Bab. 12

1.7K 86 0
                                    

Beberapa bulan kemudian. 

"Nia, Nia!" Panggil Sofia dengan suara gelisah. "Nia, Nia, cepat kemari, Nia!"

Tidak ada sahutan. Siapa yang menyahut di pukul 2 malam begini? Apalagi, Nia sebenarnya sedang jatuh sakit dan sudah absen bekerja dari kemarin. Tapi Sofia lupa. Sofia tidak terlalu ingat lantaran kondisinya membuat Sofia tidak bisa banyak memerhatinkan sekitaran. 

"Nia! Nia!" Sofia terus memanggil. Justru mengusik Simon dari sisi lain kamar tidur luas itu. "Nia!"

"Istriku, Nia sedang sakit." Simon bangun tergesa-gesa dari ranjangnya, menyibak tirai tempat tidur Sofia. Matanya mengerjap kantuk, tapi juga khawatir saat melihat perut buncit Sofia yang kini sudah memasuki usia kehamilan 9 bulan. "Ada apa?" Tanya Simon khawatir. "Perutmu keram lagi? Bayinya menendang lagi?"

Sofia adalah wanita yang kuar dan tangguh biasanya, tapi ternyata malah rewel saat hamil. Dan sering sekali mengeluh tidak nyaman. Terutama setelah perutnya jadi membesar. Kalau dia suah merasa sulit mencari posisi nyaman untuk perutnya, Sofia bisa menangis tanpa henti.

"Dadaku, sakit." rintih Sofia, tak peduli lagi kalau itu Simon yang dia benci. Di saat-saat seperti ini Sofia tidak peduli siapa yang menyentuh atau menjaganya. "Sulit bernapas."

"Posisimu mungkin tidak nyaman, istriku." Simon duduk di ranjang, mengatur posisi bantal sebelum mendorong Sofia pelan-pelan bersandar ke sana. Tangannya mengelus perut  Sofia, merasakan pergerakan yang sangat jelas dari dalam sana, mungkin salah satu penyebab Sofia jadi gelisah. 

"Sayangku, tenanglah di dalam." bisik Simon di perutnya. "Ibumu sedang tidak nyaman. Kasihan dia. Tenanglah sedikit yah? Tidurlah dulu."

Simon mengusap-usap perut besar itu, mengecupnya dan merasakan dia masih bergerak-gerak kecil. Simon mendongak, menemukan Sofia terpejam gelisah sambil berusaha megatur napasnya yang sesak. 

Tiap kali melihat Sofia begini, Simon tercubit. Ia dulu menghamili Sofia tanpa pernah tahu ternyata hamil bisa sesulit ini. 

"Kamu panas? AC-nya mau diturunkan lebih dingin lagi?" Tanya Simon seraya menyeka keringat di dahi Sofia. Tapi ia tak butuh jawaban, karen langsung menurunkan suhunya, agar Sofia tidak kepanasan. 

"Emmmm." Sofia bergumam tak nyaman karena tendangan kuat lagi. 

Simon yang tak tega kembali medekati perutnya. "Nak, putriku sayang, ayah temani tidur yah?" Simon menyibak pakaian Sofia untuk bertemu secara langsung dengan kulitnya. Mendekat, meletakkan wajahnya disana. "Tidurlah yah? Tidur yang tenang di dalam. Nanti kita bermain kalau kamu sudah keluar."

Simon terus mengusap-usap kulit perut Sofia, bicara pada perutnya yang sesekali terasa berguncang karena tendangan bayi. 

"Simon." gumam Sofia lemah. "Nyanyikan sesuatu. Biasanya dia tenang kalau kamu menyanyikan sesuatu."

Simon mengatup mulutnya. Ia tidak suka menyanyi, demi Tuhan. Rasanya aneh saja, tapi...

"Hush little baby, don't ypu cry, everything's gonna be alright. Sipping up that upper lip little lady, i told you, daddy's here to hold you through the night." Simon bersenandung lirih seraya menelus sayang perut besar itu. "And if you ask me, daddy's ginna buy yuo world. I'ma buy a diamond ring for you, I'ma sing for you. I'll do anything for ypu to see you smile."

Pergerakan di perut Sofia pelan-pelan tidak terasa lagi. Membuat Simon tersenyum. 

"Baby." Simon berbisik sekali lagi. "I love you." Simon mengecup perut Sofia sangat lama. "I love you."

Bayi di dalam sana membuat Simon mengerti bahwa seseorang yang sedingin dirinya bisa begitu mencintai sampai-sampai rasanya seluruh dunia pun tak masalah ia lawan sendiri.

Bunga yang BerseriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang