"Senyummu, tatapanmu dan segala tentang mu itu menenangkan ya? aku jadi merasa tenang dan senang."
***
Matahari perlahan mulai menampakkan diri. Bersama dengan kicauan burung yang terdengar. Embun pagi mulai terasa hangat. Namun, tak mampu menghangatkan sosok raga yang masih tertidur pulas di sebuah kamar.
Raden masih terbaring dengan kedua bola mata yang masih menutup. Nyawanya entah sedang berada di sebuah mimpi mana. Sehingga dapat membuatnya terlelap pulas dan tak menyadari jika matahari sudah menampakkan dirinya.
Sinar matahari yang masuk di sela sela gorden pun tak ada artinya, sebab laki-laki ini bukannya bangun ketika terasa adanya penerangan dari sela sela gorden malah menutup sinar matahari itu dengan tangan nya dan melanjutkan tidurnya. Yang kemudian, ia menyadari sesuatu
Dia harus pergi ke sekolah untuk mpls hari kedua.
Tubuh Raden mengerjap, ia terbangun dari tidurnya dengan posisi badan langsung bangkit tak menyentuh kasur. Kedua bola matanya langsung membulat mencari sebuah benda bulat yang tak lama ia temukan.
"GILAAA, SETENGAH TUJUH" Raden langsung berdiri dan bergegas menuju toilet untuk mandi dan bersiap secepat mungkin.
Dengan kecepatan yang penuh, akhirnya Raden sudah siap dengan seragam putih biru, nametag yang sudah ia buat kemarin bersama Rilham dan satu kresek bawaan yang di suruh oleh panitia Raden sudah menyiapkan nya dari malam. Ia menjadi cukup lega karena dirinya menyiapkan semuanya pada malam hari. Jadi, ketika ia telat bangun, ia tak perlu rusuh oleh barang yang harus ia bawa.
Setelah semuanya siap, Raden mengunci kamarnya, ia langsung turun ke bawah dengan perasaan buruk yang ia rasa akan terjadi ketika dirinya sudah turun ke bawah.
Dan perasaan buruk itu ternyata akan benar benar terjadi.
Pagi hari bukannya di sambut dengan suasana hangat dari keluarga, Raden justru mendapatkan suasana mencekam. Kepalanya tak bisa lurus tegak ketika ia tak sengaja berpapasan dengan sang ibu di lorong yang akan membawanya keluar dari rumah. Sang ibu yang melihat Raden bukannya menyapa sang anak dengan baik, memberikan afirmasi yang baik untuk sang anak. Tapi, malah menyudutkan senyumannya dengan wajah yang penuh dengan amarah kepada sang anak.
"Kemana aja?" tanya sang ibu.
PLAK!
Ketika Raden akan menjawab pertanyaan dari sang ibu, bukannya ia mendapatkan sebuah toleran. Tetapi, malah sebuah tamparan yang cukup keras. Jika di tanya sakit? ya, ini sakit sekali. Namun, sepertinya Raden sudah terbiasa.
"ANJING BANGET LO JADI ANAK!" cerca sang ibu. Ia menjeda cercaannya, "UDAH GA BERGUNA, JARANG ADA DI RUMAH, KERAJAANNYA KALAU GA MAKAN YA TIDUR. ENAK BANGET KAYAKNYA HIDUP LO"
Raden tak bisa menjawab apapun, kepalanya menunduk dengan kedua bola mata yang ia pejamkan. Kedua tangannya sudah menggumpal. Dengan andai andai jika dirinya bisa membalas perkataan serta perbuatan ibu nya. Namun, ia juga masih ingin menjadi anak yang baik kepada sang ibu. Walaupun ia tak merasa di perlakukan baik oleh ibu nya.
"KALAU IBU NGOMONG ITU DI JAWAB!" terka sang ibu.
"Gimana mau aku jawab, bu? aku mau nge jawab aja langsung ibu tampar?" balas Raden. Ia sengaja menjeda ucapannya untuk memberanikan dirinya menatap sang ibu dengan tatapan biasa. Ia tak mau berdosa karena menatap dengan tatapan benci kepada ibu yang sudah mengandung, melahirkan dan merawatnya ini. "Aku ga betah di rumah, alasannya udah jelas, bu. Aku males liat ibu yang sering melampiasin amarah ibu sama aku. Aku cape, bu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
14 DAYS LOVING YOU
Romance"Jatuh cinta itu memang indah. Namun, sayangnya indahnya hanya sesaat dan meninggalkan luka yang abadi" Astamita Asshira tidak pernah mengira jika dirinya akan kembali merasakan Jatuh cinta disaat dirinya sudah lama tidak pernah merasakan itu. Hatin...