Setelah menerima hasil dari brain mapping yang menegangkan, Kesya melanjutkan dengan prosedur berikutnya: CT-scan kepala. Prosedur ini bertujuan untuk memeriksa struktur kepala dan otak secara mendetail, untuk memastikan apakah ada kelainan struktural seperti tumor, edema (pembengkakan otak), atau kondisi lain yang mungkin mempengaruhi kesehatan otaknya.
Di ruang CT scan, suasananya cukup tenang dan sterilis. Mesin CT-scan tampak besar dan rumit, dengan lubang silinder di tengah yang akan menjadi tempat Kesya berbaring. Kesya mengenakan apron pelindung yang diberikan perawat dan berbaring di meja pemeriksaan, berusaha untuk tetap tenang meskipun hatinya masih dipenuhi kecemasan.
Perawat mengatur mesin dan meminta Kesya untuk tetap diam selama beberapa menit saat pemindaian berlangsung. Suara mesin CT-scan yang berdengung perlahan memenuhi ruangan, menandakan bahwa proses pemindaian sedang berlangsung. Kesya menutup matanya, mencoba menenangkan diri, dan berdoa agar hasilnya baik.
"Gue harap gue gak punya penyakit yang aneh-aneh," batin Kesya.
Setelah beberapa menit, proses CT-scan selesai. Kesya dibebaskan dari meja pemeriksaan dan diantar ke ruang tunggu, tempat di mana dia harus menunggu hasil pemeriksaan dari dokter. Selama menunggu, perasaan campur aduk kembali menghampiri dirinya. Meskipun dia berharap hasilnya baik, dia tetap merasa khawatir akan kemungkinan-kemungkinan yang belum terpecahkan.
Tak lama kemudian, Dr. Andi kembali menemui Kesya. Wajah dokter menunjukkan ekspresi serius namun menenangkan saat dia memulai penjelasan.
"Kesya, saya telah menerima hasil CT-scan Anda," ujar Dr. Andi sambil memeriksa hasil scan di layar komputer. "Saya ingin memberitahukan Anda bahwa hasil pemeriksaan ini normal."
Kesya merasa sedikit lega mendengar berita ini, tetapi rasa cemasnya belum sepenuhnya mereda.
"CT-scan memang tidak dapat mendeteksi masalah fungsi otak atau gangguan aktivitas listrik secara langsung. Hasil normal dari CT-scan menunjukkan bahwa tidak ada masalah struktural yang bisa menjelaskan hasil brain mapping Anda. Ini menegaskan bahwa masalah yang Anda alami lebih mungkin berkaitan dengan fungsi otak dan kesehatan mental, bukan struktur fisiknya."
"Kami akan fokus pada penanganan kecemasan dan ketidakstabilan aktivitas otak yang terdeteksi dalam brain mapping. Kami akan merancang rencana perawatan yang melibatkan terapi dan teknik relaksasi untuk membantu mengelola kondisi ini. Penting untuk menjalani perawatan yang tepat dan mencari dukungan untuk mengatasi masalah ini."
Meskipun tidak ada masalah fisik yang terdeteksi, Kesya memiliki kesadaran tentang perlunya perawatan untuk kesehatan mentalnya.
***
Kesya melanjutkan ke langkah berikutnya dalam evaluasi kesehatannya: tes psikometrik. Tes ini dirancang untuk mendiagnosa adanya gangguan mental, terutama untuk mengidentifikasi kemungkinan gangguan kecemasan akut yang mungkin mempengaruhi kesehatannya secara keseluruhan.
Dengan petunjuk yang jelas, Kesya mulai mengisi formulir. Setiap pertanyaan dirancang untuk mengeksplorasi berbagai aspek kecemasan, seperti frekuensi, intensitas, dan dampak perasaan cemas terhadap kehidupan sehari-hari. Dia berhati-hati dalam menjawab, berusaha untuk memberikan jawaban yang jujur dan akurat tentang apa yang dia rasakan.
Setelah menyelesaikan formulir, Kesya menyerahkannya kepada Dr. Nina. Psikolog tersebut memeriksa hasilnya dengan seksama. Suasana di ruangan tetap tenang, tetapi Kesya bisa merasakan ketegangan di antara mereka saat Dr. Nina menganalisis data.
Dr. Nina memandang Kesya dengan penuh perhatian. "Kesya, terima kasih telah mengisi tes ini. Berdasarkan hasil tes psikometrik Anda, kami menemukan bahwa Anda mengalami apa yang disebut sebagai 'acute anxiety state,' atau kondisi kecemasan akut. Dengan subtotal 13 dari 17, ini menunjukkan tingkat kecemasan yang signifikan."
Dr. Nina mengambil napas dalam-dalam sebelum menjelaskan lebih lanjut. "Acute anxiety state adalah kondisi di mana seseorang mengalami tingkat kecemasan yang tinggi dan intens yang dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk berfungsi secara normal dalam kehidupan sehari-hari. Gejala ini mungkin termasuk perasaan terjebak, kecemasan yang meluap-luap, dan ketidakmampuan untuk merasa tenang."
Dr. Nina melanjutkan, "Hasil subtotal Anda menunjukkan bahwa kecemasan yang Anda alami cukup parah dan mungkin memerlukan perhatian dan penanganan yang lebih intensif. Kami akan merancang rencana perawatan yang mencakup terapi dan teknik pengelolaan stres untuk membantu Anda mengatasi kondisi ini."
