Di pagi yang dingin dan suram, suasana sekolah terasa lebih tegang dari biasanya. Sejak awal hari, berita tentang tes urine mendadak telah menyebar seperti api di padang rumput, menyebabkan kekacauan di seluruh area sekolah. Para siswa berlarian, tampak cemas dan gelisah, sementara petugas keamanan dan pengawas bersiaga di setiap sudut, seolah-olah mengawasi setiap langkah mereka.
Di lapangan yang luas, kelompok siswa berdiri dalam barisan panjang, wajah mereka menunjukkan berbagai ekspresi — mulai dari kebingungan hingga ketidaknyamanan. Beberapa siswa saling berbisik dengan penuh kekhawatiran, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Tenda-tenda putih dan meja pemeriksaan didirikan di sepanjang tepi lapangan, sementara beberapa petugas medis dan staf sekolah sibuk mempersiapkan peralatan.
Arwan, dengan ekspresi tegang di wajahnya, mengajukan pertanyaan kepada Ezra sambil melirik sekeliling. "Ez, kok lo nggak kasih tau kita kalau bakal ada pemeriksaan urine?" tanyanya dengan nada kecewa.
Ezra, yang terlihat agak lelah dan tertekan, menggelengkan kepalanya. "Gue juga baru tau," jawabnya dengan nada pasrah. Dia merapikan kerah bajunya, mencoba menyembunyikan rasa frustrasinya. Tangannya terlihat sedikit bergetar saat dia mengecek ponselnya, berharap ada berita terbaru tentang situasi tersebut.
Dion, yang berdiri di samping Ezra, mengerutkan dahi sambil memeriksa sekeliling. "Tapi kenapa mendadak gini ya? Padahal kan biasanya cuma sosialisasi dong, bukan tes urine. Apa ada anak sekolah kita yang pakai itu?" tanyanya dengan nada curiga, matanya berkeliling mencari tanda-tanda yang bisa menjelaskan kekacauan ini.
Arwan mengangguk setuju, menambahkan, "Kalau pun ada, pasti udah booming. Semua orang bakal tahu."
Dion mengerutkan dahi, mengalihkan pandangannya ke arah barisan petugas yang sibuk. "Yang sekolah di sini kan pada kaya-kaya. Kalau mau nutup berita, gampang aja," ucapnya, matanya melirik beberapa petugas keamanan yang tampak sibuk memantau.
Tiba-tiba, Dion mengalihkan pertanyaannya kepada Ezra, "Sekolah dapet berapa bagian?" Suaranya terdengar serius, mengisyaratkan rasa curiga yang mendalam.
Raut wajah Ezra langsung berubah menjadi tidak suka, seolah dia baru saja mendengar tuduhan serius.
"Sekolah ini nggak main trik kayak gitu," jawab Ezra dengan nada tegas dan serius.
Suaranya bergetar dengan emosi yang jelas terlihat. Dia sudah sangat kesal dengan banyaknya gosip miring yang beredar tentang sekolah yang dikelola oleh keluarganya, yang katanya memiliki bisnis gelap di balik gedung pendidikan yang seharusnya untuk mencerahkan masa depan.
"Mau sekaya apapun lo, kalau lo goblog nggak akan bisa masuk ke sekolah ini dengan cara suap."
Dion, yang berdiri di sampingnya, mengerutkan dahi dan mengangguk pelan. Namun, nada suaranya tetap curiga. "Tapi faktanya dilapangan sekolah nggak akan biarin berita buruk keluar dari area ini karena bisa merusak reputasi sekolah," ucap Dion, dengan nada skeptis.
Ezra menatap Dion dengan tajam, seolah mencoba menembus jiwanya dengan tatapan tersebut. "Kalaupun ada yang positif pengguna narkotika, sekolah juga nggak akan nutupin itu," lanjut Ezra dengan tegas. "Dan bakalan diselidiki tentang asal benda itu. Kami serius tentang integritas dan kesehatan siswa di sini. Kami nggak akan membiarkan hal-hal seperti ini merusak reputasi kami tanpa melakukan tindakan yang tepat."
Di tengah perdebatan ini, Arwan berusaha menenangkan situasi dengan berbisik pelan, "Udah, jangan ribut. Kita harus fokus pada tes ini dan pastikan semuanya beres."
Namun, bisikan Arwan tampaknya tidak banyak memengaruhi Dion, yang tetap berkeras dengan pandangannya. "Gue cuma khawatir aja," katanya. "Kalau ada masalah, pasti bakal jadi gosip gede dan merusak nama baik semua orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroin Dan Dunia Fantasi Yang Memikat
Mystery / ThrillerHeroin, bukan sekadar obat terlarang. Itu adalah pelarian dari rutinitas yang monoton, dari perasaan kosong yang menyesakkan, dan dari tekanan sosial yang menghimpit. Di dunia mereka, heroin adalah jalan pintas menuju kebahagiaan semu-sebuah ilusi...