20

188 30 1
                                    

Sejenak Katherine mematung dengan apa yang dikatakan oleh Amora. Namun sejurus kemudian ia tersenyum.

"Saya tau, Mas Pierre banyak yang menyukai, tapi saya akan menganggap itu wajar. Termasuk kedatangan Bu Amora kemari."

Amora tertawa sinis.

"Anak muda, sungguh naif. Saya sudah menduga kamu akan berkata demikian. Sarah."

"Baik bu."

Asisten Amora, Sarah, memberikan tab pada Katherine.

"Saya tidak mengada-ada. Semua bukti ada di slide show itu. Mulai dari foto pernikahan, preweding, sertifikat pernikahan, kartu undangan, semua yang ingin kamu tahu ada disana."

Katherine menggeser-geser slide show tersebut. Matanya melebar, hatinya berdenyut. Ia tak menyangka bahwa ini terjadi pada dirinya. Pierre adalah kekasih pertamanya, seperti yang ia doakan kemarin. Jika memang bukan jodoh, tunjukkan, agar belum jatuh terlalu dalam, dan ini jawaban Tuhan. Bukan lagi sedikit, tapi ekstrim sampai ke akarnya.

Katherine memandang Amora. Jemarinya gemetar, matanya memanas, napasnya putus-putus, kepalanya pening. Katherine menghela napasnya.

"Saya tidak percaya."

Amora menatapnya nyalang.

"Tapi, saya harus menyaksikannya sendiri. Saya akan mengajak Mas Pierre makan malam hari ini, kita bertemu disana, jelaskan semuanya dan saya akan percaya pada kalian, detik itu juga saya tidak akan berpikir dua kali. Saya akan mundur." Kata Katherine dengan kuat hati.

Ya, ia harus berani sekalipun di dalam hati tak putusnya ia merapalkan doa supaya tak keluar kata-kata kasar dan menangis tersedu-sedu.

"Baik. Hari ini kita bereskan."

Katherine mengangguk.

"Saya ijin pamit, sampai ketemu malam nanti. Ini kartu nama saya."

"Jam tujuh kita akan bertemu."

Amora mengangguk, lalu ia kemudian pamit pergi.

Katherine menetralkan napasnya yang sesak di dada. Ia pergi ke kamar mandi, dan terduduk di lantai, bersandar pada pintu sambil memeluk kakinya. Tangisannya pecah, tubuhnya gemetar.

"Tuhan, papi, mami, kenapa? Kate salah apa?" Isaknya

"Mas, harusnya aku mengikuti intuisiku, ternyata kamu jahat."

Katherine menangis hampir setengah jam di kamar mandi. Ia menghapus air matanya, dan bangun dari sana. Ia melihat dirinya di cermin. Matanya bengkak, hidungnya memerah.

"Tuhan, aku harus nurut khan? Aku mau hidup sesuai dengan rencanamu. Aku berterimakasih dan bersyukur karena Kau sudah mengingatkanku secepat ini."

Katherine segera keluar dari kamar mandi setelah membereskan rambut dan juga makeupnya.

Ia mengambil ponselnya, lalu menelepon seseorang.

"Halo, sayang."

"Ha-halo mas. Nanti malam kita makan malam mau gak?" Tanya Katherine sambil menetralkan suaranya agar tidak menangis.

"Ok, but are you ok, love?"

Bagaimana Katherine harus rela melepaskan pria semanis Pierre? Tapi ia bukan miliknya, ia harus berhenti.

"Gapapa mas. Nanti kita ketemu ya."

"Iya sayang. Mas perlu ambil jas di butik dulu kalau begitu. I need to look handsome for you."

Heal YouWhere stories live. Discover now