"Langkah pertama adalah melanjutkan terapi dan pengelolaan stres yang kami rekomendasikan. Kami juga akan melakukan sesi konsultasi lebih lanjut untuk membahas strategi coping dan memberikan dukungan yang Anda butuhkan. Penting untuk terus berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan Anda selama proses ini."
***
Setelah melewati serangkaian pemeriksaan medis dan psikologis yang melelahkan, Kesya akhirnya tiba di rumah, merasa kelelahan dan emosinya campur aduk. Dia mengunci pintu kamar tidurnya dan merangkak ke kasur, seakan-akan beratnya masalah dan rasa lelah membuatnya tidak sanggup bergerak lebih jauh. Di sekelilingnya, suasana kamar tampak sunyi, hanya diterangi cahaya lampu tidur yang lembut.
Hasil pemeriksaan yang masih tersimpan rapi di dalam amplop terletak di sampingnya di meja samping tempat tidur. Kesya menatap langit-langit kamarnya yang putih, pikirannya dipenuhi oleh kekacauan dan kekhawatiran. Amplop itu terasa seperti beban berat yang menambah tekanan emosionalnya, seolah-olah isinya memegang kunci untuk memahami apa yang salah dengan dirinya.
"Rasanya gue pikir gue baik-baik aja," gumam Kesya, suaranya hampir tidak terdengar, mengungkapkan frustrasinya. "Harusnya gue nggak usah periksa. Setelah tahu hasilnya, malah gue jadi kepikiran."
Kata-kata tersebut menandakan rasa penyesalan dan kekesalan yang mendalam. Kesya merasa bahwa keputusan untuk menjalani pemeriksaan, meskipun awalnya terlihat sebagai langkah bijaksana, kini justru menambah kecemasan dan beban mentalnya. Dengan pikiran yang berkecamuk, dia merasakan dampak psikologis dari hasil pemeriksaan yang membuatnya lebih sulit untuk merasa tenang.
Tiba-tiba, teriakan yang keras dan tidak sabar menggema dari luar kamar. "Kesya, yuhuuu!" terdengar jelas di telinga Kesya. Kemudian disusul dengan gedoran pintu yang keras dan tidak berhenti. Suara tersebut berasal dari Lucas, teman lama yang tampaknya tidak memahami betapa sulitnya keadaan Kesya saat ini.
"Ah, gue udah stres, denger suara dia malah nambah stres," gumam Kesya dengan nada frustrasi. Suara Lucas yang ceria dan tingkah lakunya yang tidak sabar terasa seperti tambahan beban yang tidak diinginkan di tengah situasi emosionalnya yang rumit.
Meskipun Kesya merasa marah dan terganggu, dia tahu bahwa harus menanggapi kunjungan Lucas. Mengabaikan suara dan gedoran yang terus menerus membuatnya semakin kesal.
Kesya membuka pintu dengan sedikit kemarahan dan keengganan, menghadapi Lucas yang berdiri di depan pintu dengan ekspresi ceria dan penuh semangat.
"Bisa nggak sih jangan teriak-teriak malem-malem?" tanya Kesya dengan nada lelah, suaranya menunjukkan betapa capek dan stresnya dia.
Lucas, yang tampaknya tidak terlalu terganggu dengan nada suara Kesya, malah melangkah masuk dengan penuh keyakinan. Dia membawa beberapa kantong plastik besar yang penuh dengan berbagai macam makanan ringan—snack, keripik, cokelat, dan kaleng soda. Tanpa ragu, Lucas meletakkan semua makanan tersebut di meja di sebelah sofa.
"I called you, and you didn't answer, so I had to shout," (Gue udah panggil lo, lo gak denger, jadi gue teriak deh), ucap Lucas sambil menghela napas ringan dan mulai membuka kaleng soda dengan gerakan yang cepat dan terampil.
Kesya, yang masih merasa frustasi dan kelelahan, mengikuti Lucas dengan langkah yang berat menuju sofa. Dia duduk di sebelah Lucas, matanya beralih dari makanan ringan yang menggunung di meja ke wajah Lucas yang ceria.
"Why are you here so late at night?" (Ngapain lo dateng malem-malem gini?), tanya Kesya, suaranya masih terdengar lelah namun sedikit penasaran.
Lucas duduk dengan santai di sofa, mengambil satu keripik dari meja dan mulai mengunyahnya sambil tersenyum. "Katanya mau dengerin gue cerita? Ya gue kesini lah," jawab Lucas, suaranya penuh antusiasme.
Kesya menatap deretan makanan di meja, perasaan campur aduk antara terhibur dan masih stres. Makanan ringan yang dibawa Lucas tampak menggoda, tetapi ketegangan dalam dirinya belum sepenuhnya reda. Dia menyandarkan punggungnya di sofa, berusaha untuk meredakan ketegangan yang dirasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroin Dan Dunia Fantasi Yang Memikat
Mystery / ThrillerHeroin, bukan sekadar obat terlarang. Itu adalah pelarian dari rutinitas yang monoton, dari perasaan kosong yang menyesakkan, dan dari tekanan sosial yang menghimpit. Di dunia mereka, heroin adalah jalan pintas menuju kebahagiaan semu-sebuah ilusi...