Di sekolah, berita kematian Abel menyebar dengan cepat, memicu kegaduhan yang luar biasa di setiap sudut. Koridor-koridor yang biasanya ramai dengan aktivitas siswa kini dipenuhi dengan bisik-bisik dan tatapan penasaran. Kelas-kelas juga tidak kalah gaduh, diwarnai dengan diskusi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Suasana yang tadinya penuh tawa dan ceria kini berubah menjadi penuh ketegangan dan spekulasi.
Di kantin, suasana riuh semakin terasa. Meja-meja yang biasanya dipenuhi dengan makanan dan tawa siswa kini menjadi tempat berkumpulnya rumor dan gossip. Alexa, duduk di meja dekat jendela, terlihat gelisah. Dia mengaduk makanannya tanpa selera, matanya terus melirik ke sekeliling seolah berharap menemukan jawaban atas berita yang mengguncang hari itu.
"Abel beneran kena serangan jantung?" Alexa bertanya dengan nada penuh rasa ingin tahu, suaranya melengking di tengah kebisingan kantin. Dia menghindari tatapan langsung dari teman-temannya, khawatir ada yang menangkap percakapannya.
Clarissa, yang duduk di seberangnya, mengangkat bahu dengan gerakan yang penuh keraguan. "Katanya sih gitu," jawabnya dengan nada tidak pasti, memiringkan kepalanya sambil mencoba mengingat detail dari berita yang beredar. "Tapi gue gak yakin banget. Banyak versi yang beredar. Ada yang bilang dia overdosis, ada yang bilang serangan jantung, dan lain-lain."
"Overdosis di sini ngarah ke narkotika, tapi satu sekolah tes dan bersih, gak ada yang positif," ucap Alexa, menekankan ketidaksesuaian antara apa yang dia dengar dan hasil tes yang diperoleh.
Clarissa mengangguk, menunjukkan bahwa dia memahami kebingungan Alexa. "Makain kesini makin kesana beritanya, semuanya jadi kena imbasnya. Katanya bakalan ada rapat antara pemilik, pihak sekolah, dan donatur," jelas Clarissa, tampak resah dengan kemungkinan dampak yang lebih luas dari kejadian tersebut.
Alexa, dengan ekspresi sedikit frustrasi, menoleh ke arah Kesya yang fokus pada makanannya mereka. "Wah, makin seru sih ini. Sya, lo jangan diem aja dong. Ikutan komentar kek," ucapnya dengan nada memaksa, merasa bahwa Kesya seharusnya memberikan pandangannya tentang situasi yang berkembang.
"Yah, kalau lo nanya pendapat gue," mulai Kesya, suaranya tetap tenang dan tidak terganggu oleh kekacauan di kantin. "Gue rasa ada lebih dari yang terlihat di permukaan. Kematian Abel ini bisa jadi lebih kompleks daripada sekedar overdosis atau serangan jantung. Dan mengenai rapat itu, pasti ada banyak hal yang harus dibahas untuk menjaga reputasi sekolah dan pihak-pihak terkait."
Dia menatap Alexa dan Clarissa dengan ekspresi serius. "Kalau memang ada yang salah, seharusnya kita nggak hanya menunggu hasil rapat untuk tahu kebenarannya. Kadang, informasi yang benar malah justru tersembunyi di balik kebisingan dan spekulasi."
Alexa, yang sebelumnya mengaduk makanannya dengan gelisah, menatap Kesya dengan campuran rasa terkejut dan ragu. "Sya, gue tau lo pinter, tapi kata-kata lo agak..." Alexa terhenti sejenak, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk mengekspresikan keraguannya. "...gimana ya, agak membingungkan dan pesimistis. Maksud gue, kita cuma ngomongin tentang satu kejadian di sekolah. Tapi lo ngomongnya kayak ada sesuatu yang lebih besar di balik ini semua."
Clarissa, yang sebelumnya mendengarkan dengan penuh perhatian, menambahkan dengan nada lebih berhati-hati. "Iya, Sya. Gue ngerti kalau lo mungkin punya pandangan yang berbeda, tapi ini kan cuma awal dari investigasi. Kadang, kita harus nunggu hasilnya dulu baru bisa menilai."
***
Di belakang perpustakaan, suasana sejuk dan tenang jauh berbeda dari kebisingan yang melanda sekolah. Cahaya matahari sore menyaring melalui jendela-jendela tinggi, memberikan sinar lembut yang menerangi rak-rak buku yang penuh dengan tomes dan jilid-jilid tebal. Ruangan itu hampir sunyi, dengan hanya bunyi pelan dari angin yang berhembus lembut dan suara langkah kaki yang jauh di lorong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroin Dan Dunia Fantasi Yang Memikat
Mystery / ThrillerHeroin, bukan sekadar obat terlarang. Itu adalah pelarian dari rutinitas yang monoton, dari perasaan kosong yang menyesakkan, dan dari tekanan sosial yang menghimpit. Di dunia mereka, heroin adalah jalan pintas menuju kebahagiaan semu-sebuah ilusi...