Di keramaian pasar malam yang penuh dengan lampu berwarna-warni dan suara riuh pengunjung, Kesya terlihat semakin tidak nyaman. Lampu-lampu neon yang berkedip dan suara musik dari berbagai stand terasa mengganggu fokusnya, dan kerumunan orang membuatnya merasa terjepit.
Wajahnya tampak serius, dan bibirnya merengut seolah-olah semua keasikan yang ditawarkan pasar malam ini hanya menambah beban pikirannya.
Di sampingnya, Lucas tampak sangat antusias, matanya berbinar-binar melihat segala sesuatu yang ada di sekitar mereka. Ia melompat-lompat kecil, menarik Kesya ke berbagai stan dengan semangat tak terbendung. Tangan Lucas tak berhenti bergerak, menunjuk berbagai barang yang ia anggap menarik, mulai dari mainan lucu hingga makanan ringan.
"Lo ngapain sih ngajak gue ke sini?" tanya Kesya, suaranya terkesan jengkel.
Kesya mencoba mengatur napasnya agar tetap tenang, meskipun ekspresi wajahnya menunjukkan rasa kesal yang jelas.
"I just wanted to," (Ya pengen aja), jawab Lucas dengan cengengesan, seolah-olah ini adalah alasan yang cukup. "Lihat deh, ada barang-barang lucu banget di sini!" Ia menunjukkan ke arah sebuah stan yang dipenuhi dengan barang-barang kecil, seperti gantungan kunci berbentuk hewan-hewan lucu.
Kesya menatap Lucas dengan tatapan tajam, tampak jelas dia tidak suka dengan situasi ini. "Oh jadi lo manfaatin gue supaya bisa beli barang-barang mungil nan ucul-ucul kayak gini dengan leluasa tanpa rasa gengsi?" kesal Kesya, suaranya penuh dengan nada frustrasi.
Lucas hanya tertawa lebar, tidak merasa terganggu dengan kemarahan Kesya. "Well, you figured that out," (Nah, itu lo tau), ucap Lucas sambil mengangkat gantungan kunci berbentuk beraneka ragam jenis hewan ke arah Kesya.
Setiap gantungan kunci menggantung dengan ceria, mencerminkan berbagai karakter dari binatang dengan warna-warna cerah dan desain yang lucu.
"Eh, ada aksesoris rambut tuh," kata Lucas sambil menarik perhatian Kesya ke sebuah stand yang menjual jepit rambut berwarna-warni.
Lucas menunjuk dengan semangat berbagai bentuk jepit rambut yang disusun rapi di etalase, dari yang berbentuk bunga hingga yang bertabur glitter.
Dengan cepat, Lucas mengambil beberapa jepit rambut dan dengan gesit mengarahkan semuanya ke arah Kesya. Kesya mengerutkan dahi dan merasa semakin gelisah, tetapi Lucas tampaknya tidak peduli.
Lucas menatap jepit rambut pink itu dengan penuh perhatian, seolah-olah ia sedang bekerja pada proyek seni yang sangat penting. Dengan hati-hati, ia mengaitkan jepit rambut tersebut di rambut Kesya, mencoba memastikan posisinya sempurna.
"This is crazy, you look super cute with this," (Gila, lo jadi lucu banget pake ini), ucap Lucas sambil membekap mulutnya sendiri dengan tangan, berusaha menahan rasa gembiranya yang hampir meledak.
Kesya, yang merasa sangat tidak nyaman, berusaha menghindar dan sedikit menepis tangan Lucas. Namun, gerakan Lucas yang cepat dan penuh percaya diri membuatnya sulit bergerak.
"Eh, jangan begitu, lo tahu kan gue nggak suka yang kayak gini," protes Kesya, tapi Lucas tampak tidak terganggu, malah semakin bersemangat.
Sambil memasang jepit rambut dengan hati-hati, Lucas terus mengomentari penampilan Kesya. "With this, you look like a normal person," (Pake ini, lo keliatan kayak orang normal), katanya, menatap Kesya dengan tatapan penuh keheranan.
"Biasanya lo kan selalu kelihatan super serius, tapi dengan jepit ini lo malah terlihat kayak baru bangun tidur dari mimpi indah!"
Kesya mengerutkan dahi dan mengangkat satu alis, ekspresinya campur aduk antara kesal dan penasaran. "Seriously? I look normal? So, does that mean I've looked abnormal all this time?" (Serius? Gue kayak orang normal? Berarti selama ini gue kelihatan aneh gitu?) tanyanya dengan nada sinis.
Lucas tertawa terbahak-bahak, membuat beberapa orang di sekitar mereka menoleh.
"Not abnormal, but you look more like a character from a fantasy film," (Ngga aneh sih, tapi lo malah kayak karakter film fantasi), ujarnya sambil menatap Kesya dengan penuh kekaguman.
"With this clip, you look like a fairy who lost her sash but still has time to play at the night market."
(Pake jepit ini, lo keliatan kayak peri yang kehilangan selendangnya tapi masih sempat main di pasar malam.)
Kesya menatap Lucas dengan ekspresi setengah kagum, setengah frustrasi. "Gue bidadari yang kehilangan selendangnya? Jadi lo kira gue kayak Cinderella yang lagi nyari sepatu kaca di sini?"
Lucas mengangguk dengan semangat. "Iya, tapi versi modernnya! Cuma saja, bukannya sepatu kaca, lo dapet jepit rambut pink. Dan bukannya istana, lo dapet pasar malam yang penuh dengan barang-barang imut."
Kesya melontarkan saran sambil mengerutkan dahi, mencoba mengekspresikan rasa frustasinya. "I'm going to go crazy if I keep hanging out with you. You better repent, because the effect is reaching my nerves and even my bones."
(Gue bakal gila kalau terus-terusan nongkrong sama lo. Lo mending tobat deh, soalnya efeknya udah nyampe ke saraf otak, bahkan tulang.)
Sementara Lucas sibuk mengelilingi stan-stan yang penuh dengan barang-barang lucu, Kesya diam-diam menyentuh jepit rambut pink di kepalanya dan menahan senyumnya. Meskipun dia merasa sedikit malu, dia tidak bisa menahan rasa senang yang timbul dari perhatian Lucas.
Lucas, yang tampaknya tidak terlalu terpengaruh oleh saran Kesya, memandangnya dengan penuh tatapan penuh pengertian. "I know, but what can I say?" (Gue tau, tapi gimana yah?) Sugesti itu muncul terus apalagi ada lo," katanya dengan nada serius yang dipenuhi keceriaan. "Mana bisa gue berhenti disaat gue butuh, lo selalu ada."
Sambil berbicara, Lucas melanjutkan aktivitasnya dengan penuh semangat. Ia mengambil banyak jepit rambut dari berbagai bentuk dan warna, meletakkannya satu per satu di meja kasir. Kesya hanya bisa memandanginya dengan tatapan campur aduk antara frustrasi dan geli.
***
Setelah pulang dari pasar malam, Kesya merebahkan tubuhnya di kasur dengan satu gerakan lelah. Ia memegangi jepit rambut pink yang masih terpasang di rambutnya, kini terlihat agak aneh dan mencolok di tengah suasana kamar yang bernuansa biru langit. Kamar itu diterangi oleh cahaya lampu malam yang lembut, menambah sentuhan ketenangan namun juga mempertegas perasaan capek yang dirasakannya.
Kesya menghela napas panjang, merasakan campuran kegembiraan dan frustrasi yang membebani pikirannya.
"No matter how romantic or comedic my life genre is, it always comes back to action and mystery," (Ngapain juga gue coba-coba bikin hidup kayak film romantis atau komedi, ujung-ujungnya balik lagi ke drama dan misteri), keluhnya sambil melempar jepit rambut itu sembarangan ke arah meja samping tempat tidur.
Jepit rambut melayang sebentar sebelum mendarat dengan lembut di atas tumpukan buku, pensil, dan barang-barang lain yang berserakan di meja.
Dengan sedikit berat hati, Kesya duduk di tepi kasur dan menggosok-gosok matanya. Suara lembut dari musik yang berputar di latar belakang menciptakan suasana yang kontras dengan kelelahan yang dirasakannya. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk menenangkan diri setelah hari yang panjang dan melelahkan.
"Lucas's heroin must be making him hallucinate, seeing me as a fairy. But in reality, I'm a witch, not a fairy."
(Heroin-nya Lucas kayaknya bikin dia halu deh, ngeliat gue kayak peri. Padahal asli gue penyihir, bukan peri.)
Ia kemudian beranjak dari kasur dan berpindah ke meja belajarnya yang terletak di sudut kamar. Meja itu dipenuhi dengan tumpukan buku-buku, catatan, dan berkas-berkas tugas yang belum selesai. Kesya merasakan kekacauan di sekelilingnya semakin memperburuk suasana hati. Dengan gerakan frustrasi, ia mengacak-acak rambutnya, membuatnya tampak semakin berantakan.
"My head feels like it's about to explode," (Kepala gue rasanya mau pecah), ucap Kesya dengan nada frustrasi.
"Because of Lucas, my schoolwork is still unfinished, and I haven't even finished the tasks from that arrogant big boss."
(Gara-gara Lucas, tugas sekolah gue masih belum kelar, dan tugas dari bos besar yang sombong itu juga belum beres.)
Ia meraih beberapa kertas dan mulai membolak-baliknya dengan kasar, mencoba mengatur ulang dokumen-dokumen tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroin Dan Dunia Fantasi Yang Memikat
غموض / إثارةHeroin, bukan sekadar obat terlarang. Itu adalah pelarian dari rutinitas yang monoton, dari perasaan kosong yang menyesakkan, dan dari tekanan sosial yang menghimpit. Di dunia mereka, heroin adalah jalan pintas menuju kebahagiaan semu-sebuah ilusi...