Ruangan guru pagi itu tampak sepi, mengingat jam pelajaran telah dimulai dan sebagian besar guru sedang berada di kelas. Kesya berdiri di sudut ruangan, mengamati Bu Lia yang sibuk mencari-cari kertas di meja kerjanya yang dipenuhi berbagai dokumen.
"Sebentar ya, perasaan tadi itu kertasnya saya taro di sini," ucap Bu Lia sambil mengacak-acak tumpukan kertas di meja dengan sedikit frustrasi.
Wajahnya menunjukkan ketidaksabaran, dan dia terus mencari dengan seksama, tampak seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.
"Iya, Bu," jawab Kesya, sambil melirik sekeliling ruangan dengan rasa ingin tahu.
Suasana sepi di ruangan guru ini memberi Kesya kesempatan untuk melihat lebih jauh dari jendela, dan matanya tiba-tiba menangkap sosok seseorang berpakaian formal yang baru saja keluar dari ruang kepala sekolah.
"Maaf, Bu, itu siapa ya yang baru keluar dari ruang kepsek?" tanya Kesya, suaranya penuh rasa penasaran.
Dia memperhatikan pria yang mengenakan jas hitam dan dasi, diikuti oleh beberapa bodyguard yang berdiri di sampingnya. Mereka tampak serius dan berwibawa.
Bu Lia melihat ke arah jendela, matanya mengikuti sosok pria yang sedang berjabat tangan dengan Kepala Sekolah. "Oh, itu Pak Burhan. Dia adalah tangan kanan Pak Fadli, ayahnya Ezra," jelas Bu Lia sambil melanjutkan pencariannya yang tampaknya agak putus asa.
"Dia memang sering ke sini untuk mengecek keadaan sekolah. Ya, walaupun sudah ada petugasnya sendiri, tetap aja mereka lebih percaya kalau orang kepercayaannya sendiri yang turun tangan."
Kesya memperhatikan Pak Burhan dan bodyguard-nya yang sedang berjalan keluar dengan sikap penuh wibawa. Dia merasa ada sesuatu yang mencurigakan atau setidaknya berbeda dari biasanya tentang kehadiran mereka. Saat Bu Lia akhirnya menemukan kertas yang dicari, dia menyerahkannya kepada Kesya.
"Ini tugasnya. Nanti dikumpul aja di meja Bu Ana," ucap Bu Lia, sambil menyerahkan kertas tersebut dengan wajah yang sedikit lega.
"Makasih, Bu," balas Kesya, menerima kertas tersebut dengan sopan.
Setelah menerima kertas itu, Kesya melangkah keluar dari ruangan guru. Ketika dia melintasi lorong sekolah, dia berpapasan dengan Pak Burhan dan bodyguard-nya yang baru saja meninggalkan ruang kepala sekolah. Kesya melihat mereka dengan tatapan penasaran. Keberadaan mereka di sekolah, terutama dengan pengawalan ketat, tampaknya tidak biasa.
Saat mereka melewati Kesya, dia masih memperhatikan Pak Burhan dan bodyguard-nya yang berjalan menuju pintu keluar sekolah. Dalam ketertarikan yang mendalam, tanpa sadar dia menekan sedikit kertas di tangannya. Tindakan tersebut tidak terlalu mencolok, namun menunjukkan betapa terbesitnya pikiran dan rasa ingin tahunya tentang apa yang sedang terjadi di balik kehadiran Pak Burhan.
***
Setelah memberitahu teman-temannya tentang tugas yang dititipkan oleh Bu Ana, Kesya melangkah cepat menuju toilet dengan tujuan awal untuk mencuci tangan dan bersiap untuk kembali ke kelas. Namun, dengan pikirannya yang penuh kecemasan, dia memutuskan untuk mengubah arah menuju lapangan voli. Dia tahu Zio sedang berada di sana karena jam pelajaran olahraga, dan dia merasa perlu berbicara dengan seseorang yang bisa dipercaya.
Ketika Kesya tiba di ujung lapangan voli, suasana terasa kontras antara kelelahan dan energi. Sementara para siswa yang lain berlari dan melompat, Kesya melihat Zio duduk di bangku kayu, tampak lelah dan basah oleh keringat.
Pakaian olahraganya yang biasanya kering kini terlihat lembab dan menempel pada tubuhnya. Peluh menetes dari dahinya, dan dia tampak sedikit tidak nyaman namun santai, duduk dengan sikap yang mencoba menikmati istirahat sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroin Dan Dunia Fantasi Yang Memikat
Mystery / ThrillerHeroin, bukan sekadar obat terlarang. Itu adalah pelarian dari rutinitas yang monoton, dari perasaan kosong yang menyesakkan, dan dari tekanan sosial yang menghimpit. Di dunia mereka, heroin adalah jalan pintas menuju kebahagiaan semu-sebuah ilusi...