Bab. 25

2.1K 133 9
                                    

Beberapa bulan kemudian. 

Abraham Parker belakangan memperhatikan Simon dan Sofia. Mereka jadi lebih rukun. Tidak ada lagi laporan soal Simon yang kuran tidur, tidak ada juga laporan soal Sofia membuat ulah. Keluarga ini jadi lebih damai. Semuanya terlihat baik-baik saja. 

Dan sebenarnya memang tidak perlu ada masalah. Yang membuat semuanya bermasalah adalah bangsawan tidak bisa menerima orang biasa masuk ke lingkungan mereka. Bahkan orang kaya tidak mampu membeli gelar bangsawan dengan segunung uang mereka. Karena itulah selama ini Sofia selalu dipandang sebagai masalah. Tapi Abraham juga sudah lelah. Lelah rasanya mempermasalahkan soal status orang biasa dari menantunya. 

"O-pa!"

Karena nyatanya Sofia memberi sesuatu yang tidak biasa dalam hidup seorang Abraham Parker. 

"O-pa!" 

Pria tua itu tersenyum lembut menyambut kedatangan cucu pertamanya. Bayi usia 1 setengah tahun itu berjuang keras datang sampai dia bisa memeluk Abraham. 

"Pa!"

"Iya, nak. Ini opa." Abraham mengusap-usap kepalanya. Menatap sayang padanya yang begitu cantik seperti ibunya. "Kamu datang karena rindu opa? Dimana ayah dan bundamu?"

"Nyonya Sofia kelelahan setelah muntah-muntah, tuan. Jadi tuan muda menyuruh nona menemui anda."

Ya, Sofia menepati janjinya. Dia sekarang hamil lagi, dengan harapan di pertunya itu anak laki-laki.

"jadi Sania hari ini mau bermain dengan opan saja?" Abraham pelan-pelan berdiri, butuh bantuan tongkat untuk tegak. Tapi pria tua itu tetap mengulurkan tangan ke cucunya. "Ayo, jalan-jalan dengan opa."

Sania memegang tangan opanya dengan patuh. Anak kecil manis itu mengikuti langkah Abraham, sementara pelayan mengikuti mereka di belakang. 

***

Sofia sedang berjuang melawan mualnya. Kepalanya pusing bahkan saat tidak bergerak. Kehamilan kali ini terasa lebih berat daripada kehamilan sebelumnya. Padahal seharusnya Sofia sudah terbiasa. 

"Nia." Gumam Sofia lemah. "Sania bermain dengan opa-nya dimana?"

"Ayah membawa Sania main di taman. Nia pergi bersamanya." Simon yang menjawab. "Jangan khawatirkan Sania sekarang. Kamu istirahatlah yang tenang."

Simon mengulurkan tangan, mengusap-usap kening Sofia yang berkeringat dingin. 

"Kamu mau makan sesuatu, sayang? Mau aku kupaskan jeruk?"

"Tidak."

"Kamu pucat sekali."

"Hanya pusing," Sofia memijat pelipisnya pelan. tapi langsung digantikan oleh Simon. "Kamu tidak kerja?" Tanya Sofia lemah. 

"Aku bisa kerja disini. Aku khawatir padamu. Tiap kali hami, kamu jadi gampang sakit."

Sofia terpejam seraya berpikir, iya juga yah. Sofia kenapa selalu lembek tiap kali hamil? Padahal waktu dirinya dicambuk oleh Hellen, Sofia berdarah-darah tapi perasaannya tidak seperti dunia bakal kiamat. Tapi sekarang, tidak berdarah-darah pun rasanya seperti besok dunia akan kiamat dan nyawa Sofia mau tercabut.

"Ugh!" Sofia muali lagi. 

***

Bella berjongkok di depan kampusnya yang mulai kosong. Gadis itu menutup kepalanya dengan hoodie, meskipun hujan deras turun mengguyur tubuhnya yang kecil. Hujan membawa kenangan tidak menyenangkan dalam hidupnya beberapa bulan terakhir. 

"Katanya keluarga Koopman bangkrut, yah?"

"Haha, perbuatan Hellen Koopman pada istrinya Simon Kim Parker bocor ke publik. Saham mereka anjlok seketika."

Bunga yang BerseriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang