8

209 34 3
                                    

Sudah hari kedua, dan Gian tak merasakan serangan panik pada dirinya. Sejak pikirannya itu penuh dengan Katherine, ia mulai tidur dengan nyenyak, seolah gadis itu adalah obat tidur paling ampuh untuknya.

Gian memandangi sebuah akun instagram milik Katherine. Ia melihat kegiatan yang dilakukan gadis itu, dan gulirannya terhenti ketika ia melihat sebuah postingan foto bunga tulip. Ia mencari arti bunga tulip, dan dadanya bergemuruh ketika membaca artikel tentang arti bunga yang Katherine posting. Ternyata, pria itu sudah menyatakan perasaannya terlebih dulu sebelum dirinya.

Tok..tok..tok..

Sebuah ketukan menyadarkannya.

"Bos." Andi masuk ke dalam ruangan Gian, ia melihat wajah bosnya yang tidak enak dilihat.

Gian hanya melihatnya sekilas.

"Pihak DPR mau rapat paripurna siang besok."

"Penting?"

"Anggaran mega proyek Jayabaya mau diomongin besok. Ini kesempatan lo buat jalanin misi."

"Rasanya males banget gue. Pengen ngundurin diri."

"Kalo lo ngundurin diri, lo keliatan banget mata-mata, bos."

Gian mengambil minuman dari counter alkohol, dan menuangkan vodka.

"Serius bos? Sesiang ini?" Tanya Andi sambil mengrenyit ketika melihat Gian menenggak minumannya dalam sekali teguk dan tanpa es.

"Rapatnya besok khan?" Tanya Gian

"Iya."

"Gue mau ketemu cewek gue dulu." Kata Gian sambil mengambil kunci mobilnya.

"Cewek lo? Siapa? Kapan?"

"Katherine."

"Lah emang udah nembak? Emang dia nerima lo?"

"Menurut gue, dia cewek gue."

"Lo sakit Gi."

"Ya, obat gue dia. Tempat kerjanya di perusahaan Jatmiko khan?"

Andi tak menjawab, ia memandang bosnya dengan malas.

"Gue udah ingetin, gue gak mau perasaan lo itu perasaan obsesi. Kasian tu cewek." Kata Andi sambil menyamakan langkah dengan bosnya yang sudah berjalan duluan.

Gian menghentikan langkah, dan berbalik memandang Andi.

"Kalo kata gue, dia milik gue, ya berarti itu kenyataannya."

"Tapi lo cuma butuh dia karena lo butuh penenang, bukan cinta."

"Cinta bisa tumbuh kapan aja. Lagian cewek mana yang gak mau sama gue."

"Lo egois, Gi. Gue prihatin sama Katherine."

Gian tertawa sinis.

"Sejak kapan lo punya soft heart begitu?"

"Gak perlu jadi soft heart buat jadi orang yang peduli sama kehidupan orang lain, yang lo butuhin tu rasa empati."

Gian terdiam, dan memandang Andi dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia berbalik dan melanjutkan langkahnya lalu pergi dari ruangan itu.

Empati. Sejak kecelakaan yang merenggut kedua orang tuanya, Gian seolah sudah merasa kebas. Ia tak lagi merasa takut, sedih ataupun kasihan pada siapapun. Apapun yang ia inginkan, harus ia dapatkan tanpa memikirkan efek jangka panjang yang mungkin saja ia terima di kemudian hari.

🌷🌷🌷

Katherine sedang bekerja di depan komputernya siang itu. Ia sangat serius, sehingga ia tak menyadari ada seseorang yang sudah berada di ruangannya.

Heal YouWhere stories live. Discover now