Part 5

45 24 0
                                    

Di koridor sekolah yang ramai, Kesya melangkah dengan cepat, menghindari kerumunan siswa dan siswi yang lalu lalang dengan kegembiraan khas mereka. Suasana di koridor dipenuhi dengan tawa dan obrolan, sementara suara bel yang berbunyi menambah kesibukan di sekitar mereka.

Tiba-tiba, saat Kesya mendekati belokan, sebuah tangan meraih lengannya dengan kuat. Kesya menoleh dan melihat Lucas berdiri di sana, wajahnya pucat dan penuh rasa sakit yang jelas terlihat.

"Tolongin gue?" ucap Lucas dengan suara yang bergetar, matanya menunjukkan ekspresi yang mengisyaratkan kesakitan yang sangat mendalam.

Kesya dapat melihat bahwa Lucas sedang mengalami sesuatu yang serius; napasnya terengah-engah dan dia tampak kesulitan untuk berdiri tegak.

Tanpa membuang waktu, Kesya segera melepas jaketnya dengan gerakan cepat namun terkontrol. Dia memelintir jaket itu dan dengan lembut menutupi kepala Lucas, mencoba memberikan perlindungan dan sedikit rasa nyaman. Kesya tahu bahwa Lucas membutuhkan bantuan segera, dan dia berusaha untuk tidak panik.

"Hang in there, Lucas," (bertahanlah, Lucas), kata Kesyadengan suara lembut.

Kesya mengangkat Lucas perlahan, memapahnya dengan hati-hati agar tidak menambah rasa sakitnya.

Lucas tampak kesakitan, sesekali merintih dan mengerang, tanda bahwa rasa sakitnya sangat parah.

"Gue butuh lo, sakit banget rasanya," ucap Lucas dengan suara yang penuh kepasrahan, setiap kata yang diucapkannya menunjukkan betapa tidak tertahankannya rasa sakit yang dirasakannya.

Ketika mereka mulai bergerak menuju UKS, Kesya berusaha menjaga langkahnya stabil, menghindari gerakan mendadak yang bisa membuat Lucas semakin menderita. Rasa sakit yang dialami Lucas tampaknya sangat intens, dengan napas yang terputus-putus dan tubuh yang bergetar. 

***

Di ruang UKS yang tampaknya sepi dan steril, Kesya dan Lucas memasuki ruangan dengan cepat. Ruangan itu dihiasi dengan dinding berwarna putih bersih dan peralatan medis yang teratur, menciptakan suasana yang tenang namun terasa penuh dengan tanggung jawab.

Hanya ada satu orang di dalam ruangan—Vera, seorang siswa PMR yang berjaga dan tampak terkejut saat melihat keadaan Lucas.

Vera, yang duduk di dekat meja, segera berdiri dengan wajah panik, "Kak, apa perlu gue panggilin Bu Hasna?" tanyanya dengan nada cemas, matanya melebar dan bibirnya sedikit bergetar.

Dia jelas sangat khawatir dengan kondisi Lucas, dan rasa tanggung jawabnya sebagai petugas piket membuatnya merasa tidak nyaman dengan situasi ini.

Kesya, yang sedang berusaha menjaga ketenangan di tengah kekacauan ini, menatap Vera dengan senyuman yang mencoba menenangkan suasana.

"Gak usah, makasih ya. Lo duduk aja, biar Kak Lucas kakak yang urus," jawab Kesya, berusaha memberikan kesan bahwa dia sepenuhnya mengendalikan situasi.

Senyuman Kesya mungkin tidak sepenuhnya menutupi ketegangan yang dirasakannya, tetapi ia berharap itu cukup untuk menenangkan Vera.

Vera tampak ingin berkata lebih lanjut, "Tapi kak..." namun Kesya dengan cepat memutuskan percakapan tersebut.

Dengan gerakan yang pasti dan tegas, Kesya langsung melangkah ke tirai penghalang di sebelah tempat tidur medis. Dia menarik tirai itu dengan gesit dan menutupnya, menciptakan ruang privasi yang dibutuhkan untuk menangani Lucas.

"Maaf ya, Vera, ini privasi. Jadi tolong lo duduk di tempat lo semula," ucap Kesya, menekankan bahwa situasi ini memerlukan privasi. Dia kemudian membaringkan Lucas dengan hati-hati di ranjang, memastikan agar Lucas merasa sedikit lebih nyaman meskipun dia jelas menderita.

Heroin Dan Dunia Fantasi Yang MemikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang