TEROMBANG AMBING

1.4K 12 0
                                    

“Cieee… ada yang senyum-senyum terus nih dari tadi. Baru jadian ya?”
Liza menggoda Feny saat mereka sedang berdua berada didapur vila. Liza menemani Feny yang tengah memasak sesuatu.

“Hmm.. Cieee… ada yang semangat banget nih, semalam berapa ronde, cyin?”
Tak dinyana jawaban Feny tidak menanggapi godaan Liza justru menyerang balik. Liza pun terkejut.

“Wah.., emang kedengeran dari kamar kamu, Fen? Keras banget ya suaraku?”

“Keras banget sih enggak, tapi cukuplah kedengeran dari mana-mana suaranya orang lagi ena ena. Hihihi..” kata Feny.

“Duh, aku jadi malu.. Eh, kamu belum jawab, kamu udah jadian ya sama Rony? Dian cerita kalo lihat kamu sama Rony kissing. Bener?”

Dengan muka agak malu-malu Feny menjawab, “iya, dia menciumku. Aku juga membalas ciumannya. Tapi dia gak ngomong apa-apa sih, berarti belum jadian kan?” Feny balik bertanya dengan gaya polosnya.

“Hmm emang aneh sih, belum jadi pacar udah berani nyium.” kata Liza.

“Mungkin dia cuma nafsu aja kali ya liat badanku yang cuman pake bikini.” kata Feny.

“Ya meskipun nafsu, ngapain nyium-nyium kalo statusnya masih temen, itu kan kurang ajar. Eh, tapi kamunya membalas.. ahh.. udahlah.. tapi aku yakin itu tandanya dia emang suka kamu, fen. Ya udah kamu tunggu aja kalo kamu mengharap dia jadi cowok kamu..” tutur Liza.

***

Hari itu rencana mereka adalah jalan jalan melihat keindahan sekitar sekaligus memancing. Dengan naik kapal speed boat yang memang disediakan pengelola resort untuk alat transportasi disekitar pulau, misalnya jika mau ke pasar atau ke pos jaga atau pun jalan jalan keliling pulau.

Setelah semuanya selesai sarapan pagi, mereka menyiapkan peralatan memancing dan yang lainnya. Didit memeriksa speed boat yang akan dia kemudikan, tanpa perlu mengajak staf resort tersebut karena ia memang sudah pernah mengoperasikannya sendiri.

Ketika semuanya sudah siap, begitu juga dengan kostum pantai mereka, Feny dan Liza memakai bikininya lagi, sedangkan Dian juga memakai bikini namun dirangkapi kaos luar.

Para cowok bercelana pendek telanjang dada kecuali Didit yang sudah merasa nyaman hanya memakai sempak (celana dalam) yang dipakai sejak tadi malam hingga makan tadi begitu. Ia tak risih dengan tonjolan diselangkangannya yang tampak besar.

Rombongan muda mudi tiga laki-laki dan tiga perempuan itu bergantian menaiki kapal. Kapal yang dinahkodai sendiri oleh Didit pun mulai melaju dengan kecepatan rendah hingga sedang ketika sudah menjauh dari pulau. Disatu titik kapal berhenti untuk kegiatan memancing ikan.

“Hari ini ikan-ikan banyak yang puasa kali ya, dikit banget yang makan umpanku.” kata Rony menggerutu setelah satu jam memancing diatas kapal hanya satu ikan yang didapat.

“Aku malah belum dapat sama sekali, Ron.” Keluh Tony.

“Haha.. mending aku dong dapat tiga ekor. Meskipun kecil-kecil.” kata Liza yang juga ikut memancing.

Sementara Feny dan Dian hanya jadi suporter dan lebih suka melihat pemandangan laut dan beberapa pulau kecil yang sangat menakjubkan.

Beberapa menit kemudian, “Eh, aku dapat! aku dapat ikan!” teriak Tony girang saat kailnya tertarik sesuatu yang cukup berat kemudian diangkatnya.

“Jaaancokk..! kutang! Siapa sih yang buang kutang sembangan, ngotori laut aja! Asu tenan!” Umpat Tony dalam bahasa khas jawa timur ketika pancingnya menangkap sebuah pakaian dalam perempuan.

Yang lain pun tertawa terbahak-bahak menyaksikan momen konyol itu, tapi juga prihatin dengan orang yang suka buang barang sembarangan di laut.

“Sayang, kayaknya disini gak banyak ikan deh, gimana kalo kita pergi ketengah lagi?” pinta Liza pada Didit.

“Bener, Dit. Disini masih terlalu dangkal kayaknya, kurang ketengah.” kata Tony.

“Gimana teman-teman yang lain, kita perlu menjauh lagi kah?” tanya Didit pada Rony, Feny dan Dian.

“Aku ikut ajalah sama yang udah pengalaman...” kata Rony.

“Sama.. ikuut..” jawab Feny dan Dian hampir bersamaan.

“Okey, tarik pancing kalian dulu kita meluncur lagi!” Kata Didit kembali menjalankan kapal boat itu semakin menjauh hingga pulau yang mereka tinggali semakin terlihat kecil dan tak terlihat lagi. Kapal pun berhenti dititik yang jauh dari pulau-pulau.

“Nah kan, belum lama disini udah dapat ikan. Gede lagi.” Kata Tony ketika kailnya menangkap ikan pertamanya.

Akhirnya semua yang memancing memang dapat banyak ikan dan besar-besar saat posisi mereka ditengah laut. Namun sebenarnya mereka mengabaikan himbauan agar tidak terlalu jauh meninggalkan pulau, sedangkan posisi mereka sudah sangat jauh meninggalkan pulau-pulau.

Setelah dirasa cukup, mereka pun berniat kembali ke pulau tempat villa mereka tinggal. Tapi apa yang terjadi tiba-tiba mesin kapal mati.

“Sialan! Kenapa ini ?!” ujar Didit nampak bingung.

"Ada apa, Dit?" tanya teman-temannya menghampiri.

"Mesinnya mati. Gak bisa distarter!" jawab Didit.

Mereka semua pun panik. Para cowok berusaha mengecek bagian mana yang bermasalah, namun tidak menemukan solusinya.

“Apa jangan-jangan bahan bakarnya habis?” tanya Liza.

“Coba langsung kontak petugas aja..!” kata Feny menyela. Sementara Dian tidak bisa berkata-kata dan raut mukanya ketakutan.

“Bahan bakar masih banyak.” kata Tony.

Sementara Didit memegang handy talky mencoba menghubungi petugas, namun nampaknya tidak bisa terhubung karena terlalu jauh.

Rony mengecek handphone ternyata tidak ada sinyal sama sekali disana.

“Bagaimana bisa kita sampai gak tahu kalo disini gak ada sinyal padahal tadi kita tadi pada pegang HP buat foto-foto. Sial !” kata Rony mengomel.

Didit mencoba menenangkan teman-temannya. Masih dipegangnya handy talky diangkat kearah atas mencari sinyal siapa tahu nyambung. Yang lain melakukan hal yang sama. Masing-masing memegang hand phone-nya dan mencari posisi untuk dapat sinyal. Namun sia-sia. Tetap tidak terkoneksi, tetap tak ada sinyal.

Hari mendekati sore. Ombak mulai membesar. Mereka terombang ambing ditengah laut lepas. Berharap petugas atau siapa saja yang kebetulan lewat menolong mereka.

Tony belum menyerah mencoba menyalakan mesin, tapi belum membuahkan hasil. Yang lain mulai pasrah.

“Sepertinya kita hanya berharap ada yang menolong kita.” Kata Didit kemudian duduk memandang jauh lautan.

“Maafin aku, teman-teman.. gara-gara aku minta ketengah jadi kayak gini nasib kita.” Kata Liza sambil terisak.

“Bukan salahmu, sayang..” kata Didit mencoba menenangkan namun sudah kehilangan kata-kata.

“Iya gak ada yang salah, Liza. Ini musibah. Kamu gak perlu minta maaf.” Kata Feny memegang pundak sahabatnya itu.

Sahabat Tanpa Sehelai BenangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang