EMPAT BELAS [Amarah Nala]

6 3 0
                                    

Agantha memejap-mejapkan matanya, cahaya silau dari jendela kamarnya menerobos masuk melalui celah gorden.

Jam weker itu berbunyi terus-menerus, Agantha mengambilnya lantas tangannya bergerak cepat membantingnya.

"Agantha?" Agantha masuk ke dalam selimut sampai seluruh tubuhnya tak terlihat.

"Gan, Agan?" Agantha menekuk wajahnya ia tak mau di ganggu, kemarin Minggu ia tak bisa tidur gara-gara kera-kera saktinya(temanya).

"Bangun gan!" Suara itu terdengar halus namun tegas, Agantha makin memasukan wajahnya di dalam selimut.

"Ya udah kalo nggak mau sekolah" satu gerakan yang cepat menyibak selimut Agantha, Agantha tergulung sampai kepalanya terbentur di lantai.

"Gue belum mau bangun!" Agantha bersungut-sungut kesal mengamuk seperti kesetanan, Agantha merasakan telinganya panas. "Aduh aduh sakit" Agantha mendongak menatap sosok yang lancang sekali masuk ke kamarnya lantas menjewer telinganya.

"Ooo gitu ya main lo-gue,lo-gue, ternyata kamu makin kurang ajar setelah mama tinggal di Amerika" Abbel melotot menjewer telinga anaknya.

"A-ampun maaaa, sakit telinga Agan" Agantha mengelus-elus telinganya yang merah karena di jewer sang ibu.

"Kamu mau sekolah nggak" Abbel menatap galak kedua tangannya berada di pinggangnya.

"Iya-iya" Agantha berjalan menuju kamar mandi, Abbel hanya menggeleng-gelengkan kepalanya anaknya benar-benar pemalas, bahkan ia jarang berangkat sekolah.

***

"Maaa Agan berangkat dulu ya" Agantha berjalan tergesa-gesa menuju ke pintu.

"Kamu nggak sarapan dulu?!" Seru Abbel agar anaknya bisa mendengarnya, Agantha menggeleng dengan terburu-buru langsung menuju garasi dan menyalakan motor sportnya.

"Ck ini kenapa sih!" Agantha berdecak kesal terus menyalakan motornya namun mustahil motor itu tetap tidak menyala.

"Kamu terakhir nyuruh tukang servis kesini kapan?" Abbel memperhatikan anaknya yang emosi.

Agantha hanya berdecak lirih lantas duduk di sebelah Abbel.

"Sana pakai mobil aja" Abbel mengelus rambut Agantha, Agantha mendongak menatap mamanya.

"Ini udah telat ma kalo pakai mobil" Agantha menekuk wajahnya kesal, Abbel menghembuskan nafas, anaknya sedang tidak baik-baik saja, bahkan sejak satu tahun lalu dia tidak sebaik sebelumnya.

"Pak, pak agung" Abbel berteriak memanggil security-nya, pria limapuluh tahun itu maju menghadap majikannya.

"Iya nyonya?" Tanya agung sopan.

"Kamu punya motor?" Tanya Abbel, agung mengangguk walau dia tak paham apa yang akan di lakukan nyonya nya.

"Tapi motornya butut nyonya nggak motor sport seperti punyanya tuan Agantha" agung mengambil motornya, motor Supra butut, Abbel mengangguk lantas tersenyum.

"Saya pinjam ya pak" agung mengangguk lantas pergi meninggalkan Agantha dan Abbel.

"Sana sekolah biar pintar" Agantha menatap tak paham mamanya,'pakai motor itu?' begitulah maksud tatapan Agantha, Abbel hanya mengangguk tersenyum.

Agantha Menaik motor yang bahkan mengeluarkan kepulan asap dari kenalpotnya.

***

Dia Agantha | [Seutas Benang Merah]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang