56 : Apology Letter.

101 14 108
                                    

"Semuanya udah aman, kawan-kawan!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Semuanya udah aman, kawan-kawan!"

Mereka semua yang berada di dalam ruangan menoleh ke arah pintu secara bersamaan, menatap Haikal yang nampak meniup asap tipis yang keluar dari lubang pistol yang dipegangnya. Kening mereka semua sontak mengerut, tatapan yang semula datar berubah menjadi tatapan penuh curiga terhadap lelaki yang berdiri di ambang pintu itu.

"Lo abis ngapain?" tanya Reno dengan ragu. "Lo gak nembak orang itu 'kan?"

Haikal mengarahkan tatapannya pada Reno dengan kedua alisnya yang terangkat, lalu mengedikkan bahunya. "Lo liat aja sendiri."

Mereka bingung dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya lelaki itu lakukan. Tasya ingin melihat keluar namun entah kenapa niat itu tertahan seketika.

"Daripada mikirin orang gak penting itu, mending sekarang kita buru-buru bawa Ricky keluar." Haikal berjalan masuk menghampiri teman-temannya seraya mengantongi pistol yang dipegangnya pada saku jaket kebesarannya yang sudah bermuatan penuh itu.

"Gue masih bingung gimana caranya bawa dia keluar kalau dia pingsan gini. Gak mungkin kita gotong badan dia yang kek tiang ini, yang ada nanti kecapekan di jalan. Mana jalan ke pintu utama aja jauh banget, njir," sahut Rafael membuat mereka sontak berpikir keras bagaimana caranya untuk membawa Ricky keluar dengan mudah dari gedung ini.

Meminta tolong Alvaro? Itu benar-benar tak akan mereka lakukan, kecuali jika Tasya memilih mengambil keputusan tersebut.

Haikal berjongkok di samping Reno, memandangi wajah Ricky yang terdapat banyak sekali luka lebam yang menghitam, bibirnya yang pucat terlihat kering dan pecah-pecah. Kondisinya sangat menyedihkan, membuat Haikal merasakan perasaan tak tega dalam segenap hatinya.

Ia tak bisa membiarkan Ricky terlalu lama berbaring di atas lantai yang dingin ini, dan sudah satu hari dua malam Ricky berada di sini tanpa makan dan juga minum. Beruntung Ricky masih kuat bertahan, tapi jika terlalu berlama-lama dibiarkan lelaki itu akan mati kelaparan.

Haikal terus memandanginya, dengan seisi pikirannya yang begitu terasa berisik.

Lalu Reno terdengar bersuara, "Jia, kayaknya kita harus minta tolong Alvaro. Gak ada---"

"Jangan bikin dia selalu merasa dibutuhkan sama kita, karena dia bukan Alvaro," potong Tasya cepat membuat Reno tercekat di tempatnya. "Kita pasti ada cara lain selain minta tolong sama dia untuk keluar dari sini."

"Tapi, Tasya, kalau kita gak minta tolong ke dia, ke siapa lagi? Jalan pulang aja kita gak tau kan? Dan kita aja gak tau kita ada dimana sekarang." sahut Ikbal membuat Tasya menatapnya seraya menghela napas panjang. Gadis itu sedang memikirkannya secara matang-matang.

"Perjalanan kita juga udah pasti akan jauh banget, Tasy. Kita gak bawa kendaraan satu pun ke sini karena saat berangkat kita mengandalkan Alvaro, masa kita jalan kaki sambil gotong badan Ricky yang kayak galah ini? Apa kagak geser tulang-tulang kaki sama tangan gue entar?" Ilham menimpali.

[✔️] OSIS Ghost : Endless Betrayal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang