Part 17

16 15 0
                                    

Hasil tes telah diumumkan, dan sekolah dengan bangga mengumumkan bahwa semua pelajar dinyatakan bersih dari narkotika. Bagi sebagian orang yang tahu kebenaran di balik semua ini, hanya bisa menahan senyum sinis. Kekuatan uang dan kekuasaan benar-benar dapat membungkam banyak hal, menutupi kebenaran di balik tirai yang dipasang dengan rapi.

Koridor sekolah tampak sepi, dengan hanya sedikit siswa yang tersisa setelah pengumuman tersebut. Kesya melangkah perlahan menuju UKS, wajahnya semakin pucat dan matanya mulai blur. Napasnya terasa berat dan sesak, tenggorokannya kering seolah-olah ada sesuatu yang mengganggu pernapasannya. Setiap langkahnya terasa semakin sulit, dan dia berusaha keras untuk menjaga agar tidak jatuh.

Tiba-tiba, suara familiar memanggil dari arah belakang. "Sya," terdengar suara Lucas yang penuh kekhawatiran.

Kesya menyandarkan tangan pada dinding dan melihat ke belakang. Lucas, bersama beberapa teman sekelasnya yang tampaknya hendak pergi ke lapangan, menghampirinya dengan ekspresi penuh kepanikan.

"Lo kenapa?" tanya Lucas, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Dia bergerak cepat mendekati Kesya, menyadari betapa buruknya keadaan gadis itu.

Tanpa menunggu jawaban dari Kesya, Lucas segera mengangkatnya dengan lembut namun tegas. "Izin gendong ya," katanya.

Tanpa memberi kesempatan bagi Kesya untuk menolak, Lucas langsung menggendongnya dengan hati-hati, memastikan agar Kesya merasa nyaman dan aman dalam pelukannya.

Lucas membawa Kesya dengan langkah cepat menuju UKS, berusaha agar dia sampai di sana secepat mungkin. 

Sabrina berdiri di sebelah Olivia, matanya terus mengikuti pergerakan Lucas yang menggendong Kesya menuju UKS. Dengan nada sinis, Sabrina menyampaikan, "Kayaknya Lucas sesuka itu sama Kesya. Kayaknya lo nggak ada harapan deh," sambil melirik Olivia yang terlihat semakin tidak nyaman.

Olivia hanya diam, matanya menyipitkan tatapan tajam pada Lucas dan Kesya, mencoba menyembunyikan ketidakpuasan dan frustrasinya. Ekspresi Olivia menandakan bahwa dia merasa sakit hati, namun dia memilih untuk tidak merespons komentar Sabrina.

Melihat reaksi Olivia, Sabrina tidak berhenti di situ. Dengan nada penasaran dan sedikit menekan, dia melanjutkan, "Lo harusnya sama Ezra aja. Apa sih kurangnya dia? Kenapa lo malah suka sama orang yang jelas-jelas nggak suka sama lo?"

Sabrina sepertinya tidak bisa memahami mengapa Olivia begitu terjebak dalam perasaan yang jelas-jelas tidak terbalas. Baginya, Ezra adalah pilihan yang lebih rasional.

Dia memiliki semua kualitas yang dianggap ideal—baik, perhatian, dan stabil. Sementara Lucas, meski sering menunjukkan perhatian, tampaknya lebih tertarik pada Kesya, yang justru menjadikannya sebagai objek ketertarikan yang sulit dijangkau.

Olivia menghela napas panjang, merasakan tekanan dari komentar Sabrina. Di dalam hati, dia tahu betul bahwa perasaan tidak selalu berjalan sesuai dengan logika. Terkadang, meskipun seseorang tampaknya lebih cocok atau lebih ideal, hati tidak selalu mengikuti rasio. Keterikatan emosional sering kali sulit dijelaskan, apalagi dipilih dengan rasionalitas semata.

***

Setelah obat diberikan, Kesya berbaring di ranjang di UKS, merasakan efek obat mulai meresap ke dalam tubuhnya. Lucas duduk di kursi samping tempat tidur, wajahnya penuh kekhawatiran. 

Tirai di sekeliling UKS tidak ditutup sepenuhnya, membiarkan ruangan tetap terbuka untuk menghindari gosip dan memberikan kesan transparansi. Bu Hasna, dokter sekolah, sedang berada di dekat meja.

Dengan suara pelan, Lucas membisikkan, "Sya, lo nggak makek kan?" Suaranya penuh kecemasan, mencoba memastikan bahwa Kesya tidak terlibat dengan barang-barang terlarang meskipun dia tahu bahwa Kesya adalah seorang bandar.

"I know you're a dealer, but I hope you haven't used any of that stuff." (Gue tahu lo bandar, tapi gue berharap lo nggak sampai terpakai barang itu.)

Kesya memejamkan matanya, mencoba mengendalikan rasa sakit yang terasa menyebar. "Gak lah, gue kemarin ketemu sama ayah gue. Udah biasa, pasti ujungnya gue ngerasa sakit semua tapi gak tau sakitnya apa di mana," jawabnya dengan nada lelah namun jujur.

