Bab. 11

2K 89 0
                                    

"Bisa-bisanya kak Simon bicara begitu!" Bella menggebrak pelan meja saat mengingat rasa malunya semalam. 

"Sudahlah, Bel, tidak semua laki-laki memang mudah diluluhkan di awal. Lagipula kamu juga terlalu cepat mengarah ke sana."

Bella berdecak. Memang seharusnya begitu kan? Kenapa pula Simon harus benci padanya, padahal Bella adalah peempuan manis yang menawarkan diri padanya? Apalagi mereka punya hubungan darah yang terbilang sangat dekat. 

"Tapi aku jadi penasaran bertemu istrinya." Bella menopang dagu. "Siapa sih namanya? Aku lupa, ma."

"Sofia."

"Dia seperti apa?"

"Tidak istimewa. Seperti halnya rakyat jelata."

***

Alex memerhatikan Simon yang kini duduk tenang diruang kerjanya, masih sibuk bekerja. Kemarin Simon menghabiskan waktu di kamar lebih lama dari dugaan Alex. Mungkin sekitar 3 jam-an Simon di dalam, dia keluar dengan penampilan sehabis mandi dan sangat segar, lalu masuk ke ruang kerjanya untuk melanjutkan pekerjaan yang tertinggal. 

"Anda tidak istirahat dulu, tuang muda?"

"Aku tidak lelah."

"Anda tidak mual lagi?"

"Sejauh ini tidak."

"... Saya tebak semua berjalan baik semalam dengan nyonya."

Simon berhenti sesaat, lelu tersenyum penuh arti. "Sangat baik."

***
"Nyonya, ini sudah hampir siang. Anda belum makan apa-apa dari tadi."

Sofia masih bergelung dalam selimut, tidur nyenyak seperti seekor kucing besar yang kekenyangan.

"Nyonya, setidaknya bangun dan makan sesuatu dulu. Setelah itu nyonya bisa kembali tidur lagi."

"Nanti, Nia, aku lelah." Gumam Sofia malas.

Dirinya memang sangat kelelahan gara-gara Simon. Tak Sofia sangka dia sekuat itu. Pinggang Sofia agak sakit, kakinya bergetar lemas dan betisnya ngilu. Dadanya juga ngilu sejak tadi. 

"Anehnya dia memastikan perutku tidak sakit." Pikir Sofia sambil meraba perutnya yang baik-baik saja. "Dia juga berhati-hati memasukkan dirinya. Seolah-olah dia takut itu berpengaruh pada bayi ini."

Sepertinya memang dia cukup tertarik dengan anak di perut Sofia. Yah, apapun itu Sofiia tetap tidak akan membiarkan dia menyentuh anak ini seenaknya. Katanya semua anak butuh ayah dan ibunya lenkap? Tidak. Anak ini tidak butuh ayah bajingan yang tidak berperasaan. 

"Nyonya-"

"Oke, oke, aku bangun." Sofia terpaksa menerima uluran tangan Nia, pelan-pelan terbangun dari posisi nyamannya. Setelah bangun itu Sofia malah jadi sadar kalau dirinya sudah terlalu banyak tidur. 

"Aku jadi mau berjemur." Gumam Sofia.

"Saya akan bertanya pada tuan muda apa boleh anda turun atau tidak."

"Kenapa juga aku harus izin pada dia cuma untuk turun?" Sofia menyahut kesal. Memang kemarin dia menghabiskan malam sangat lama dengan Simon, tapi itu cuma urusan ranjang. Kebencian Sofia masih sama. "Tidak mau. Jangan izin padanya. Aku tidak mau diatur-atur oleh Simon."

"Tapi, nyonya, ada nyonya Hellen-"

"Apa nyonya Hellen akan menikam perutku dengan pisau kalau melihat aku?"

Nia sejenak terdiam. "Tidak, nyonya. Seharusnya tidak. Tapi mungkin nyonya Hellen akan bicara buruk pada nyonya."

"Kalau sekedar bicara buruk, aku sudah biasa."

Bunga yang BerseriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang