Fakta menariknya, Blaze dan Ice itu berkebalikan. Mereka bagaikan kutub magnet, padahal wajahnya sama.
Setiap Boboiboy punya kepribadian uniknya masing-masing. Tapi menimbang dari efek hipnotisnya, Solarlah yang paling berbahaya sehubungan dia disihir menjadi seorang penerus Retak'ka.
Aku tidak bilang Blaze dan Ice tidak berbahaya. Mereka hampir meratakan Puncak Bakar Beku dengan tanah. Aku menyaksikan langsung bagaimana hujan meteor berupa flare dan bongkahan kristal tajam menghantam permukaan Baraju, menghancurkan gletser berusia ratusan tahun, memadamkan api abadi di sisi Puak Api, dan menimbulkan bebatuan di sepanjang argo amblas ke kaki gunung. Jika saja Panglima Yanaari atau anak buahnya Mas Mawais sampai tahu apa kelakuan dua Boboiboy ini, aku yakin mereka akan digebuki pribumi. Satunya dibakar seperti Jeanne d'Arc, dan satu lagi dibuang ke samudera lepas Puak Es, dibiarkan berproses menjadi fosil manusia beku.
Aku menumpukan tanganku di teralis jendela lorong TAPOPS, sambil memikirkan tingkah-tingkah varian Boboiboy. Dude, aku penjahat papan atas. Dan TAPOPS polisinya. Sekarang aku malah direkrut TAPOPS atas misi seharga kematian. Enggak masuk di akal, tapi beneran terjadi.
Mataku memandang pada langit hitam luar angkasa. Benda celestial di ruang intergalaktik. Supernova mati yang telah berubah menjadi katai putih terpajang jauh di depan sana, dan cahaya seperti pada gambar Hubble Ultra Deep Field menghisi kehampan antariksa. Hukum kekekalan, mekanika klasik, dan relativitas terjadi dimana-mana, menghasilkan materi baru, menyokong adanya aktivitas elektromagnetik, dan memfungsikann peran realitas dan probabilitas.
Aku awalnya apatis terhadap betapa indahnya ciptaan-ciptaan Tuhan. Aku tak begitu peduli. Sungguh. Tapi aku mulai mencintai hal-hal kecil; keberadaan bintang bersinar, debu medium antarbintang yang terlihat seperti ceceran cahaya kuning cerah, putih, abu-abu gainsboro, dan metalik terang. Gas, debu, dan silau kosmis, kalau dilihat-lihat, lebih elok dipandang daripada dinding sel penjara.
Aku jatuh cinta kepada pemandangan galaksi spiral di ujung radius indera pengelihatanku, bentuknya mirip semburat cahaya oranye, dan dikelilingi oleh gugusan bintang.
Aku tidak ingin kembali ke penjara antariksa. Sel itu mengerikan. Tidak ada apapun selain pasak besi, empat tembok kelabu, lantai super dinhin yang jarang dipel, toilet berisik, dan kasur berkerangka karatan.
Aku mencengkram rel pada teralis jendela semakin kencang. Aku mengingat sel itu lagi. Aku tidak menyukai berada di dalam sana, apalagi sambil menunggu eksekusi mati. Lagi pula, aku tidak punya jejak kejahatan apapun, kecuali aku ditakdirkan menjadi anaknya perompak tersohor di galaksi, dan aku merencanakan pembinasaan anggota TAPOPS untuk membalas kematian ayahku. Mereka memandang dari perspektif formal. Ya. Aku menggerakkan ratusan armada kapal angksa menuju markas TAPOPS A, berniat membakarnya, dan tidak menyisakan apapun dari markasnya si Kaizo bujangan sialan. Tapi kejahatanku bahkan belum terlaksana. Juga, aku tidak sama sekali punya niat lain kecuali mencari keadilan atas terbunuhnya Ayah.
Sebelum Kaizo memberi tahu, untuk apa Ayah dibunuh, aku tidak tahu Ayah berprofesi sebagai perompak, buronan TAPOPS, pencuri power sphera, penggerak pasukan bayaran. Menurutku, dia baik-baik saja, dan dia ayah yang ideal. Ayah tidak menterlantarkan aku. Ayah membelikan aku pakaian. Ayah mengurusku sampai saat dimana dia dikabarkan hilang.
Aku memegang kepalaku. Aku sangat mengerti kenapa Kaizo berujung berkelahi dengan Ayah, dan memutuskan untuk membunuhnya. Ya, dia polisi antariksa. Tapi aku juga berhak memiliki figur Ayah, terlepas dari apapun yang diperbuat Ayah. Aku mengerti Kaizo, tapi sisi lain dari diriku menghalangi aku untuk memaafkannya.
"Ya. Buat mereka bersatu dulu. Baru aku menyuruh katak titisan iblis itu untuk memudarkan hipnotisnya." Aku mendengar sebuah dialog singkat. Aku menoleh, dan aku memergoki Laksamana Tarung menginformasikan rencananya pada Amato, dan Kaizo. Seragam mereka sama semua.