🦋 Part 60

33 2 0
                                    

Cinta dan benci itu beda tipis. Jika dulu cinta, bisa jadi sekarang benci. Jika dulu benci, bisa jadi sekarang cinta.
•••

Dea melangkah pelan memasuki area sekolah lamanya dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dea melangkah pelan memasuki area sekolah lamanya dulu. Ia menatap keramaian yang ada di lapangan dan menatap semuanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia melangkah menuju kelasnya yang berada di lantai dua, memastikan jika teman-teman sekelasnya ada di sana.

Suasana lantai dua sama dengan lantai dasar yang terlihat ramai. Ia kembali melangkah menuju kelas terakhirnya yang berada di ujung lantai dua. Dari tempatnya berada, ia bisa melihat jika keadaan kelasnya cukup ramai. Beberapa teman sekelasnya yang ia kenal, hadir dan berbicara bersama di depan kelas.

Langkah Dea terhenti saat seseorang keluar dari dalam kelas. Ia terus menatap orang tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan. Kemeja dan celana bahan hitam yang dipakai oleh pemuda itu membuat Dea terdiam di tempat.

"Parah banget, Rama sama Reza gak bisa ikut reuni."

"Mereka sibuk di luar pulau."

Tatapan mereka bertemu beberapa detik, sebelum Alfan memutuskan kontak mata mereka. Dea menghela napas pelan saat pemuda itu masih membencinya perihal masa lalu.

"Hai Dea," sapa Kiki singkat seraya melambaikan tangannya pada Dea.

"Kiki cepetan!!"

"Iya!!" Kiki langsung berlari menjauh meninggalkan Dea yang terdiam saat Alfan memanggilnya.

Dea yang melihat hal tersebut hanya menghembuskan napasnya dengan pelan, mencoba tidak peduli pada sikap sinis Alfan. Ia melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam kelas yang tidak terlalu ramai.

Saat masuk ke dalam kelas, Dea langsung menatap beberapa foto yang ditempel rapih di papan tulis kelas. Itu foto mereka saat kelas terakhir dulu. Sebelum masalah datang, mereka pernah bersenang-senang bersama.

"Dea."

Dea menoleh ke asal suara saat seseorang memanggilnya. Ia menatap penuh tanda tanya pada Laili yang berdiri di belakangnya, "hai," sapanya singkat.

Laili menganggukkan kepalanya pelan dan melangkah mendekat ke arah Dea, "apa kabar?"

"Baik, lo baik kan?" tanya Dea pada Laili.

"Hm." Laili kembali menganggukkan kepalanya. "Seperti yang lo liat sekarang."

Dea menganggukkan kepalanya mengerti dan kembali mengalihkan tatapannya ke arah foto-foto yang terpajang di papan tulis.

"Gue denger lo udah jadi penulis hebat ya, selamat ya. Gue gak nyangka lo bisa sampai di titik ini," ujar Laili lagi mencoba mencairkan suasana yang hening.

"Thanks. Lo juga udah jadi reporter kan? Gue ikut seneng sama usaha lo," balas Dea tanpa melihat Laili yang berada di sampingnya.

"Lo... udah ketemu sama Alfan?" tanya Laili hati-hati.

Dia & Enam Tahun Setelahnya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang