38

172 25 2
                                    

Gian duduk di samping ranjang rumah sakit, tangannya dengan lembut menggenggam tangan Katherine yang masih belum membuka matanya. Di ruangan itu, hanya ada bunyi lembut mesin-mesin medis yang berdenyut dengan stabil. Pandangannya tak pernah lepas dari wajah Katherine—wajah yang begitu ia cintai, yang kini tampak tenang dalam tidurnya. Meski tubuhnya sendiri masih terasa sakit akibat luka-luka yang ia alami, Gian merasa tak lagi peduli. Ada hal yang jauh lebih besar yang memenuhi pikirannya.

Beberapa saat sebelumnya, dokter memberitahunya kabar yang mengubah segalanya—Katherine mengandung. Awalnya, Gian tak bisa berkata apa-apa, hanya diam dengan hati yang berdebar. Seolah dunia berhenti sesaat untuk memberi ruang bagi kebahagiaan itu tumbuh. Sekarang, di tengah sunyi dan ketenangan ruangan itu, Gian merasakan ledakan emosi di dalam dirinya. Perasaan haru, syukur, dan kebahagiaan menyatu menjadi sesuatu yang tak mampu ia ungkapkan dengan kata-kata.

Matanya berkilau saat ia memandang Katherine yang masih belum sadarkan diri. “Kamu mengandung,” bisiknya dengan suara lembut, seolah berbicara pada dirinya sendiri. "Kita akan punya anak..." Tangannya mengusap pelan jemari Katherine, harapannya terbang jauh membayangkan masa depan—keluarga kecil mereka, senyum anak mereka, tawa yang akan mengisi hari-hari mendatang.

Gian tersenyum, penuh cinta dan bahagia yang tak bisa ditahan. Di dalam hatinya, ia berjanji akan selalu menjaga Katherine dan calon anak mereka dengan segenap hatinya, tak peduli apapun yang terjadi. Meski Katherine masih belum membuka matanya, Gian merasa tenang. Baginya, momen ini adalah awal dari babak baru dalam hidup mereka—babak yang penuh cinta dan kebahagiaan.

Katherine bergerak dalam tidurnya, dahinya mengrenyit. Gian tersentak melihat itu. Lamat-lamat mata Katherine terbuka, dan ia menoleh ke samping menemukan suaminya yang sedang menggenggam tangannya.

"Mas?" Ujarnya serak.

"Hai mama." Kata Gian dengan suara bergetar.

"Hm?"

Gian memajukan wajahnya, dan menciumi wajah istrinya.

"Aww, mass." Katherine mengaduh karena Gian mencium bekas jahitan di dahinya.

"Maaf, maaf sayang. Saya hanya merasa sangat bahagia. Terimakasih, terimakasih sayang." Katanya dengan mata berkaca-kaca.

"Maksudnya mas?"

Gian mengusap perut Katherine, ia memandang istrinya. Dengan suara lembut tapi penuh kehangatan, Gian berbisik, “Disini ada bayi, Kate.” Kata-kata itu mengalir dengan penuh cinta, dan Katherine hanya bisa menatapnya, mencoba memahami apa yang baru saja ia dengar. Lalu tiba-tiba, kenyataan menghantamnya. Katherine terkesiap, mulutnya terbuka sebelum akhirnya ia menutupinya dengan tangan. Air matanya langsung menggenang di mata, merembes keluar tanpa bisa ditahan. Dia tidak bisa berkata apa-apa, hanya menatap Gian dengan perasaan haru yang luar biasa. Dadanya terasa penuh, dipenuhi oleh emosi yang tak bisa ia ungkapkan—kebahagiaan, cinta, syukur, dan keajaiban semua tercampur jadi satu. Air matanya terus mengalir, tapi senyum lebar mulai muncul di wajahnya. Ia merasakan kehangatan membanjiri hatinya, menyadari bahwa kehidupan baru sedang tumbuh di dalam dirinya. Tangannya yang gemetar meraih tangan Gian, merasakan kekuatan dari genggamannya yang menenangkan. Dengan suara bergetar, ia akhirnya berbisik, “Aku... kita akan jadi orang tua…”Senyumnya berubah menjadi tawa kecil yang tertahan, campuran antara tak percaya dan kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan. Katherine merasa seolah dunia baru terbuka di hadapannya—dunia yang dipenuhi dengan cinta yang lebih besar dari apapun yang pernah ia bayangkan. Hatinya dipenuhi dengan rasa syukur yang mendalam, untuk bayi yang belum ia temui, dan untuk Gian, pria yang selalu ada di sisinya. Dalam momen itu, tidak ada hal lain di dunia yang lebih penting. Hanya ada mereka berdua, terhubung oleh kebahagiaan dan cinta yang melimpah, menanti hadirnya anugerah baru dalam hidup mereka.

Heal YouWhere stories live. Discover now