Bab. 15

1.8K 80 2
                                    

 1 tahun kemudian 

Apa punya anak membuat waktu sangat cepat berlalu? Simon merasa baru kemarin ia melihat Sania hanya diam dalam selimut, tidak bisa bergerak dan tdak mau tertawa. Rasanya baru kemarin. 

"Um! Um!" Sekarang anak itu sudah bisa merangkak naik ke kasurnya, memukul wajah Simon, menyuruhnya bangun. "Yah!"

"Iya, sayang, iya. Ayah bangun." Simon mengerjap susah payah, rasanya baru tidur sebentar tapi sudah diganggu. Meski begitu tangannya memeluk Sania, mengelus-elus kepala putrinya.

"Selamat pagi, bidadari ayah yang cantik sedunia." Simon mencium wajahnya berulang kali sampai Sania tertawa geli. "Bundamu sudah bangun? Hmmm? Sekarang jam berapa, sayang?"

Sebenarnya setiap malam, Sania tidur di pelukan Simon, tapi jika dia sudah tidur pulas Sofia akan minta anaknya di pindahkan ke sampaingnya. 

Tapi berbeda dari ibunya yang dingin dan ketus, Sania kecil suka Simon.

"Yah! Ung!" 

Sania menunjuk-nunjuk ke balkon, isyarat dia mau digendong kesana. Biasanya kalau malam hari dia tidak bisa tidur, Simon selalu menggendongnya di sekitar balkon, menyanyikan lagu tidur untuknya dan menepuk-nepuk punggungnya. 

Simon menggendong Sania sesuai keinginannya, meskipun sebenarnya ia ngantuk. 

"Da!" 

Simon menoleh, langsung tahu siapa yang Sania panggil begitu. Sofia tampak mendekat dengan gaun tidur memeluh tubuhnya. 

"Kamu bangun duluan lagi?" Tanya Sofia seraya mengambil Sania. "Kamu terlambat tidur kemarin, sayang. Ayo tidur lagi."

Sofia membawa anaknya pergi, tanpa sedikitpun mengajak Simon bicara. Dia memang tidak pernah bicara lagi. Bahkan kalau Simon bertanya, Sofia cuma diam saja, tidak sedikitpun mau menjawab. Seiring waktu sikpanya bukan semakin melunak justru semakin keras. 

"Da!" 

"Apa? Kamu mau bunda bernyanyi? Kalau begitu tidur yang tenang yah?"

Samar-samar Simon melihat Sania berbaring di pelukan Sofia, menyusu padanya sambil Sofia mulai menyanyi dengan suara merdu yang lembut. Dia seperti sangat menyukai dunianya. Dunianya yang hanya diisi oleh Sofia. Dunia ekslusif untuknya dan untuk anaknya, dimana Simon hanya boleh melihat dari jauh, tanpa sedikitpun boleh mendekat. 

***

"Nyonya, nona Sania sepertinya ingin ke ruang kerja tuan muda."

Sania dari tadi gelisah, menunjuk-nunjuk ke arah lorong menuju ruang kerja Simon. Sepertinya dia sudah bosan bermain dan sekarang mau mengganggu ayahnya. 

"Sania, kemari, nak. Sama bunda."

Sania berjuang keras untuk berjalan menuju Sofia. Anak itu memanjat naik ke pelukan Sofia, memeluk lehernya. 

"Sudah mau siang." Kata Sofia. "Kamu mau tidur yah? Mau tidur siang dengan bunda? Kita tidur siang sebentar, lalu makan."

Sania menunjuk-nunjuk lorong dan mengeluarkan rengekan khasnya. 

"Haruskah saya panggil tuang muda kemari, nyonya?" Tanya Nia.

"Tidak. Tidak usah." Sofia beranjak, terpaksa menuruti keinginan Sania daripada nanti dia menangis.

Sofia mendorong pintu ruangan Simon tanpa merasa harus mengetuknya. Membuat Simon di dalam langsung terkejtu. 

"Istriku?" Simon tersenyum melihat Sania. "Putriku sayang, rindu lagi dengan ayah, hmm?"

Sofia menyerahkan Sania pada Alex, agar Alex membawanya pada Simon sementara Sofia pergi duduk ke sofa.

"Kamu sudah makan, nak? Atau mau makan dengan ayah?" Tanya Simon seraya beranjak. Dia menoleh pada Sofia. "Sekarang sudah jam makan siang Sania kan? Dia boleh ikut makan denganku?"

Bunga yang BerseriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang