Part 21

15 13 0
                                    

Malam Minggu yang hangat, suasana pesta yang diadakan Laras terasa meriah dan penuh semangat. Vila yang dipilih untuk acara tersebut dipenuhi dengan lampu-lampu berwarna-warni yang berkelap-kelip, menciptakan pola-pola cerah di dinding dan lantai.

Musik yang memekakkan telinga berdentum dengan ritme yang mengajak semua orang bergerak. Gelas-gelas berisi minuman berwarna-warni berseliweran di antara tangan-tangan yang bersuka ria. Aroma alkohol dan parfum bergabung dalam satu kesatuan yang membuat udara terasa lebih berat dan penuh gairah.

"Dunia udah sebebas ini," batin Zio, "bahkan minum alkohol kayak minum air putih." Hati Zio terasa berat, seolah semua yang ada di sekelilingnya tidak lebih dari sebuah kebisingan yang tidak berarti.

Laras, yang mengenakan gaun malam yang mencolok dan penuh warna, menghampiri Zio dengan langkah ringan. Dia duduk di sampingnya dengan senyum yang penuh percaya diri.

"What are you thinking about?" (Lo mikirin apaan sih?), tanya Laras, dengan nada santai yang sedikit mengganggu. "Jangan bilang lo lagi mikirin Kesya yang ke pasar malam bareng Lucas?"

"She's such a boring girl, not fun to hang out with," (Dia gadis yang sangat membosankan, tidak menyenangkan untuk diajak hangout), kata Laras, seolah sudah mengenal Kesya dengan sangat baik. 

"She probably just goes to the library and study room. She's so dull." ("Dia mungkin hanya pergi ke perpustakaan dan ruang belajar. Dia sangat membosankan.)

Zio tertawa, suara tawanya terdengar kering dan tidak sepenuhnya tulus. Baginya, ada sesuatu yang sangat lucu dan ironis dari komentar Laras.

"Kenapa ketawa?" tanya Laras, mengerutkan keningnya dan menatap Zio dengan penuh curiga.

"Nothing, just found it funny," (Gak, cuma ngerasa lucu), jawab Zio sambil mengusap matanya. "Gue suka kok bareng dia di perpustakaan dan ngobrolin banyak hal di ruang belajar. Dia tuh seseru itu dan memacu adrenalin."

Laras mendekat, matanya bersinar dengan sinar tantangan. Dia menyentuh pipi Zio dengan lembut, senyum menggoda menghiasi wajahnya. "Adrenaline-pumping? Want to make your adrenaline race even more?" (Seru banget? Mau nambahin dosis serunya lagi?), tanya Laras, nada suaranya menandakan sebuah tantangan yang tersirat.

Zio memegang tangan Laras dengan lembut namun tegas, menjauhkan sentuhan itu dari wajahnya. "Gue ke toilet dulu," katanya, berusaha nunjukin kalau dia santai padahal sebenarnya enggak nyaman.

Saat Zio meninggalkan Laras dan bergerak menuju toilet, Laras hanya tersenyum penuh arti. "Makin gereget sama dia," ucapnya dengan nada penuh keyakinan, menatap ke arah Zio yang pergi. 

***

Zio mengeringkan tangannya dengan cepat, mencoba menenangkan diri setelah melihat pemandangan yang tidak terduga. Di depan cermin, dia melirik ke arah pintu toilet yang sedikit terbuka. 

Zio melangkah pelan menuju pintu toilet yang sedikit terbuka. Pintu tersebut berderit pelan saat dia dorong, membuka pandangan ke dalam ruangan yang lebih suram. Abel terkulai di atas closet dengan posisi tubuh yang tidak wajar. Mata Abel terpejam rapat, dan tubuhnya tampak kaku. Zio merasakan denyut jantungnya meningkat saat melihat pemandangan yang mengkhawatirkan ini.

"Dia mixing drugs, gak liat kondisi fisik dulu," gumamnya, suaranya nyaris berbisik.

Zio merasa ketegangan memuncak saat dia mendekati toilet, mengetahui bahwa Abel tidak lagi bernyawa. Melihat jarum suntik tergeletak di lantai dan kondisi Abel yang tak bernyawa, rasa panik menyebar dengan cepat di seluruh tubuhnya. Dia tahu bahwa kehadirannya di tempat kejadian bisa menjadi masalah besar, jadi dia tidak punya waktu untuk berlama-lama disini.

***

Kesya berdiri di depan pintu rumahnya, wajahnya menunjukkan kemarahan yang sulit disembunyikan, dengan baju tidur bergambar Doraemon yang mencolok.

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, dan suasana di luar tampak sepi dan tenang, jauh dari hiruk-pikuk yang biasa terjadi pada malam-malam seperti ini.

Zio berdiri di ambang pintu dengan pakaian formal yang sudah sedikit kusut. Jasnya yang biasanya rapi sekarang tampak tidak teratur, dan dasinya terlepas sedikit dari kerah. Aroma alkohol yang kuat dan parfum yang berlebihan menciptakan jejak yang mengganggu di udara malam

 "Do you realize it's midnight? It's a new day already!" (Lo sadar gak sih, udah tengah malam? Udah ganti hari!) keluh Kesya, matanya menatap tajam seolah menuntut perhatian.

"I didn't check the time," (Gue gak cek waktu), katanya. 

"Terus buat apa pake jam mahal kalo cuma buat pamer?"  sindir Kesya, suaranya penuh dengan nada ketidakpuasan. Dia memiringkan kepalanya, menilai Zio dengan tatapan sinis. "Ini udah jam dua belas malam! Gue udah tidur, dan lo datang dengan bau alkohol yang menyengat!"

Kesya dan Zio melangkah menuju ruang tamu yang terang, meninggalkan kesunyian malam di luar. Kesya merasakan kekesalan dan kelelahan di tubuhnya, dan dia merasa tidak nyaman karena Zio datang malam-malam dengan keadaan yang tidak sopan. Sesampainya di sofa, mereka duduk berjauhan, menciptakan jarak emosional di antara mereka.

Zio memecah keheningan dengan suara yang agak berat. "Gue baru dari tempat Laras. Dia ngadain pesta, dan gue langsung ke sini karena gue liat Abel udah mati," ucap Zio dengan nada tegas namun masih terasa kacau. Dia menatap Kesya dengan intensitas, mencoba memastikan bahwa dia memahami keseriusan situasi tersebut.

Kesya yang tadinya mengantuk langsung membuka matanya lebar-lebar, ekspresi kaget dan penasaran muncul di wajahnya. "Dead? Does everyone know?" (Mati? Mereka semua tau?) tanyanya, suaranya terdengar penuh ketegangan. Dia duduk tegak, seolah mencoba mencerna berita yang baru saja diterimanya.

"No one knows," (Gak ada yang tau),  jawab Zio dengan cepat. "I was the first to find out he was dead, and I left right away." (Gue yang pertama kali tau dia mati, dan gue langsung pergi dari sana.)

Kesya menatap Zio dengan tatapan tajam, ketidakpuasan dan kekhawatiran terlihat jelas di matanya. "You idiot, if someone saw you, they'd think you killed Abel," (Bodoh, kalau ada yang liat lo, mereka bakal mikir lo yang bunuh Abel), sindirnya dengan nada tajam. Dia menggerakkan tangannya dengan frustasi, seolah mencoba mengekspresikan betapa seriusnya situasi ini.

Zio merespons dengan nada defensif. "I made sure no one suspects me (Gue pastiin gak ada yang curiga sama gue). Kamar mandi dipake sama banyak orang. Lagian, gue juga udah hapus jejak sidik jari gue," jelasnya dengan tegas, sambil mengangkat tangannya seolah ingin menunjukkan kepastian dan keyakinannya.

Kesya masih tampak tidak puas, mengerutkan keningnya. "I still don't understand how you can be sure no one suspects you." (Gue masih gak ngerti gimana lo bisa yakin kalo gak ada yang curiga sama lo.)

Zio menghela napas, lalu menjelaskan dengan lebih rinci. "I made sure everything was covered (Gue pastiin semua udah tertutup rapat). Pertama, setelah gue keluar dari kamar mandi, gue langsung pergi. Gue juga pastiin pintu dan gagangnya udah disentuh sama banyak orang, jadi jejak sidik jari gue gak signifikan."

Dia melanjutkan, "Yang paling penting, gue udah ilangin sidik jari gue. Caranya simpel tapi efektif. Gue pake alkohol untuk bersihin semua yang gue sentuh, gue lap tangan gue pake tisu basah yang disemprot alkohol."

Heroin Dan Dunia Fantasi Yang MemikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang