
"Rupanya kamu masih hidup," Diuliki sarkasme, Kira'na membalas.
Di saat orang-orang itu bersitegang, sembari menunggu kata pemicu untuk mulai saling menyerang, aku mengorelasikan hubungan-hubungan antara Retak'ka dan kekacauan yang ditimbulkan karena Katakululu bebas dari suaka marga satwa. Cukup rasional apabila aku menuduh Retak'ka sebagai pelakunya. Meninjau tonjokannya akan menjadi amat destruktif dengan jam kuasa Voltra, hingga dia bisa menghancurkan pelat perunggu pada penangkarannya Katakululu tanpa bantuan laser atau perabot listrik lain, aku makin mantap menudingnya.
Retak'ka ialah dalang dari semuanya. Dia pencuri Katakululu. Dia menbebaskan Katakululu di Sektor 5, dan Katakululu menghipnotis Boboiboy—rancangannya tidak sempurna, karena dia hanya bisa merebut Voltra, karena Boboiboy lain, aku yakin, keburu kabur-kaburan ke kampung halamannya masing-masing.
Modus operandinya hanya satu, dendam kesumat, dan dia pikir, dia perlu memperoleh balik apa yang dicuri darinya. Ketujuh Power Sphera itu, milik Retak'ka. Padahal bukan. Aku bukannya orang bodoh. Beritanya tersiar dimana-mana! Dia merampok Voltra, Beliung, Crystal, Nova, Blizzard dan Balak dari pemilik asalnya.