Hari ke-7 kelahiran Sania.
"Kamu sudah baik-baik saja?" Tanya Simon sembari memegang tangan Sofia. "Istriku, kamu tidak perlu ikut turun kalau tidak bisa. Tidak wajib juga kamu turun. Setelah aku mengumumkan nama anak kita, dia akan langsung kembali ke kamar."
"Aku tetap tidak mau membiarkan anakku bersama kalian saja." Jawab Sofia datar. "Terutama para tetua keluargamu."
"Aku tidak terlalu senang mendengar kalian menyayangi putriku." Sofia sekali membalas tanpa hati, membuat Simon tersenyum kecut.
Simon tidak membalasnya lagi, menggandeng Sofia menuju lift untuk turun ke lantai dua. Nia di belakang mengkuti, sambil menggendong Sani. Lift berdenting dan pintu terbuka, menampilkan suasana pesta puncak yang dinanti-nantikan semua orang, kecuali Sofia. Simon memegang tangan Sofia menuju ke kursi emgah disana, tempat yang meman disiapkan untuk ibu dari anaknya. Sofia akan duduk disana, memangku Sania dan membiarkan kerabat Parker mendekat satu per satu untuk menyapanya. Juga memberi hadiah.
Sepanjang acara itu, Sania mendapat tumpukkan hadiah mewah. Kebanyakan adalah perhiasan, berlian dan permata. Tidak sedikit juga hadiah untuk Sofia. Walau kebanyakan tidak mengakui dia sebagai Parker, tetap saja dia istri Simon, jadi semua kerabat tetap memberinya hadiah.
"Dari tadi dia tidak tersenyum." Dari pojok lain kerabat Simon tentunya berkomentar.
"Sopan santunnya tidak ada. Padahal semua orang sudah repot-repot memberi hadiah untuk dia juga."
"Namanya juga rakyat jelata. Dia tidak diajari berterimakasih, makanya dia begitu."
"Mungkin dia merasa perhatian Simon sedang tertuju padanya, jadi dia mau bersikap sombong."
"Katanya larangan Bella masih berlaku yah? Meskipun Hellen sudah minta izin agar Bella boleh datang, katanya wanita itu tidak mengizinkan."
"Suatu saat kasih sayang Simon padanya pasti habis. Mungkin saati itulah Hellen baru akan membalas penghinaan pada putrinya."
Mereka tertawa.
"Ngomong-ngomong, sudah dengar tidak? Katanya tuan Abraham akan membangun istana kecil untuk tempat bermain cucunya."
"Ohya? Tuan Abraham juga tertarik pada anak itu?"
"Dia memang anak yang cantik sih."
Semua orang sibuk bicara di belakang sementara Sofia yang tidak dengar dan tidak mau dengar cuma menatap mereka bosan. Sofia bersabar sampai semua orang selesai bertemu anaknya, juga sesi foto selesai, barulah Sofia beranjak.
"Aku mau kembali." Kata Sofia seraya menyerahkan Sania pada Nia.
"Mau aku temani, istriku?"
"Tidak usah. Tetaplaj disini."
Sofia berlalu pergi bersama Nia dan pelayan-pelayannya. Begitu keluar dari lift di lantai kamarnya, Sofia menarik mahkota diatar kepalanya, melempar benda itu seolah hanya sampah.
"Buang semua hadiah mereka." Titah Sofia dingin. "Tidak boleh ada yang dipakai putriku. Perhiasannya juga, masukkan saja ke gudang perhiasan atau apapun, terserah. Tapi jangan pakaikan pada putriku."
"Hadiah para tetua-"
"Termasuk itu." Sofia merampas map dari tangan pelayan, yaitu aset-aset yang diberikan pada Sania. Tanpa berpikir panjang Sofia merobeknya. "Benda menjijikkan pemberian mereka tidak pantas dengan putriku. Buang semuanya."
"... Baik, nyonya."
Sofia mendekati Sania, tersenyum lembut melihatnya terlelap. "Bunda cuma akan memberikan yang terbaik. Sampah tidak cocok untuk anak menggemaskan seperti kamu, Sania."
Keluarga Parker seluruhnya sampah. Bagi Sania, semuanya sampah.
***
"Tuan muda, nyonya meminta semua hadiah yang diberikan dibuang saja."
Simon tidak terkejut. Sofia dari awal tidak terlihat tertarik. Lagipula tidak banyak yang berubah kalau dia membuang hadiahanya juga.
"Masukkan saja ke gudang." Kata Simon. "Suatu saat akan aku berikan pada Sania, kalau dia sudah cukup besar."
"Baik, tuan muda."
Simon menunduk, menatap kotak perhiasan yang belum ia berikan. Untunglah, tidak ia berikan tadi. Firasatnya bilang pasti akan dibuang bersama hadiah-hadiah lainnya, jadi Simon menunda. Ia akan memastikan hadiah ini setidaknya diterima.
Simon beranjak dari tempatnya, berjalan menuju kamar. Ia dan Sofia masih tidur sekamar. Begitu Simon masuk, para pelayan langsung beranjak pergi, meninggalkan mereka.
"Pertumu tidak sakit kan?" Tanya Simon begitu mendekat. "Kamu duduk cukup lama tadi. Aku khawatir lukanya perih."
"Tidak." Sofia membalas singkat, ia sibuk menyusui Sania.
Simon duduk di kursi dekat ranjangnya, mengamati bagaimana Sania menyusu semangat. Tatapan Simon sedikit terpaku pada dadanya, lalu melirik wajah Sofia yang terpejam. Mereka tidur sekamar berbulan-bulan, tapi setelah malam itu, Simon tidak pernah lagi menyentuh Sofia. Kadang-kadang Simon berpikir mendekatinya, membujuknya dengan cara sama lagi, tapi Simon ragu.
Simon ingin memulainya denga cara yang lebih alami. Mau sama mau. Sialnya itu seperti mimpi yang ketinggian. Sofia masih tak bergeming dengan semua perhatian dan kasih sayang yang Simon berikan. Matanya masih sama.
Masih mata yang meminta bercerai.
"Boleh aku minta sesuatu padamu, istriku?"
Sofia melirik. Ketika itu Simon membuka kotak hadiahnya, memperlihatkan sepasang gelang bertuliskan nama Sania dan Sofia.
"Aku hanya minta kamu memakai ini dengan Sania. Tentu saja, nanti kalau Sania sudah bisa memakainya. Maksudku... jangan buang ini."
"..."
"Ini hanya sepasang, untukmu dan Sania saja. Aku tidak punya. Hanya untuk kamu dan putrimu saja." Kata Simon lagi. Gelangnya benar-benar khusus untuk dia dan anaknya saja.
"..."
"Tolong terima ini."
"... Letakkan di meja."
Simon tertegun. Kaget sendiri karena Sofia tidak menolah. "Kamu mau?"
"Ya. Taruh saja di meja. Aku sedang menyusui, tidak bisa memegangnya sekarang."
Tanpa basa-basi Simon mengangguk, meletakkannya di meja. Bibirnya tersenyum senang, bahagia karena Sofia setidaknya mau menerima hadiah istimewa yang ia berikan.
Sementara itu Sofia diam-diam juga tersenym, mengusap kepala Sania.
"Aku tidak akan pernah menolak hadiah darimu, Simon." Pikir Sofia diam-diam. "Kebaikanmu ini berguna untuk Sania. Kenapa harus ditolak? Justru aku senang menerima hadiah darimu."
Simon sangat senang. Karena setiap kali Sofia menerima hadiah dari Simon, dia akan berharap Sofia memaafkannya, atau Sofia sedikit luluh padanya. Padahal Sofia cuma memanfaatkannya. Cuma butuh dengan materi yang dia berikan untuk anaknya.
Berharap saja terus. Sampai dia matipun Sofia tidak sudi memberinya maaf. Dari awal Sofia tidak butuh dengan penyesalan Simon Kim Parker itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga yang Berseri
Random"Ceraikan aku, Simon! Aku ingin bahagia." 7 Tahun lamanya Sofia terjebak dalam pernikahan yang tak membahagiakannya, 7 tahun lamanya Simon Kim Parker tidak mempedulikannya. Pada hari sang ibu meninggal, Simon tidak memunculkan dirinya, bahkan sekeda...