Oh, yang ini?

36 21 91
                                    

Tak membutuhkan waktu lama. Akhirnya, Astamita dan juga Raden tiba di dalam sebuah kelas 12 yang sengaja di kosongkan terlebih dahulu untuk menjadi ruang kelas Fasilitator yang akan mengurus acara MPLS.

Astamita langsung berjalan ke kursi nya. Di ikuti oleh Raden yang sengaja menutup pintu kelas terlebih dahulu. Karena ia takut ada orang lain yang melihat dan mendengar pembicaraan mereka yang sangat amat rahasia ini.

Setelah menutup pintu, Raden pun mengikuti Astamita untuk duduk. Ia memilih kursi yang berada di depan Astamita. Sebelum ia duduk, Raden membalikkan posisi kursi untuk berhadapan dengan Astamita. Karena jujur, Raden lebih suka duduk berhadapan dengan lawan bicaranya. Apalagi, dengan Astamita.

Perempuan yang ia sukai.

"Apa senyum senyum ?" tanya Astamita heran melihat Raden yang baru saja duduk di hadapannya sudah tersenyum tanpa sebab.

"Enggak, Teh" Raden menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum lebar dengan kedua tangan nya yang sengaja ia lipat dan ia taruh di depan meja sembari menatap Astamita.

"Mau cerita apa?" Astamita bertanya

Raden terdiam sejenak. Ia sejenak berfikir. Apa dia harus menceritakan semuanya kepada Astamita? atau ia tidak perlu repot untuk memberitahukan apapun tentang cerita hidup nya ?

Raden menghela nafas berat ketika ia sudah bergulat dengan pikiran nya sendiri. Kedua bola matanya tak lepas untuk melihat Astamita yang ada di hadapannya tanpa jarak.

Ia bisa melihat jika Astamita benar benar menunggu ceritanya yang masih ada di ambang keraguan untuk di ceritakan oleh Raden.

"Udahlah, mending stay private aja. Dari pada kejadian dulu ke ulang lagi?" ucap Raden di dalam monolog nya setelah sekian lama ia bergulat dengan pikiran nya dan juga Relapse yang kuat, yang bisa membuatnya membuat keputusan.

"Sebenernya bukan problem besar sih teh. Cuman problem kecil yang emang agak berat, hehehehe" kata Raden. Ia tertawa kecil di akhir kalimat nya.

"Emangnya ada problem apa?" kedua alis Astamita terangkat.

"Biasalah..." Raden menjeda ucapannya sejenak. Ia berfikir apa yang harus dia katakan selanjutnya

"Kemarin aku kan main ya teh ke rumah si Rilham. Pulangnya emang kebablasan malem banget. Jadinya weh kena marah si mama" tutur Raden.

"Emang kemari pulang jam berapa dari rumah dia?" tanya Astamita mengintrogasi.

"Tengah malem, Teh. Hehehehehe" jawab Raden tanpa merasa bersalah dengan tawa kecilnya.

Astamita menghela nafas setelah ia mendengar cerita dari Raden. Ia pikir, problem yang di maksud oleh Raden adalah problem yang besar. Namun, ternyata, problem nya bukan yang seberapa.

"Ya, mama kamu ga salah lah kalau marah. Orang kamu pulang tengah malem gitu," ujar Astamita. Ia sengaja menjeda ucapannya setelah melihat perubahan ekpresi wajah dari Raden. "Emang apa sih yang kamu lakuin sama dia sampe pulang malem ?"

"Aku ga ngelakuin apa apa, teh. Cuman main biasa. Lagian ya, kalau aku pulang cepet juga itu bukan jaminan aku bakalan ga kena marah." ucap Raden.

"Tapi, setidaknya meminimalisir rasa khawatirnya mama kamu, Den. Mama kamu marah karena kamu pulang malem itu karena dia khawatir sama kamu. Mama kamu takut kamu kenapa kenapa. Makanya, dia marah. Dia ga mau kamu ngelakuin hal itu lagi. Jadi, ya mau ga mau dia harus marahin kamu kan? biar kamu ga ngelakuin hal itu lagi" kata Astamita. Wajahnya sedikit mengerut menatap Raden yang terdiam dengan tatapan kosongnya.

Raden sedikit menyudutkan senyumannya ketika ia mendengar perkataan Astamita yang jauh dari apa yang sebenernya terjadi kepada nya. "Khawatir apanya teh..." ia bermonolog. Kedua bola matanya kini beralih menatap kembali Astamita. "Andai teteh tau cerita aslinya gimanaa. Teteh masih mau ngomong kalau si mama khawatir sama aku? anak yang ga pernah di harapkan buat lahir dan hadir di hidupnya"

14 DAYS LOVING YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang