40 || Forced to let go? ★

947 32 0
                                    

Nasya tak tenang, sudah 10 menit lamanya gadis itu duduk tak tenang di ruang tamu kediaman Haikal berada, gadis itu gugup, sangat gugup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nasya tak tenang, sudah 10 menit lamanya gadis itu duduk tak tenang di ruang tamu kediaman Haikal berada, gadis itu gugup, sangat gugup. "Aku pengen pulang rasanya" Ucap Nasya menatap Haikal di sebelahnya.

"Kamu tenang aja, its oke" Ujar Haikal mencoba menenangkan kekasihnya agar sedikit tenang.

Menit berikutnya sontak Nasya meremat ujung baju nya mencoba menenangkan kembali dirinya agar tidak gugup, gadis itu menoleh kepada sumber suara sepatu yang terdengar dari arah tangga.

"Mom, ini pacar aku" Ucap Haikal memperkenalkan. Sementara Lalisa tersenyum setelah mendengar ucapan anak pertamanya dengan tenang.

Lalisa terlihat cantik dan modis, wanita sekitaran umur 40 an itu masih sangat terlihat muda. "Siapa namamu, sayang?" Tanyanya.

"Nasya, tante" Jawab Nasya masih berusaha setenang mungkin. Namun hatinya sangat berisik ingin pulang.

Lalisa kemudian meraih kedua tangan Nasya lembut. "Kamu gugup, right?"

"Sedikit tante, hehee" Ucapan Nasya barusan membuat Lalisa terkekeh gemas mendengarnya.

Setelahnya Lalisa kembali menatap Nasya ramah. "Its oke, kamu cantik tante suka, tante gak akan persulit jalan kalian, karna tante juga sama Dady nya Haikal dulu pernah seperti kalian"

"Terimakasih tante Lalisa"

"Sama sama sayang, selama kami gak ada tolong bantu jaga Alma ya? Tante percaya kamu, didik Haikal juga biar gak nakal" Ucapan Lalisa membuat gelengan kecil dari sang putra. Sedangkan Nasya yang sedari tadi gugup perlahan hilang dan mulai merasa nyaman.

Kini kicauan burung terbang membangunkan Arsen yang entah sedari kapan terlelap di sofa kamar sang Bunda, pintu kamar terbuka memperlihatkan Arsyita yang membawa nampan menuju meja nakas. "Sejak kapan lo disini kak?"

Arsyita menampilkan ekspresi datar, tak ada jawaban apapun, sepertinya wanita itu sedang menahan kekesalannya. Namun Arsen tetap terus berusaha bertanya. "Kak?"

"Kenapa gak kasih tau gue langsung sih?" Tanya Arsyita kemudian.

Arsen terdiam ia mencoba mencerna pertanyaan apa yang Kakaknya lontarkan. "Gue gak mau buat lo cemas kak, Bunda juga suruh jangan kasih tau lo dulu, takutnya mempengaruhi bayi yang ada di kandungan lo"

"Terus kalo gue gak kesini tadi, gue bakalan gak tau apa apa gitu apa yang terjadi sama kalian? Terus Ayah mana?" Ucapnya panjang lebar.

Arsen menghela nafasnya kasar. "Gak tau" Setelah menjawab laki laki itu perlahan mendekati Attala yang masih terlelap dengan bibir yang sudah di olesi obat. "Gue khawatir kak, sama Bunda kedepannya" Ucapnya lagi.

Arsyita mulai memeluk tubuh adik laki lakinya itu. "Gue gak mau lo gegabah kedepannya, gue mohon sama lo ya? Oma itu bahaya, ini alasan kenapa gue dulu gak kasih tau lo yang sebenarnya, gue gak mau lo gegabah"

"Tapi gue gak bisa liat Bunda gini, gue ngerasa Bunda terancam, gue marah, baru pertama kalinya gue lihat Bunda nangis separah itu" Keluh Arsen. Kemudian laki laki itu kembali bertanya. "Apa sebelumnya pernah gini juga?"

Arsyita menggeleng. "Enggak, ini pertama kalinya"

Arsen masih setia menatap Attala lirih, perlahan air matanya jatuh tanpa seizin darinya. "Apapun itu Arsen bakal selalu jagain Bunda"

Berbeda di seberang sana, yang Sena lakukan saat ini tak henti hentinya tersenyum senang, pada akhirnya Bima Papanya itu akhirnya tidak terus mendesaknya untuk menerima perjodohan, ia benar benar sangat senang.

Sudah seharian ia tidak mendapat kabar dari Arsen, sebenarnya kemana dia? Tak biasanya seperti ini. "Kamu kemana sih" Gumamnya setelah melihat pesan yang ia kirim tak juga laki laki itu baca. "Awas aja, aku gak akan gampang maafin kamu"

Keesokan harinya di kampus yang Arsen lakukan hanya bengong dengan tatapan kosong yang sedari tadi Sena perhatikan di saat ia mengisi kelas. Dan saat ini di parkiran tak ada satu kata pun yang laki laki ucapkan.

"Kamu gak ada niatan minta maaf, bujuk aku gitu, aku lagi marah sama kamu tau" Ujar Sena menghentikan langkah Arsen yang baru saja akan menaiki motornya.

Arsen menaikkan satu alisnya. "Marah? Kenapa kamu harus marah?"

Sena menghela nafasnya pelan. "Yaudah deh gak penting juga, tapi aku gak mau langsung pulang mau jalan jalan dulu ya?"

"Aku capek banget hari ini" Jawaban Arsen mampu membuat Sena terdiam. Kemudian laki laki itu mulai menaiki motornya, diikuti Sena yang juga naik di jok belakang.

Jalanan saat ini terlihat sepi, tak banyak pengendara yang berlalu lalang. Sena mengeratkan pelukannya karna Arsen melaju dengan cepat. "Kamu lagi ada masalah ya?" Tanya Sena.

"Enggak" Jawabnya.

Sena kembali bertanya. "Lagi kesel sama aku? Aku bikin kamu kesel lagi?"

Arsen hanya diam, ia tak berniat menjawabnya, Sena yang tak mendapat balasan hanya menghela nafas pasrah.

"Bisa kita menepi dulu gak?" Pinta Sena. Gadis itu mulai melepaskan pelukannya. Sedangkan Arsen sebenarnya sangat ingin cepat cepat pulang, mau tak mau ia menepikan motornya.

Sena turun menatap Arsen serius yang masih duduk di atas motornya. "Aku gak mau kita pulang dalam keadaan kaya gini, aku gak mau"

"Kayanya kita harus break dulu" Ucap Arsen, mendengar itu Sena terkekeh tak percaya. Arsen kembali bersuara. "Hambar"

Mendengar ucapan terakhirnya Sena kembali di buat tak habis pikir dengan jalan pemikiran laki laki di depannya. "Hambar?"

"Iya"

Kemudian Sena meraih kedua tangan Arsen perlahan. "Gak usah bohong, kamu di ancam Rey?"

"Emang aku pernah takut sama ancaman dia?" Tanya kembali laki laki itu.

Sena berpikir sejenak. "Tapi kenapa tiba tiba? Aku aja gak nyerah di saat Mama Papa menentang hubungan kita kemarin kan? Tapi kenapa perihal hambar kamu langsung bisa memutuskan sendiri?"

"Kamu terima kemauan Om Bima aja" Ucapan Arsen barusan mendapat tamparan hebat dari Sena yang mendengarnya.

"Aku mati matian buat yakinin Mama Papa, tapi itu semua gak ada apa apanya buat kamu? Bilang! Apa jangan jangan Papa ancam kamu lagi? Atau siapa? Bilang!"

Keduanya terdiam beberapa saat, kemudian Arsen kembali bersuara. "Ayo pulang, langit udah mendung"

Arsen mengusap buliran air mata yang entah sejak kapan turun dari pelupuk mata cantik itu. "Kamu bisa tanpa aku, jangan buat aku bingung, please jangan buat jalan aku semakin sulit Sena"

"Aku gak akan lepasin kamu" Final Sena tak ingin di bantah.

Arsen memeluk gadisnya untuk beberapa saat, ia pandangi wajah manis yang selalu membuatnya bahagia, ia tak tega namun harus bagaimana lagi, situasinya tidak memungkinkan. "Maaf tapi aku terpaksa harus lepasin kamu untuk sekarang"

Sena melepaskan pelukan itu, ia benci situasi ini. Detik berikutnya ia menghentikan taxi dan perlahan masuk tanpa ingin kembali menoleh kearah Arsen untuk saat ini.

★★★★★

~TO BE CONTINUE~
IG:@SNAZWAALISANAD

Journey Of Love [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang