24

199 35 7
                                    

Amora ketakutan, ia membungkus hoodienya yang sempat terkena darah Katherine ke dalam sebuah plastik sampah, dan berencana akan membuangnya nanti ketika ia sampai di Kalimantan karena hari ini ia akan melesat ke bandara dan membeli tiket penerbangan terdekat.

"Sarah!" Seru Amora dengan napas memburu.

Seorang wanita muda tergopoh masuk ke kamar Amora.

"Kemasi barang-barangmu. Kita pulang ke Kalimantan sekarang." Kata Amora

"Cepat!!!" Bentaknya

"I-iya bu."

Sarah dan Amora mengemasi barang-barang dengan terburu-buru. Tangan Amora tak berhenti bergetar, ia melakukan kebodohan karena gelap mata. Ia tak tahu bagaimana akan melanjutkan hidup jika nanti dirinya tertangkap oleh polisi.

Dor..dor..dor!!!

Gedoran keras di pintu mengagetkan mereka berdua. Amora dan Sarah saling pandang.

Dor..dor..dor!!!

Gedoran itu kembali terdengar. Amora perlahan berjalan keluar kamar.

"Amora!"

Amora mengenali suara itu. Pierre. Ia berlari menuju pintu dan membukanya.

"Pierre, ada apa denganmu? Siapa yang melakukan ini padamu?" Tanya Amora terkejut ketika melihat Pierre dengan wajah babak belur.

Plak!!!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Amora. Napas Pierre memburu karena ia menahan amarah.

Amora memegangi pipinya yang panas, ia tak menyangka mendapat sebuah tamparan pedas dari pria yang sangat ia cintai. Matanya sudah tak bisa lagi membendung air mata yang keluar dari sana.

"Kau!!! Kenapa kau mencoba membunuh Kate, Amora??!!!" Tanya Pierre dengan berseru marah.

Amora terdiam penuh kemarahan.

"Jawab!!!!" Bentak Pierre

"Kau khan yang melakukannya? Kau khan yang mencoba membunuhnya?" Tanya Pierre sambil mengguncangkan tubuh Amora.

"Ya."

Guncangan di tubuh Amora berhenti, Pierre terhenyak kaget, ia pikir itu semua bohong. Ia pikir apa yang dikatakan oleh Gian itu semua hanya mengada-ada. Pierre jatuh luruh ke lantai di hadapan Amora. Hati Amora berdenyut sakit melihat pria yang ia cintai begitu lemah karena ia mencintai wanita lain.

"Kenapa Amora?" Tanya Pierre dengan lirih. Amora tertegun ketika pria itu mengangkat wajahnya, dan pipi pria itu sudah bersimbah air mata. Seumur hidup pernikahannya, ia tak pernah melihat Pierre menangis karena dirinya, tapi kali ini bulir bening itu mengalir untuk wanita lain.

"Tak ada yang boleh memiliki suamiku. Kau adalah suamiku. Milikku, hanya milikku." Kata Amora sambil menyeka air mata dengan punggung tangannya.

Pierre memandangnya dengan datar. Ia bangkit berdiri.

"Kau egois, Amora."

"Kau yang egois, Pierre!! Bisa-bisanya kau berhubungan dengan wanita lain ketika kita masih dalam proses perceraian?! Mana hatimu? Mana perasaanmu?"

Pierre kelu. Apa yang dikatakan Amora memang benar. Ia memang salah disini, terlalu bernafsu untuk memiliki Katherine.

"Maaf. Baiklah saya mengaku salah."

Amora berbinar, lalu kemudian maju dan memeluk suaminya.

"Terimakasih, Pierre, mari kita perbaiki semua."

Heal YouWhere stories live. Discover now