29

14 5 7
                                    

PERINGATAN: CERITA INI HANYA DAPAT DINIKMATI UNTUK USIA 17 TAHUN KE ATAS. BEBERAPA ALUR, KATA-KATA KASAR DAN TIDAK PANTAS AKAN HADIR DI CERITA INI. DIHARAPKAN PEMBACA BISA BIJAK DALAM MENERIMA INFORMASI.

CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA.

Jangan lupa untuk follow, vote, komen, dan simpan book ini di perpustakaan favorit kalian yaaw❤️❤️❤️💙💙💙

Jangan lupa untuk follow, vote, komen, dan simpan book ini di perpustakaan favorit kalian yaaw❤️❤️❤️💙💙💙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

29
||• KEPEKAAN YANG PAYAH •||
.

.

.

"Hei, mau ke mana?" Rudi bertanya lagi, kali ini mengikuti langkah Maya. 

Maya sekilas mendengkus kasar, terlihat kesal lantas membalikkan badan ke arah Rudi. "Ke mana saja asal nggak sama kamu, huh." 

Perempuan itu menghentakkan sepasang kakinya dengan keras, menunjukkan ekspresi merajuk. Sedangkan Rudi, dia tak banyak merespon. Hanya sebatas menyusul Maya menggunakan kaki besarnya. 

"Memang berani? Nanti diganggu sama orang-orang lagi loh," ucap Rudi mencoba untuk menakut-nakuti. 

Maya memicing sinis, membuang wajah ke arah yang berlawanan dengan posisi Rudi saat ini. Dia tak boleh menunjukkan ekspresi ragu dan takut. Dia harus terlihat tangguh agar Rudi tak semakin kegirangan untuk meledek dirinya. 

"Be-berani kok, aku sudah biasa, wlee." Menjulurkan lidah pelan kepada Rudi, Maya bergumam ketus. 

Rudi melemparkan tatapannya menuju Maya, merasa ragu akan hal itu. "Masa? Yakin nih?"

"Iya, aku bisa sendiri kok. Aku kan strong women, bye." Setelah mengatakan hal demikian, Maya berangsur mempercepat laju kakinya. Mencoba untuk meninggalkan Rudi. 

Kali ini, Rudi hanya bisa terdiam tanpa berkomentar sedikipun. Langkah antara mereka akhirnya memiliki jarak, Rudi tertinggal di belakang. Namun tampaknya Maya sama sekali tak peduli. Toh, dia memang berniat untuk melangkah meninggalkan Rudi. Membuktikan bahwa dia juga bisa mandiri dan mengandalkan diri sendiri. 

Yeah, akhirnya perempuan itu menunjukkan sisi manjanya juga. Rudi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saja ketika memandangi sikap Maya yang begitu kekanakkan. Merajuk tidak jelas. 

'Anak itu benar-benar kayak anak kecil ya.'

"Hei, ayo pulang. Udah mau gelap nih," sela Rudi kepada Maya. Dia kembali memperlebar pijakannya untuk menyusul keberadaan Maya. 

Maya yang saat ini sedang melihat pemandangan matahari terbenam pun refleks mencibir pelan, menggeleng menolak. "Nggak mau, aku masih ngambek sama kamu." 

Membuang napas berat, Rudi melontarkan sorot mata datar. "Terserah. Nanti kalau ada yang ganggu, aku nggak akan bantu kamu lagi." 

Selepas berkata demikian, Rudi pun mendahului langkah. Berjalan lebih dulu sembari meninggalkan Maya yang masih saja merasa betah di tempat itu. Memandangi perangai Rudi yang sangat tidak peka akan perasaan, Maya mengeluh geram. Seharusnya kan Rudi membujuk Maya atau mengatakan sesuatu yang menghibur, kenapa dia malah meninggalkan Maya tanpa merasa bersalah sedikitpun? 

Malam yang Gemerlap [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang