SANG PERAWAN

1.7K 10 0
                                    

Malam makin larut.

Rony memberanikan diri mengajak Feny beralih meninggalkan Liza dan Didit yang masih bersama Patrick, Tuti dan Jenny ditempat pesta tersebut.

Berjalan berdua dibawah bulan yang bersinar terang. Kemudian dibawah pohon kelapa Rony dan Feny duduk. Ditemani deburan ombak kecil. Hembusan angin malam seolah tak terasa dingin padahal keduanya telanjang bulat. Selain karena habis menenggak minuman beralkohol, perasaan yang mendidih diantara mereka membuat suasana terasa hangat.

Tanpa basa basi lagi akhirnya Rony mengungkapkan semua isi hatinya pada Feny dan mengatakan ingin menjadi kekasihnya untuk selamanya.
Feny pun tanpa jaim lagi menerimanya dan juga mengatakan isi hatinya.

"Aku sudah lama menunggu kamu ngomong seperti ini, ron.." ujar Feny.

"Maaf, Feny.. aku memang bukan cowok pemberani. Aku belum pernah dekat sama cewek mana pun dan belum pernah pacaran. Kamu yang pertama dan ku harap yang terakhir.. makanya aku nunggu momen yang tepat dan ku pikir inilah saatnya.." kata Rony mulai mengeluarkan kata-kata romantisnya.

Akhirnya malam itu menjadi waktu yang spesial bagi Feny dan Rony. Langit yang cerah, bintang yang bertaburan dimalam itu seolah bertepuk tangan menyaksikan dua muda mudi itu saling memadu kasih dan berjanji.

“Aku gak akan berlama-lama dengan masa pacaran kita. Aku akan segera menikahimu begitu lulus kuliah.” janji Rony pada Feny.

Feny percaya bahwa Rony adalah laki-laki yang bisa dipegang ucapannya. Meskipun Rony bukan anak orang kaya, tapi dia sudah memiliki penghasilan sebagai kontributor lepas sebuah media massa dan memiliki cita-cita yang besar.

Lalu tak tahu dari mana awalnya, tiba-tiba bibir Rony dan Feny sudah saling bertemu dan saling melumat. Keadaan tubuh keduanya yang sudah tanpa pakaian itu memudahkan gairah seksual mereka memanas. Saling berpelukan, kulit bertemu kulit, buah dada besar Feny menempel erat hingga penyet didada Rony.

"Cepet banget ngaceng, ron..?" Ujar Feny dengan senyum manisnya ketika ia merasakan tiba-tiba sesuatu mengganjal dibawah perutnya. Kalimat Feny tersebut membuat kontol Rony makin keras.

Rony nampak kaget mendengar ucapan Feny yang langsung menjurus vulgar tersebut. Seperti memahami keterkejutan Rony, Feny langsung meminta maaf.

"Maaf, bahasa ku jorok ya?"

"Emm, nggak kok. Justru aku suka kamu ngomong jorok dalam kondisi kayak gini.." kata Rony tersenyum.

"Wah, asyik.." kata Feny.

Feny pun berinisiatif memainkan tangannya. Meskipun sama-sama belum pernah pacaran, tapi tampaknya Feny lebih berpengalaman karena pernah bermain bersama adik sepupunya.

Jari-jarinya meraba lembut dada Rony. Berputar disekitar kedua puting Rony lalu perlahan meraba turun melewati perut hingga ketemulah sesuatu yang paling dicari di antara selangkangan Rony. Feny lalu menggenggam sesuatu yang disebut kontol yang sudah sangat keras itu dan Feny pun mengocoknya dengan lembut dan pelan sambil berkata,

"Keras banget kontol mu.. emmhh.. bentuknya keren dan lucu. Melengkung kayak pisang dan agak bengkok ke kiri.."

Sambil mengocok kontol Rony, bibir Feny kembali berpagut dengan bibir Rony sampai terdengar suara cprut cprut. Mereka sangat menikmati momen ciuman itu.

Kemudian tangan Rony pun tak tinggal diam. Ia bergerak meremas kedua susu Feny dan memilin milin putingnya yang sudah mancung keras tanda terangsang hebat.

Kemudian Rony mendaratkan mulutnya di susu Feny. Seperti menyusui bayi, Feny dengan mata merem melek kepala mendongak keatas keenakan dan sangat menikmati susunya dikenyot kenyot Rony walau tidak keluar air susu.

Singkat cerita, Feny kini berbaring beralas pasir putih yang lembut dibawah pohon kelapa dan Rony berada diatasnya menaruh kontolnya diantara payudara Feny yang besar. Rony mengggesek-gesekkan batang itu dan kedua tangan Feny memegang kedua susunya dan menjepitnya dan memainkannya. Kemudian Rony yang menggerakkan pinggulnya maju mundur menikmat kontolnya yang dijepit Feny dengan buah dadanya.

"Feny, boleh ku pegang tempekmu?" ujar Rony meminta ijin tangannya bermain di vagina Feny.

“Rony, sayang.. aku udah jadi milik kamu. Jangankan cuma memegang, tempek ini dimasukin kontolmu aku juga mau… kamu gak perlu ragu..!” ujar Feny karena Feny sebenarnya sudah sangat terangsang sedangkan Rony hanya bermain-main seperti ragu. Dan ia benar-benar yakin Rony adalah laki-laki yang tepat. Ia pun rela menyerahkan keperawanannya pada Rony malam itu.

"Serius? Bukannya kamu masih perawan?"

"Iya. Ambil keperawanan ku, Ron.. encuk aku dengan kontol keras mu itu.. aku sayang kamu.."

Akhirnya Rony tak ragu lagi. Mulailah ia arahkan kepala kontolnya ke bibir tempik Feny. Feny pun membuka lebar kedua kakinya. Dorongan pertama terasa sangat sesak. Feny pun kesakitan. Kontol Rony hanya masuk bagian kepala saja.

"Lanjutin, tapi pelan-pelan aja.." ucap Feny.

Percobaan kedua masih juga belum berhasil masuk. Dan Rony terus mencoba mendorong kontolnya agar masuk ke vagina Feny sepenuhnya. Setelah beberapa kali dorongan belum juga berhasil, Rony pun mendorong dengan keras.

“Jlebbb…”

Akhirnya kontol Rony masuk seluruhnya. Sedangkan Feny spontan berteriak karena kesakitan.

"Aaaaachhhhh...  sakiiit... !"

"Ma-maaf... abis susah banget ya.. ternyata ngencuk itu.. kontolku juga agak terasa sakit.." kata Rony yang mendiamkan dulu badannya dan kontolnya yang sudah berada didalam liang vagina Feny.

"Iya, mungkin karena masih pertama kali.." ujar Feny masih meringis kesakitan.

"Ga papa, yuk.. lanjut aja.." ucap Feny tersenyum centil sambil menggoyangkan pinggul dan bokongnya meminta agar Rony mulai menggenjotnya. Rony pun mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur menusuk nusuk liang vagina Feny dengan kontol kerasnya.

Terlihat darah mengucur dari vagina Feny saat Rony mencabut kontolnya yang juga berlumuran darah.

"Lanjut ron.. sakit tapi enak.. kontolmu enak banget!" Feny merajuk karena Rony kelihatan takut.

"Siap! Tempek mu juga enak banget sayang.." sahut Rony.

Kontol dengan panjang 14 cm itu kemudian masuk lagi sepenuhnya di liang peranakan Feny. Dari pelan hingga Rony tak ragu menggenjot pinggulnya maju mundur lebih cepat. Tanpa ragu juga Feny berteriak cukup keras hingga terdengar oleh Liza dan Didit yang juga telah berdua meninggalkan Patrick dan istrinya serta Jenny ditempat pesta tadi.

“Wew, hot banget mereka.. hihihi..” kata Liza.

“Gak pengen juga?” tanya Didit kemudian.

“He’em. Selalu pengen.” Liza mengangguk mantap.

Keduanya pun mulai melakukan pergumulan seperti yang tengah dilakukan Feny dan Rony. Mereka memilih tempat diantara bebatuan besar yang tidak jauh dari tempat Feny dan Rony berada.

Malam itu Feny telah menyerahkan mahkota keperawanan pada Rony, laki-laki yang cukup lama ditaksirnya. Ia menangis.

“Maafkan aku, sayang. Aku membuatmu menangis, aku menyesal.” ucap Rony sesaat usai menumpahkan air pejunya didada Feny.

“Jangan menyesal, aku memang menangis tapi ini tangisan bahagia, ron. Aku gak menyesal menyerahkannya ke kamu, asal kamu benar-benar menjaga janjimu.” kata Feny sambil menyeka air matanya.

Rony pun mengangguk dan menjawab singkat dengan senyum manisnya, “tentu.”

Mereka kemudian saling berpelukan lalu kembali berbaring dibawah pohon kelapa diatas pasir putih ditemani suara ombak kecil sambil menatap bintang-bintang dilangit yang cerah malam itu.

Sahabat Tanpa Sehelai BenangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang