Bab. 22

1.9K 109 7
                                    

"Tuan muda, nona tiba-tiba mengamuk."

Simon tersentak kaget saat suara tangisan keras anaknya terdengar. Buru-buru Simon menghampirinya, mengambil Sania dalam gendongan. 

"Putriku, ada apa? Kamu kenapa? Kamu demam lagi?"

Simon meraba keningnya untuk memastikan, tapi Sania tidak demam. Dia menangis sangat keras, seperti sedang kesakitan. 

"Da! Da!" Amuknya memukul-mukul Simon. "Daaaa!"

"Iya, nak, iya. Ayah pasti bawa bunda pulang. Jangan nangis dulu. Ayah pasti-"

"Da!"

Perasaan Simon mendadak tidak nyaman. Ia merasa seperti sesuatu yang buruk terjadi dan karena itulah Sania gelisah. 

"Alex, aku menyuruhmu menemukan lokasi Sofia secepatnya! Secepatnya! Kenapa lama sekali?!" Bentak Simon yang mulai kalut. 

Padahal dia tahu kalau penculiknya bisa sampai masuk ke kediaman Parker, berarti mereka bukan orang sembarangan yang bisa ditemukan semudah itu. 

Semua orang jadi merasa panik dan kalut karena tangisan Sania. Anak itu terus mengamuk, memukul-mukul Simon sambil memanggil bundanya.

***

Sofia berusaha keras mengatur napasnya yang melemah. Satu badannya sakit. Seumur hidup, baru kali ini Sofia merasakan dirinya dicambuk. Rasanya jauh lebih sakit daripada pukulan rotan. Kulitnya seperti robek berkali-kali. 

"Berhenti." Rintih Sofia tanpa suara. Suaranya sudah habis karena berteriak. "Tolong berhenti. Tolong."

Hellen justru melayangkan cambukan keras. 

"Aku menyuruhmu memohon, bodoh. Memohonlah atas kesalahanmu."

Sofia menggigit bibirnya kuat. Dia menyuruh Sofia memohon maaf karena sudah lahir. Menyuruh Sofia mengakui bahwa semua kemalangan ini terjadi karena Sofia orang rendahan. Bagaimana bisa Sofia mengatakan itu?

Rasa sakit menyelimuti seluruh tubuh Sofia begitu saja. Dadanya semakin sesak, ia menggigit lidahnya sendiri berharap bisa tetap sadar. Di sudut hatinya, Sofia mulai putus asa. 

"Sania." Rintih Sofia. "Sania, Sania."

Nama anaknya memberi Sofia sedikit harapan untuk bertahan. Karena anaknya pasti menunggunya pulang. 

"Dia belum menyusu." Pikir Sofia diantara rasa sakitnya. "Nia menyuapinya makan tepat wakut kan? Dia tidak menangis lagi sampai demamnya naik kan?"

Hellen tak berhenti mencambuk tubuhnya dan Sofia sudah terlalu sakit untuk berteriak. Sofia hanya diam, tak mampu bergerak, dan hanya merintihkan nama Sania tanpa henti. 

***

Abraham Parker tak bisa tenang. Pria itu berusaha tidur, pura-pura tidak tahu tentang perbuatan adik perempuannya, tapi bayangan dari apa yang dilakukan Hellen berseliweran. 

Sudah berapa jam Sofia di tangan mereka? Entah siksaan apa yang anak itu terima. Abraham berusaha diam. Diam saja. Biarkan saja. Kalau Sofia mati, maka semua masalah selesai. Abraham hanya harus diam sampai Sofia mati di tangan Hellen. 

Atau setidaknya Abraham berharap begitu...

"Tuang, nona muda mengalami kejang."

Abraham tersengat. Alex yang masuk ke kamarnya begitu saja tanpa izin, tak bisa ditegur karena perkataannya barusan. 

"Apa? Cucuku-"

"Nona muda memanggil ibunya terus, tuan." Kata Alex, nyaris seperti menggeram. "Apa anda tega membiarkan nona muda seperti itu?"

Bunga yang BerseriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang