"Hubungan Simon dan Sofia sudah tidak bisa diperbaiki lagi." Ucap Abraham. "Perempuan itu tidak mau memperbaiki hubungan dengan Simon. Jadi aku berpikir menjodohkan Simon dengan wanita lain, Hellen."
"Begitu yah? Itu memang keputusan yang tepat. Wanita itu tidak seharusnya jadi istri Simon dari awal, Bram!" Hellen membalas penuh dukungan. "Lalu, kamu ingin menjodohkan Simon dengan siapa?"
"Bagaimana dengan putrimu?"
"Bella? Kamu tahu Simon masih melarang Bella datang ke kediaman ini."
"Itu sudah masa lalu. Simon saat itu hanya emosi sesaat."
Hellen mengerjap kaget, lalu tersenyum lebar. "Jadi, Bella boleh datang ke rumah ini lagi, kan?"
"Ya, panggil dia. Kalau Simon melarang, katakan kalau aku yang mengundang keponakanku itu datang."
Hellen tertawa kecil. Kesempatannya buat menendang Sofia keluar dari kediaman ini sepertinya sudah terbuka lebar. Simon sebentar lagi pasti akan muak dengan sikap dingin Sofia itu, dan begitu Simon muak, Sofia akan ditendang jauh-jauh dari Parker.
Anaknya? Anak itu menyandang nama Parker jadi dia pasti akan tetap disini. Lagipula memangnya Sofia berhak apa atas anak itu? Rakyat jelata tidak punya hak apapun kalau berhadapan dengan kekuasaan. Termasuk hak atas anaknya.
***
Sofia selalu suka mandi malam sebelum tidur. Itu membuat tidurnya sangat nyenyak dan berkualitas. Apalagi jika ia kramas malam-malam, menata rambut panjangnya sebelum tidur.
"Da!" Panggil Sania yang menjulurkan tangan kecilnya pada Sofia.
"Sudah mau tidur, sayang?" Tanya Soia saat memindahkan anak itu ke pangkuannya. "Tunggu sebentar yah, bunda keringkan rambut dulu."
Sania menepuk-nepuk dadanya, isyarat minta menyusu.
"Minum susu pakai dot saja, mau yah?"
Sofia juga sering memompa susunya ke dalam botol untuk Sania minum.
"Engh!" Sania mendorong dot yang diulurkan Nia. Dia tidak mau, maunya dari Sofia saja. Karena tidak langsung diberi, Sania mulai menangis.
"Oke, oke, tunggu sebentar, bunda kasih kok. Jangan menangis yah."
Pada akhrinya Sofia membiarkan anak itu di dekapannya, sementara pelayan masuh terus mengeringkan rambutnya yang panjang dan lebat. Setelah semua dirasa cukup, Sofia meminta pelayan pergi beristirahat, termasuk Nia. Tapi Nia menolak.
"Nona muda sepertinya belum mengantuk, nyonya. Tuan muda juga belum kembali, jadi saya akan tetap disini dulu."
Sofia melirik jam, menemukan sudah pukul 9 malam. Biasanya Simon sudah masuk kamar jam segini.
"Dia mabuk lagi?" Tanya Sofia pelan.
Nia tidak menjawab. Sulit menjawab, lebih tepatnya.
"Aku tidak mengerti dengan pikirannya. Kalau memang stres karena tidak dilayani, ya panggil saja wanita koleksinya itu. Untuk apa dia pamer pendritaan? Buat dikasihani? Buang-buang waktu saja."
"Anda baik-baik saja meskipun tuan muda bersama wanita lain, nyonya?"
"Aku tidak akan berkedip meskipun dia mati sambil muntah darah, jadi kenapa aku harus peduli dia bersama wanita lain? Malah bagus. Aku jadi tidak melihat wajahnya sering-sering."
"..."
***
"Tuan muda, sudah waktunya beristirahat."
Simon hanya diam seperti patung. Matanya kosong menatap botol-botol alkohol di atas meja, sembari punggungnya bersandar pada sofa. Dalam hidupnya yang sempurnya, Simon tidak pernah menyangka akan datang waktu dirinya minum-minum seperti orang kesepian. Biasanya Simon hanya minum saat di pesta, itupun segelas demi formalitas, tapi sekarang alkohol malah jadi temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga yang Berseri
Random"Ceraikan aku, Simon! Aku ingin bahagia." 7 Tahun lamanya Sofia terjebak dalam pernikahan yang tak membahagiakannya, 7 tahun lamanya Simon Kim Parker tidak mempedulikannya. Pada hari sang ibu meninggal, Simon tidak memunculkan dirinya, bahkan sekeda...