Lucas duduk santai di sofa empuk yang terletak di ruang tamu Tio. Ruangan itu terasa hangat dan nyaman. Di sudut ruangan, Nadif sedang asyik memetik senar gitar, nada-nada yang ringan dan ceria mengisi suasana. Tio, yang duduk di sebelah Lucas, menyandarkan punggungnya ke belakang, tampak rileks meskipun matanya sesekali melirik ke arah Nadif.
Tiba-tiba, Lucas mengubah topik pembicaraan, membuat Nadif menghentikan permainan gitarnya sejenak dan Tio menoleh dengan rasa ingin tahu. "Kalian punya uang?" tanya Lucas dengan nada yang serius, yang langsung menarik perhatian kedua temannya. Nadif dan Tio saling bertukar pandang, terkejut oleh pertanyaan mendadak itu.
Nadif, yang masih memegang gitar di tangan, meletakkan alat musiknya di samping sofa dan menatap Lucas dengan tatapan curiga. "Kenapa lo nanya gitu?" tanyanya penuh rasa ingin tahu, sedikit gugup. "Keluarga lo nggak bangkrut kan? Lo mau nagih hutang kita?"
Lucas menggelengkan kepala, menyadari kekhawatiran yang terbersit di mata Nadif. "Keluarga gue baik-baik aja," jawabnya dengan tenang, "Dan gue nggak ada niatan buat nagih." Dia menyandarkan tubuhnya lebih dalam ke sofa, membiarkan kakinya bersandar santai di meja kopi yang terletak di depan mereka.
Tio mengangkat alis, tampak semakin penasaran. "Jadi, kenapa lo keliatan banyak masalah?" tanyanya dengan nada yang mengungkapkan kepedulian.
Lucas menghela napas panjang sebelum menjelaskan lebih lanjut. "Bakalan ada tes urine di sekolah," katanya, suaranya sedikit menurun untuk menambah dramatisasi. "Dan kalau kalian nggak mau ketahuan pakai narkotika, kalian harus bayar."
Nadif menatap Lucas dengan tatapan penuh curiga, ekspresi wajahnya menggambarkan campuran antara kebingungan dan kekhawatiran.
"Kenapa tiba-tiba gini?" tanya Nadif, suaranya bergetar sedikit, menunjukkan betapa seriusnya situasi yang dihadapinya.
Lucas, dengan sikap yang semakin serius, menghela napas panjang. "Ada salah satu siswa yang ketahuan sama orangtuanya kalau dia pakai obat-obatan," jelasnya, suaranya datar namun penuh makna. "Keluarganya salah satu donatur di sekolah kita," tambahnya, menekankan pentingnya informasi tersebut. "Jadi, bakalan dilakuin tes."
Tio, mengerutkan dahinya, berusaha mencerna informasi baru ini. Wajahnya menunjukkan ekspresi ketidakpastian dan sedikit panik. "Lah kalau dilakuin tes, bukannya bakalan banyak yang kena ya?" tanya Tio, suaranya meninggi sedikit karena kepanikan.
"Itu udah pasti," jawab Lucas, menunduk sedikit, matanya tidak langsung menatap Tio. "Banyak yang bakal terjaring."
Suasana ruangan semakin tegang saat Lucas melanjutkan penjelasan. "Walaupun bakalan ada yang terjaring, pihak sekolah nggak akan bocorin nama-nama itu ke publik demi reputasi sekolah," katanya, menekankan bahwa meskipun banyak siswa yang mungkin terkena dampak, sekolah akan berusaha menutupi masalah ini dari pandangan umum.
Tio, yang terlihat semakin bingung, mengerutkan dahi dan menggerakkan tangannya seolah mencoba menggambarkan kebingungan yang dirasakannya.
"Lah terus buat apa dilakuin tes kalau pada akhirnya bakalan ditutupin?" tanyanya, suaranya penuh rasa ingin tahu dan keheranan. "Kenapa semua ini dilakukan jika hasilnya hanya akan disembunyikan?"
"Ada lebih dari sekadar tes untuk mendeteksi penggunaan narkotika," Jawab Lucas. "Di balik ini semua, ada bisnis terselubung yang melibatkan banyak pihak. Sekolah, pihak medis, bahkan mungkin ada uang tutup mulut yang beredar untuk menjaga semuanya tetap di bawah permukaan."
Suasana semakin suram saat Lucas menjelaskan lebih lanjut. "Sekolah kita, seperti banyak institusi lainnya, berusaha menjaga citra mereka di mata publik. Ketika ada kasus seperti ini, mereka perlu memastikan bahwa tidak ada informasi yang bocor yang bisa merusak reputasi mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroin Dan Dunia Fantasi Yang Memikat
Mystery / ThrillerHeroin, bukan sekadar obat terlarang. Itu adalah pelarian dari rutinitas yang monoton, dari perasaan kosong yang menyesakkan, dan dari tekanan sosial yang menghimpit. Di dunia mereka, heroin adalah jalan pintas menuju kebahagiaan semu-sebuah ilusi...