Part 26

11 9 0
                                    

Kesya menatap Ezra dengan penuh perhatian, melihat ekspresi kebingungan dan kegalauan di wajahnya. Ezra duduk di kursi, menatap keluar jendela dengan tatapan kosong, terbenam dalam pikirannya sendiri.

Suara kendaraan dan keramaian di luar jendela tidak cukup mampu mengalihkan pikirannya dari kekacauan yang dia rasakan.

"Sebentar, gue minta maaf ya, kalau misalnya omongan gue nyakitin," ucap Kesya dengan nada lembut, mencoba meredakan ketegangan yang ada.

"Lo beneran gak tahu kondisi sekolah sebenernya gimana? Maksud gue, lo kan anak pemilik sekolah. Harusnya lo lebih tahu," tanya Kesya, menatap Ezra dengan serius.

Kesya merasa bahwa Ezra berhak tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi di belakang layar.

Ezra mengangkat gelas jus alpukatnya, menyesapnya perlahan sebelum menjawab. "Ayah gue ngasih informasi yang baik-baik dan yang buruk-buruk selalu terfilter," ujarnya dengan nada yang agak datar.

Sepertinya dia sudah terbiasa dengan situasi di mana informasi yang diterimanya selalu terjaga untuk menjaga citra dan ketenangan.

Kesya mengangguk, merasa sedikit miris dengan situasi tersebut. "Kayaknya ayah lo gak mau lo tau buruknya dunia kayak gimana," komentarnya.

Mungkin Kesya merasa ada sesuatu yang tragis tentang bagaimana ayah Ezra berusaha melindunginya dari kenyataan, sambil membuatnya terjebak dalam pandangan yang tidak lengkap tentang dunia.

Ezra menghela napas panjang, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Kesya. "Iya gitulah. Tapi gue juga tau kok dunia luar kayak gimana. Gue kan juga suka balapan," katanya, tersenyum kecil seolah menegaskan bahwa dia memiliki pemahaman tentang realitas dunia yang lebih keras.

Kesya terlihat sedikit terkejut, kemudian tersenyum. "Ayah lo gak marah?" tanyanya, merasa bahwa pertanyaan ini mungkin agak lucu tapi juga relevan untuk memahami lebih jauh hubungan Ezra dengan keluarganya.

Ezra tertawa ringan, "Enggak lah. Karena gue bisa jaga diri dan pergaulan gue." Suaranya penuh dengan rasa percaya diri, seolah dia tahu persis bagaimana menavigasi dunia luar tanpa terjerumus dalam masalah yang lebih besar.

"Keren-keren," ucap Kesya, terkesan dengan sikap Ezra.

Ezra tertawa ringan, "Iya lah, gue kan memang keren." Dia melemparkan senyum percaya dirinya yang khas, yang membuat Kesya merasa bibirnya kedutan.

Ezra jelas-jelas memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi, dan hal itu cukup terasa mengganggu namun juga menarik perhatian.

"Oh iya, gue mau nasehatin lo," ucap Ezra tiba-tiba dengan nada serius. Kesya menoleh ke arah Ezra, siap mendengar.

"Lo mendingan jangan pacaran dan lebih selektif lagi kalau mau deket sama cowok," lanjut Ezra, menatap Kesya dengan tatapan yang penuh perhatian. "Jangan sampai lo terjebak dalam hubungan yang cuma bakal bikin lo sakit hati."

Kesya berpikir sejenak, mencerna kata-kata Ezra. "Gue gak ada niatan pacaran. Dan cowok yang deket sama gue cuma dikit," jawabnya dengan nada yang tegas, menunjukkan bahwa dia memang tidak terlalu terlibat dalam hubungan romantis.

Ezra bersandar pada kursinya, matanya tetap tertuju pada Kesya dengan serius. "Sebaiknya lo jaga jarak dari Zio dan Lucas," nasihat Ezra dengan nada yang penuh kehati-hatian. "Mereka berdua nggak baik. Zio itu friendly ke cewek, tapi kalau lo sama dia, yang ada lo bakal sakit hati. Dia punya cara sendiri untuk mendekati orang, dan kadang itu nggak jujur."

Kesya mendengarkan dengan seksama, merasakan kekhawatiran Ezra. "Dan kalau Lucas?" tanyanya, penasaran dengan penilaian Ezra tentang Lucas.

Ezra melanjutkan, "Lucas memang kelihatan secerah matahari tawanya. Tapi bisa aja kan, ada tawa gelap yang dia sembunyikan. Jangan sampai lo terjebak dalam ilusi bahwa semuanya baik-baik saja hanya karena dia selalu kelihatan ceria."

"Lo ngomong gitu bukan karena Olivia suka sama Lucas kan?" tanya Kesya, suaranya mengandung kecurigaan.

Ezra menjawab cepat, "Gak lah." Nada suaranya menunjukkan keengganan untuk memperpanjang isu yang tak diinginkan.

Kesya mengangkat alis, mengamatinya dengan penuh perhatian. "Bisa aja kan? Lo kan tahu Lucas suka sama gue. Jadi lo deketin gue supaya Olivia bisa deket sama Lucas. Karena gue udah termakan omongan lo kalau Lucas gak baik dan gue benci sama dia," ucap Kesya dengan nada penuh kecurigaan.

Ezra merasa kaget dan sedikit bingung mendengar pernyataan Kesya yang begitu kompleks.

"Dan setelah itu, Lucas juga benci sama gue. Dan akhirnya Lucas sadar kalau ada orang yang suka sama dia, Olivia. Dan setelah mereka bersama, lo"—Kesya menunjuk Ezra dengan dramatis—"lo ninggalin gue," ucapnya, nada dramatisnya.

Ezra menatap Kesya dengan ekspresi campur aduk—terkejut, bingung, dan sedikit tertekan.

"Kesya, serius deh, itu gak ada hubungannya sama sekali. Gue cuma kasih tahu lo tentang mereka karena gue pikir lo perlu tahu aja. Gak ada niat jahat atau apapun di baliknya."

Ezra menatap Kesya dengan ekspresi campur aduk—terkejut, bingung, dan sedikit tertekan. Lampu-lampu kafe yang lembut memantulkan cahaya pada wajah Ezra, menambah kesan ketidaknyamanannya.

"Kesya, serius deh, itu gak ada hubungannya sama sekali. Gue cuma kasih tahu lo tentang mereka karena gue pikir lo perlu tahu aja. Gak ada niat jahat atau apapun di baliknya."

Kesya mengamati Ezra dengan tatapan tajam, mencoba memahami situasi ini lebih dalam. "Gue ngerti, Ez. Lo itu sesuka itu sama Olivia sampai rela mau menyatukan dia sama orang yang dia suka. Tapi nggak gini caranya. Lo baik ke dia, tapi lo jahat ke gue."

Ezra terlihat semakin bingung, seolah-olah dia mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang baru saja didapatnya. "Gue nggak ada niatan nyakitin siapapun. Gue ngomong buat lo jaga jarak dari Zio dan Lucas karena mereka bukan cowok baik-baik."

Kesya terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Ezra. "Maksud lo?"

Ezra celingukan, memastikan tidak ada orang lain yang mendengarkan percakapan mereka. Dengan wajah serius, dia mendekatkan dirinya ke Kesya. "Sini deketin kuping lo," pintanya dengan nada hampir berbisik.

Kesya merasa gugup, tapi dia mengikuti permintaan Ezra. Dia mendekatkan telinganya ke mulut Ezra, sedikit ragu-ragu.

"Gue dapet dari ayah gue, kalau Lucas itu pecandu dan Zio itu pembunuh," bisik Ezra, suaranya pelan namun jelas.

Kesya terkejut dan langsung menjauh, membuat kursinya berderit keras. Wajahnya berubah pucat, dan dia tampak sesak napas sejenak. "Apa?!" teriaknya hampir tanpa sadar.

Ezra buru-buru meraih tangan Kesya, mencoba menenangkannya. "Sya, lo tenang," ucapnya, tampak cemas melihat reaksi Kesya. "Gue nggak mau lo panik. Ini informasi yang harus lo simpan sendiri, demi kebaikan lo."

Kesya masih merasakan getaran dari kabar yang baru saja didengarnya. Dengan wajah penuh kebingungan, dia menatap Ezra. "Ini beneran? Jadi gosip tentang manipulasi hasil tes itu beneran?"

Ezra menghela napas, wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan. "Gue gak bisa bilang iya atau tidak dengan pasti. Hasil tes sebenarnya tidak dimanipulasi secara langsung. Tapi, penyampaian hasilnya dan siapa yang sebenarnya terlibat, itu adalah hal yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu di dalam sekolah."

Suara bising kendaraan di luar terasa jauh dan samar-samar. Dia mencoba mencerna semua informasi ini, rasanya seperti potongan puzzle yang sulit disatukan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Heroin Dan Dunia Fantasi Yang MemikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang