Bab. 13

1.7K 87 0
                                    

Sofia melahirkan dua hari lebih cepat dari jadwalnya. Dan sesuai kata dokter, sejak pembukaan pertama, Sofia sudah sangat takut. 

"Tidak apa-apa, sayang, tidak apa-apa." Simon meremas tangan Sofia yang terasa sangat dingin. "Jangan takut yah, tidak apa-apa. Aku disini."

Tiap kali Sofia terlalu sakit atau cemas dengan anaknya, dia tidak akan punya waktu mendorong Simon pergi. Sofia justru membalas meremas tangannya, karena dia sadar tidak ada orang lagi di dunia ini yang bisa diandalkan kecuali suami bajingannya. Sofia tidak bisa sendirian. Tidak mungkin bisa menghadapi ini sendirian. 

"Sakit." Rintih Sofia untuk kesekian kali. 

"Istriku, lihat." Simon menggoyang-goyangkan boneka kecil yang dijadikan sebagai pengalihan perhatian. Sofia biasanya jadi lebih tenang kalau melihat sesuatu yang berhubungan dengan anak merkea. "Aku memenuhi kamar bayi kita dengan banyak boneka." Kata Simon, membiarkan Sofia memeluk boneka kecil itu. "Lalu ini, baju-baju bayi kita. Lihat, ini lucu kan?"

Sofia tersenyum mendekap baju-baju kecil anaknya yang sudah ia pesan sendiri. Semuanya dibuat atas perintah Sofia. Desain bajunya pun Sofia yang buat, pemilihan kainnya pun ia yang bertanggung jawab. Semuanya demi anaknya. 

"Dia pasti menggemaskan kalau pakai ini." Bisik Simon menggoyang-goyangkan sepatu kecil di depan Sofia. "Lihat, ini kembar dengan bajumu kan? Pasti menggemaskan kalau kamu dan bayi kita kembaran."

Tapi rasa takutnya tidak hilang. Meskupun Simon sudah coba mengalihkan perhatiannya, ruangan pun diredupkan dan suara musik tenang dipasang, Sofia masih dikuasai rasa takut yang besar. Terlalu takut seiring rasa sakitnya datang. Sampai akhirnya dokter menyerah. Sofia tidak bisa melahirkan normal dalam kondisi seperti itu. 

"Kami butuh persetujuan anda, tuan muda."

Simon mengerjap cemas. "Memang ada pilihan lain? Kalau dia setakut itu, mau bagaimana lagi. Lakukan yang kalian bisa, asal istri dan anakku baik-baik saja."

Kini Simon sibuk di depan kamar bersalin yang dibuat dilantai satu, membiarkan para dokter melakukan operasi didalam. Ada rasa takut besar di diri Simon memikirkan Sofia. Entahlah. Ia berusaha untuk berpikir positif tapi membayangkan Sofia harus dibedah itu malah lebih menakutkan baginya daripada melahirkan normal. 

"Alex." Gumam Simon serak. 

"Ya, tuan muda?"

"Harusnya dulu beritahu aku kalai wanita hamil dan melahirkan akan begini." Simon menutup matanya dengan lengan, tak ingin memperlihatkan sedikit cairan yang keluar dari sana. "Aku memaksa dia menjalaninya tanpa memikirkan ada hal seperti ini."

Tapi bagaimana Alex akan menjelaskan? Istri Alex hamil sukarela, semangat dan bahagia menanti-nanti anak itu. Sementara Sofia? Dia sangat tidak mau sampai dia sering pingsan dan sesak napas. Meski pelan-pelan dia memang membaik, tapi dia masih pada Simon. Sekarang menjelang melahirkan, mungkin karena emosinya tidak pernah stabil berbulan-bulan sebelumnya, Sofia jadi terlalu takut. 

"Aku tidak pernah tahu akan begini." Gumam Simon lagi. "Aku mana tahu."

"Maaf, tuan muda, tapi menurut anda kalau saya menjelaskan ini semua SAAT ITU, anda akan berubah pikiran?" 

"... mungkin tidak."

Tidak karena saat itu Simon masih tidak merasaka apa-apa. Manusia memang begitu kan? Meskipun sudah diberitahu, kadang-kadang, dia baru mengerti saat sudah mengalaminya sendiri dan merasakannya sendiri. Kalau saat itu Alex panjang  lebar menjelaskan ini itu, Simon mungkin cuma bilang, "Cerewet. Ada banyak wanita melahirkan tapi mereka biasa-biasa saja. Berhenti memanjakannya!"

Simon memang begini. Kalau Abraham Parker terbaring mati di depannya pun mungkin Simon cuma menatap datar. 

"Tuan muda, anda sudah menentukan panggilan untuk noda muda?" Alex lebih baik mengalihkan perhatiannya.

Bunga yang BerseriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang