23

27 7 6
                                    

PERINGATAN: CERITA INI HANYA DAPAT DINIKMATI UNTUK USIA 17 TAHUN KE ATAS. BEBERAPA ALUR, KATA-KATA KASAR DAN TIDAK PANTAS AKAN HADIR DI CERITA INI. DIHARAPKAN PEMBACA BISA BIJAK DALAM MENERIMA INFORMASI.

CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA.

Jangan lupa untuk follow, vote, komen, dan simpan book ini di perpustakaan favorit kalian yaaw❤️❤️❤️💙💙💙

Jangan lupa untuk follow, vote, komen, dan simpan book ini di perpustakaan favorit kalian yaaw❤️❤️❤️💙💙💙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

23

||• KESEDIHAN YANG MERANA •||
.

.

.

"Apa pun yang terjadi, tolong jangan melakukan hal bodoh ya? Berbahagialah," sela Rudi dengan lirih. Tatapan matanya terlempar kepada Maya, ekspresi wajah Rudi tampak prihatin.

Maya terdiam cukup lama lantas mengulas senyuman lebar, sekilas mengibaskan salah satu tangan di antara udara kosong. Dia tertawa, "ahaha. Ya ampun Rudi, kamu ini bicara apa sih? Aku nggak papa kok, jangan tatap aku begitu dong. Jangan khawatir, aku nggak akan berulah lagi kok."

Hening menerpa mereka. Rudi tak membalas ucapan Maya, tetap pada posisinya. Berat sekali rasanya bagi Rudi untuk meninggalkan Maya tinggal sendirian di rumah itu. Bukannya apa-apa tapi Rudi itu sangat khawatir dengan kondisi Maya, baik secara batin maupun fisik.

Dalam keadaan seperti itu, Maya pasti sedang membutuhkan seorang teman untuk mengeluh bukan? Seseorang yang mampu mendengarkan seluruh keluh kesah yang dirasakan. Lagi pula Rudi sedikit merasa trauma, situasi yang dia rasakan sekarang cukup mirip dengan tragedi yang menimpa dirinya di masa lalu.

Ketika Rudi meninggalkan keluarganya sendirian di tengah kekacauan tanpa memperdulikan siapa pun. Dia meninggalkan anak-anak dan juga istrinya, namun sialnya kemalangan itu terjadi hingga menyebabkan Rudi harus membayar hukumannya.

Rudi tak ingin kehilangan siapa-siapa sekarang. Dia sudah terlanjur peduli pada Maya. Maya itu mirip sekali dengan sifat putra kesayangannya. Memiliki senyuman indah nan lebar layaknya mentari yang bersinar, menghangatkan setiap hati yang dia rasakan. Sikap manja dan rengekannya yang berisik juga mampu menghibur hatinya yang berduka.

Entah ini perasaan apa tapi yang jelas bahwa sekarang Rudi sudah menganggap Maya sebagai orang yang dekat dengannya. Mungkin bisa disebut sebagai sahabat atau apalah namanya. Apa pun itu, intinya Rudi tak ingin mendapatkan kabar yang aneh-aneh lagi dari Maya apalagi ketika dia memutuskan untuk meninggalkannya di rumah itu seorang diri.

"Rudi? Kamu nggak papa? Jangan sedih begitu dong, aku nggak papa kok. Sungguh, jangan mengasihaniku begitu dong. Aku kan bukan pemulung, aku nggak akan berbuat yang aneh-aneh di sini."

Ucapan Maya berhasil mengejutkan Rudi yang tengah sibuk melamun, bergulat dengan pikirannya sendiri. Ternyata sedari tadi Maya mengamati pergerakan dan perubahan ekspresi Rudi ya, maka dari itulah dia akhirnya menyela.

Malam yang Gemerlap [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang