22. cinta diatas sengsara

614 61 6
                                    

"What the fuck does that mean, Iskandar!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"What the fuck does that mean, Iskandar!"

"Are you dumb? Idiot? Or something like that, huh!"

Gebrakan pintu saat dibuka itu hampir saja meruntuhkan jantung pria tua, yang sedang duduk bersandar di pagi hari sambil melihat berkas keuangan di ruangannya. Meskipun Iskandar sudah memprediksi dan menyiapkan telinganya untuk mendengar umpatan kasar dari Masen atas apa yang sudah ia lakukan, nyatanya ketika ia menyaksikan sendiri tingkah anak itu, ternyata sangatlah masih membuat kepalanya pening.

Masen mendekati Iskandar, dengan amuk dan kilat mata membidik ke arah Iskandar yang masih mematung, "answer, motherfucker!"

"Apa yang harus aku jawab, bila kau hanya melontarkan umpatan sedari tadi!"

"Kau pasti tahu maksud ku!"

"Ini demi kebaikan kita semua dan Shiloh! Tahu apa kamu, beraninya mengajari orang tua!" Iskandar luput akan kegentaran atas keputusannya.

"Mana kuncinya!" Gertak Masen sambil mendekat.

"Dia itu berbahaya, Masen. Dia mencelakai dirinya sendiri dan kau, berkali-kali ia berniat bunuh diri! Aku hanya mengkhawatirkan kita semua!"

"Its fucking nonsense! Diaa tidak mencelakai ku dan siapapun! Kemarin itu aku sendiri yang mendekat pada pecahan kaca itu! Dia tidak berniat melukai ku, aku bisa pastikan itu!" Sanggah Masen berusaha untuk membujuk Iskandar.

"Ini sudah menjadi keputusan ku! Jika dia sampai berniat bunuh diri lagi, maka tamatlah riwayat kami, kau tidak akan mengerti!"

"Kemarikan kuncinya, ku bilang."

"Dan aku tetap akan bilang tidak, sekarang kau pergilah!"

"Please.."

Salah satu hal mengejutkan dalam hidup Iskandar adalah ketika ia melihat kala Masen yang bersimpuh, menekuk lutut hingga ke lantai. Mendongak penuh harap pada Iskandar dengan wajah pias, kali ini tidak ada tatapan bengis seperti tadi.

"Apa yang kau lakukan, Masen. Berdirilah!"

"Aku mohon untuk kali ini saja, bebaskan Shiloh. Ia sudah cukup menderita terkurung di bangunan kuno ini, jangan tambah lagi kesedihannya dengan membungkam ruang geraknya juga."

"Ku mohon, Pak. Kembalikan kuncinya, aku akan menjamin ia. Aku akan bertanggung jawab jika nantinya terjadi apa-apa," tambahnya dengan parau serta pertama kalinya ia menyebut Iskandar dengan panggilan sopan 'Pak'.

Iskandar mendengus risau dan ikut bersedih,

"Berhenti untuk menekan dirimu sendiri atas Shiloh, dia bukan tanggung jawab mu. Kau tak perlu selalu menjadi penjamin baginya lagi, dan jika suatu saat terjadi apapun padanya, itu bukan salah mu." Iskandar ikut terduduk menyamakan posisi mereka.

Mantra Wanita Sinting Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang