Being The Best Parent

86 4 0
                                    

NOTE :
Vote atau komen kek biar diriku semangat up nya 🤣🤌

.

.

.

.

Malam ini, Jansen baru saja pulang dari kantor dengan kondisi tubuh yang sudah sangat lemas. Tiva tampak menyambutnya di ambang pintu masuk kediaman Dimitra dengan hati yang cukup resah. Ia menatap sang suami yang baru saja keluar dari dalam sedan hitamnya.

Beberapa detik setelah Jansen keluar dari dalam mobil, Tiva juga melihat seseorang lain yang juga keluar dari dalam mobil tersebut.

Tiva memang sempat diberitahu oleh Ryder perihal kedatangan Qhiso. Hanya saja, Qhiso sendiri belum memberitahu putrinya jika hari ini ia sudah menginjakkan kaki di Negara Indonesia.

Jansen mulai melangkahkan kakinya, berjalan menghampiri Tiva seraya mendekapnya dengan singkat. Tiva tampak tersenyum hambar setelah ia menerima pelukan dari Jansen.

"Apa ada masalah?" tanya Jansen karena ia melihat Tiva tidak tersenyum tulus padanya.

"Harusnya, aku yang tanya kayak gitu sama kamu, Pa!" tegas Tiva dengan pelan.

Jansen dan Tiva tampak melirik dahulu ke arah Qhiso yang baru saja sampai di dekat mereka.

"Apa Zea udah tidur?" tanya Qhiso pada Tiva.

"Harusnya, kamu kabari anakmu dulu! Malah asyik berduaan di kantor!" gerutu Tiva pada Qhiso.

CEO perusahaan Atlantic itu hanya tersenyum sembari menggaruk pelan kepalanya. Mungkin, topik pembahasannya bersama dengan Jansen sangat penting sehingga ia lupa memberi kabar pada putrinya sendiri.

Ini adalah kebiasaan dari orang tua yang terlalu gila dalam hal pekerjaan.

Qhiso lantas beranjak ke lantai dua untuk menemui Zea terlebih dahulu sebelum ia masuk ke dalam kamar yang sudah disediakan oleh Jansen. Hanya saja, Zea pasti melarang ayah kandungnya itu untuk tidur di kamar lain, selain di dalam kamarnya.

Setelah Qhiso berlalu, Tiva lantas mempertajam tatapannya pada sang suami. Dari reaksi Tiva, Jansen langsung bisa menyadari bahwa istrinya itu sudah mengetahui perihal keadaan Saga.

"Kita bicara di kamar setelah aku beres mandi, hm?" pinta Jansen pada sang istri.

Tiva hanya menganggukkan kepalanya pelan, kemudian ia meraih tangan Jansen yang mengajaknya untuk bergandengan hingga ke dalam kamar utama.

Sementara itu, Qhiso baru saja sampai di depan kamar Zea. Ia tampak diam sejenak sebelum ia membuka pintu kamar putri semata wayangnya tersebut.

Ada perasaan bersalah di dalam hatinya karena ia terlalu lama tidak menemui putrinya tersebut. Ia selalu memberi pengertian pada Zea jika pekerjaannya di perusahaan sangat lah menumpuk. Qhiso juga sering membujuk Zea untuk ikut pulang dengannya agar Zea tidak merasa terabaikan.

NOCTIS SAGARA RYDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang