Lucas berdiri di parkiran yang agak gelap, dikelilingi oleh lampu-lampu jalan yang menyala redup. Dia sesekali melirik ke arah gedung tempat Kesya mengikuti bimbingan belajar.
Suara mobil yang berhenti menarik perhatian Lucas, dan dia segera melihat mobil berwarna biru terang berhenti tepat di depannya. Dengan bunyi mesin yang berhenti berdengung, Zio turun dari mobil dengan ekspresi marah yang jelas tergambar di wajahnya.
Zio, dengan gerakan cepat dan tegas, berjalan menuju Lucas. Langkahnya berat dan penuh ketegangan, mencerminkan kemarahannya yang mendalam. Sesampainya di depan Lucas, Zio tidak membuang waktu. Dia langsung menarik kerah baju Lucas dengan keras, mencengkeramnya dengan tangan besar dan kuat. Suara gesekan kain baju yang ditarik dan tekanan pada kerah menciptakan suasana yang semakin menegangkan.
"Jangan mengacau!" teriak Zio, suaranya penuh dengan nada ancaman dan frustrasi.
Lucas, dengan senyum sinis di wajahnya, hanya tertawa kecil mendengar ancaman Zio. Senyum itu adalah campuran antara kesenangan dan penghinaan.
"Wah, kucing yang berlagak menjadi harimau, imutnya," ejek Lucas dengan nada mengejek, matanya yang berbinar dengan kebanggaan mencerminkan rasa tidak pedulinya terhadap kemarahan Zio. Dia mengangkat alisnya, jelas tidak terpengaruh oleh ketegangan yang mengelilinginya.
Zio, yang merasa tersinggung dan dihina oleh komentar Lucas, merasakan kemarahannya semakin membara. Dia mengepalkan tangannya dengan keras, jari-jarinya membentuk kepalan. Tatapannya tajam dan penuh kebencian.
Dia mengangkat tangannya, seolah-olah siap untuk memukul wajah Lucas. Namun, dengan kemarahan yang berkecamuk, dia menahan tangannya di udara, menggertakkan giginya dan akhirnya mendorong Lucas dengan keras.
"Lo harusnya paham sama kondisi lo sendiri. Jangan libatin kita dalam masalah. Kalau lo ketahuan pakai narkotika, Kesya bisa dihukum mati," ucap Zio dengan nada tegas dan penuh ancaman. Suaranya menekan, menambah rasa urgensi dalam peringatan yang disampaikannya.
Lucas, dengan sikap santai dan nada suara yang tenang, menatap Zio dengan senyum sinis di wajahnya. "Semua kecemasan lo itu nggak guna. Kesya bakal tetep aman," ujarnya, suaranya penuh keyakinan.
"You think the big boss will just let Kesya get caught? No way." (Lo pikir bos besar bakal biarin gitu aja Kesya ketangkep? Nggak lah.)
Zio mengerutkan keningnya, merasa frustasi dengan sikap cuek Lucas. "Gue cuma ngingetin lo tentang betapa seriusnya situasi ini," katanya dengan nada yang menegaskan kekhawatirannya. "You need to understand the consequences." (Lo harus ngerti konsekuensinya.)
Lucas tertawa pelan, tampaknya tidak terpengaruh oleh ancaman Zio. "Kesya itu anak emas," ucapnya dengan nada penuh kepastian.
"Her sales aren't measured in grams anymore, but in kilos. And once she's fully matured and reliable, she's going to play a bigger role in the distribution."
(Penjualannya sekarang udah nggak dihitung dalam gram lagi, tapi dalam kilo. Dan nanti, kalau dia udah matang dan bisa diandalkan, dia bakal punya peran lebih gede dalam distribusi.)
Zio terdiam sejenak, matanya menatap Lucas dengan ekspresi campur aduk antara kemarahan dan kebingungan. "Jadi lo yakin banget kalau dia bakal aman? Lo nggak ngerti betapa bahayanya semua ini. Bos besar atau enggak, hukum itu hukum. Narcotics are still illegal and the consequences can be severe." (Narkotika masih ilegal dan konsekuensinya bisa sangat berat.)
Lucas tetap dengan senyumnya yang sinis, sikapnya tidak berubah. "Bos besar pasti punya rencana untuk semua itu," jawabnya, menambahkan nada meremehkan pada suaranya.
"You think Kesya is just some minor player who can be easily sacrificed? She's got more value than that. If problems arise, there's always a solution."
(Lo pikir Kesya cuma anak bawang yang bisa begitu aja dijadiin korban? Dia punya nilai lebih dari itu. Kalau ada masalah, pasti ada jalan keluarnya.)
Zio merasakan kemarahan dan frustasi yang semakin mendalam. "Gue paham kalau Kesya punya peran penting, tapi bukan berarti dia kebal hukum," katanya, suaranya penuh penekanan.
"I just want you to understand the consequences of your actions." (Gue cuma mau lo ngerti konsekuensi dari tindakan lo.)
Lucas mengangguk dengan santai, mengangkat bahu seolah-olah tidak terlalu peduli dengan ancaman yang ada. "Alright, gue ngerti kok," ucapnya. "Tapi lo juga harus ngerti kalau kadang risiko itu bagian dari permainan. Besides, Kesya isn't just anyone," (Lagian, Kesya bukan sembarang orang.)
Zio merasa frustrasi dengan sikap Lucas yang tetap tidak berubah. "Lo nggak akan paham sampai sesuatu terjadi langsung ke lo atau orang yang lo sayangi," katanya dengan nada penuh penekanan. "Jangan sampai lo nyesel nantinya."
Lucas, dengan sikap santai dan senyum sinis, mengangkat bahunya dan berkata, "Yeah, yeah, whatever. I'm heading back now. If you want to wait here, go ahead," ("Ya ya ya, terserah lo. Gue mau balik dulu. Kalau lo mau nunggu disini silahkan.)
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, dia membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam. Mesin mobil berdengung, dan Lucas dengan mudah memutar kemudi, meninggalkan Zio sendirian di parkiran yang kini terasa lebih sepi.
Zio menghela napas dalam-dalam, matanya masih menatap mobil Lucas yang kini sudah jauh dari pandangannya. "Damn it," ia menggerutu.
***
Kesya melangkah keluar dari ruang bimbingan belajar, matanya cepat mencari sosok yang dikenalnya di koridor yang tidak terlalu ramai. Pandangannya langsung tertuju pada Zio, yang tengah duduk bersandar pada kursi di dekat pintu keluar, dengan mata yang terpejam seolah sedang berusaha menenangkan dirinya.
Ketika Kesya mendekat, Zio membuka matanya dan menatapnya dengan ekspresi lelah. Suasana sekitar tampak penuh dengan kesunyian malam yang memudar. Zio, dengan sedikit terkejut, berdiri perlahan dari kursinya.
"Lo ngapain nungguin gue?" tanya Kesya, suara lembutnya memecah keheningan.
Zio mengeluarkan napas berat dan menjawab dengan nada santai namun penuh makna, "Pengen aja."
Dia mencoba tersenyum, tetapi raut wajahnya menunjukkan betapa dunia terasa semakin berat baginya.
"Daripada lo buang-buang waktu, lo harusnya ikut bimbel aja, demi masa depan," kata Kesya, suaranya terdengar lembut namun penuh penekanan.
Zio tertawa kecil, suara tawanya seolah bergema dalam ruang kosong. "Lucu ya, kita bahas masa depan. Padahal kita udah merusak banyak masa depan remaja lain," ujarnya dengan nada sinis, seperti tidak percaya pada ironisnya situasi mereka.
Kesya hanya menghela napas dalam-dalam, matanya menunjukkan keputusasaan yang sama dengan Zio. "Dunia ini memang sekejam itu," jawabnya dengan nada datar. Dia tahu benar bahwa mereka hidup dalam realitas yang keras dan penuh kontradiksi, di mana masa depan seringkali menjadi taruhan dalam permainan yang mereka mainkan.
Kesya dan Zio melangkah keluar dari gedung, dan udara malam yang dingin menyapa mereka dengan lembut. Suasana sekitar mereka begitu sepi, hanya suara langkah kaki mereka yang bergema di koridor yang sepi.
Kesya mengarahkan pandangannya ke jalan, seolah-olah berharap melihat sesuatu yang bisa membantunya melupakan segala kekacauan yang ada. Zio mengikuti di sampingnya, langkahnya terasa berat, seperti bebannya tidak hanya terlihat di bahunya tetapi juga dalam setiap langkah yang dia ambil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroin Dan Dunia Fantasi Yang Memikat
Mystery / ThrillerHeroin, bukan sekadar obat terlarang. Itu adalah pelarian dari rutinitas yang monoton, dari perasaan kosong yang menyesakkan, dan dari tekanan sosial yang menghimpit. Di dunia mereka, heroin adalah jalan pintas menuju kebahagiaan semu-sebuah ilusi...