Lucas diam sejenak, matanya terus memantau keadaan Kesya, merasa tidak nyaman dengan penjelasan itu. Setelah beberapa detik, dia akhirnya membuka mulutnya lagi, mencoba menjembatani rasa penasaran dan kepeduliannya.

"Actually, I'm curious about your father and your family. Because you never talk about it, and I haven't looked into it since it's your privacy."

(Sebenernya gue penasaran siapa ayah lo dan keluarga lo. Karena lo nggak pernah cerita, dan gue juga nggak nyari tau karena itu privasi lo.)

Kesya hanya diam, meresapi kata-kata Lucas tanpa memberikan jawaban lebih lanjut. Dalam hati, dia tahu bahwa banyak hal yang tidak bisa dan tidak seharusnya dia ceritakan. Tidak hanya Lucas, bahkan Zio pun tidak tahu sepenuhnya tentang latar belakang dan dinamika keluarga Kesya. Ada banyak rahasia yang tersembunyi di balik kehidupan yang tampak di permukaan.

Lucas melanjutkan dengan penuh kepedulian, "Dari yang gue tangkep, kayaknya hubungan lo sama ayah lo nggak baik ya? Sampai setiap kali lo habis ketemu ayah lo, lo langsung drop."

Kesya menghela napas panjang, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan tanpa membuka terlalu banyak. "Sebenernya udah mulai membaik," jawabnya pelan, suaranya penuh dengan kerentanan.

"But because of bad memories, it's still tough. Sometimes, old memories still haunt me and make everything harder."

(Tapi karena ada ingatan buruk, jadi yah gitu lah. Kadang-kadang, kenangan-kenangan lama masih menghantui dan bikin semua jadi lebih berat.)

"Bad memories? Kalau itu mah gue banyak," ucap Lucas, mencoba membebaskan suasana dengan tawa yang sedikit dipaksakan.

Dia bersandar di kursi, tubuhnya sedikit membungkuk, menandakan kelelahan yang tidak bisa sepenuhnya disembunyikan.

Kesya membuka matanya, menatap Lucas yang kini tersenyum lebar. Senyum itu, meski tampak ceria, menyembunyikan kedalaman dari rasa sakit dan perjuangan yang dia hadapi. Lucas tertawa ringan, seolah mencoba menganggap remeh semua beban yang dia bawa.

"Please don't make it a competition of misfortunes," (Tolong jangan adu nasib), pinta Kesya dengan nada lembut, mencoba menjaga percakapan tetap ringan meskipun dia tahu betapa beratnya beban yang dihadapi Lucas.

Lucas menahan senyum dan merespons dengan nada bercanda, berusaha mengubah suasana hati mereka. "Padahal gue pengen cerita loh." Suaranya menunjukkan keinginan untuk berbagi, namun dia menyadari bahwa momen ini belum tentu tepat.

Kesya tertawa kecil, sebuah tawa yang lebih banyak untuk meredakan ketegangan daripada benar-benar menikmati humor Lucas. "Cerita nanti aja, jangan di sekolah. Kalau lo nangis bisa heboh ntar."

 "Iya lah, gue kan populer," bangga Lucas, "Oh iya, kalau Zio tahu lo bakalan main lagi bareng gue, pastinya dia bakal ngamuk," lanjut Lukas dengan nada bercanda. Senyumnya yang lebar dan ceria tampak sedikit dipaksakan

 "Gue heran sama kalian berdua, kerjaannya ribut mulu, adu argumen nggak selesai-selesai. Tapi kalau bahasa strategi, kompak bener," ucap Kesya sambil mengangkat alis, seolah mengamati keseriusan dari semua drama yang ada di sekitarnya.

"Biasalah. Demi keamanan bersama. Kita berdua tuh sepakat kalau di sekolah kayak musuh bebuyutan yang memperebutkan lo."

Kesya mengangkat alis, mengamati Lucas dengan tatapan yang lebih tajam. "Jadi cuma buat konsumsi publik ya? Gue kira kalian berdua beneran suka sama gue. Hampir aja baper." Kata-katanya disampaikan dengan nada main-main.

Lucas terdiam sejenak, senyumnya perlahan memudar, dan ekspresi wajahnya berubah menjadi lebih serius. Ruangan yang tadinya dipenuhi canda tawa kini terasa lebih sunyi, hanya dipecahkan oleh bunyi detak jam di dinding yang seolah mempertegas momen tersebut.

"Kalau untuk suka itu beneran tau," ucap Lucas dengan nada yang lebih dalam dan serius. 

Suaranya menggantung di udara, menambah intensitas percakapan mereka. Kata-katanya membuat Kesya terkejut, matanya melebar sedikit seiring dengan pemahaman mendalam tentang perasaan yang baru saja diungkapkan.

Heroin Dan Dunia Fantasi Yang MemikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang