Part 20

13 12 0
                                    

 Kesya, dengan rambut hitamnya yang sedikit acak-acakan, duduk dengan santai namun tampak lelah. Dia sedang mengunyah keripik kentang dengan gerakan monoton, seolah-olah makanan itu tidak memberikan kepuasan apa pun lagi.

Lucas, di sisi lain, terlihat sangat berbeda dari biasanya. Dia bersandar pada sofa dengan punggung menempel erat pada sandaran, matanya tertutup dengan tangan yang menutupi wajahnya.

Dia meminum soda dari botol plastik yang tampaknya sudah hampir kosong, mengambil tegukan demi tegukan seolah itu adalah satu-satunya cara untuk mengatasi kesedihan yang mendera hatinya.

"Sya," Lucas memulai dengan nada suara yang lemah, "I want to ask. You're rich, why sell drugs and all that?" (Gue mau tanya. Lo kan udah kaya, kenapa jual putaw dan lainnya?)

Pertanyaan itu disampaikan dengan nada lelah, seolah Lucas sudah terlalu sering memikirkan hal ini dan akhirnya memutuskan untuk bertanya langsung pada Kesya. Suaranya bergema dalam keheningan yang menggelayuti ruang itu.

Kesya mengunyah keripik kentangnya dengan santai, seolah-olah hal yang sedang dibicarakan adalah hal sepele, padahal sebenarnya, itu adalah inti dari perasaannya yang terpendam dalam-dalam.

"Actually, I didn't want to get into this world (Sebenernya gue gak mau masuk ke dunia ini). Gue pengen hidup tenang, jauh dari semua kekacauan ini," lanjutnya dengan nada yang seolah-olah berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Tapi, begitu gue terseret ke dalam lembah ini, hidup gue jadi gak pernah tenang. Selalu ada rasa was-was, curigaan, dan ketakutan yang mengikutiku ke mana pun gue pergi. Takut ada yang berkhianat, takut barang-barang gue dipakai orang sampai overdosis, takut ketangkap,"

"Ya walaupun gue tau bakalan ditebus," lanjut Kesya, "tapi tetep aja gue takut. Gue pengen berhenti tapi gue gak bisa. Hidup gue bukan milik gue doang. Dan dalam dunia bisnis ini gue ditekan supaya menghilangkan empati. But unfortunately, sometimes my empathy betrays me," (Tapi sayangnya kadang empati gue menghianati gue.)

Dengan gerakan lamban, Kesya mengambil sepotong keripik kentang lainnya dan memasukkannya ke mulutnya tanpa semangat.

"I want to tell them," (Gue pengen bilang ke mereka), Kesya melanjutkan, "tolong stop nyabu, stop pake putaw dan obat-obatan terlarang. Tapi itu cuma omong doang, karena pada akhirnya guelah yang memberikan itu semua."

Kesya menutup matanya sejenak, seolah mencoba menepis bayangan-bayangan kelam yang mengganggu pikirannya. 

"Sometimes I wonder if it all means anything? (Kadang gue mikir, apakah ada artinya semua ini?) Gue udah nyemplung terlalu dalam. Setiap kali gue mau keluar, pasti ada aja yang menarik gue kembali ke dalam. Gue ngerti risikonya, dan gue tau kalau gue terus-terusan di sini, gue bakal makin jauh dari apa yang gue pengen."

Suara detak jam di sudut ruangan terasa menyiksa, seolah mengejek keputusasaannya. Kesya menghela napas dalam, seolah beban emosionalnya membuatnya sulit untuk bernapas dengan lega.

Lucas menggumamkan kata-katanya dengan nada keputusasaan, suaranya terdengar lemah dan penuh rasa bingung. "So this isn't what you wanted, right?" (Jadi ini bukan keinginan lo, ya?) 

Kesya hanya bisa menatap ke arah Lucas dengan mata yang penuh dengan keletihan. Tidak ada jawaban yang bisa memberinya kepastian, hanya keheningan yang menggantung di udara. 

Lucas melanjutkan dengan suara yang semakin penuh rasa sinis, "Pantes aja, gue suka heran sama lo dan Zio. Kalian kadang kejam, kadang juga punya sisi kemanusiaan. Kalau memang niatan bisnis narkotika harus hilangin rasa kemanusiaan, kalian aneh."

Lucas tertawa kecut, suaranya penuh dengan kepahitan. "Selling while advising people to stop using the stuff you're offering... that's truly strange. It's like you know how bad what you're doing is, but you still do it all." 

Heroin Dan Dunia Fantasi Yang MemikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang