Aku yakin semua orang pasti pernah mengalami ini. Walau hanya satu kali seumur hidup. Jantung berdetak dengan cepat tapi seperti tidak ada darah yang bisa di pompa. Tubuhmu mendingin dan seperti ada lubang besar di dadamu. Menghisap menggigit. Membuatmu menggigil dengan rasa cemas bercampur takut.
Sekarang aku merasakan hal yang sama. Berkali-kali pandangan mataku kosong. Padahal aku tidak yakin aku sedang memikirkan apa. Otakku bekerja dalam mode auto pilot yang eror. Makanya daritadi aku terus menerus hampir menabrak mobil lain namun berhasil menyelamatkan diri di detik terakhir.
"Anjiiiiirrrr...." Linggar di sampingku, sudah hampir mengucapkan rentetan kalimat sumpah serapah sepuluh kali dalam setengah jam terakhir, berteriak, "Kamu kalau mau mampus jangan ngajak-ngajak!"
"Iya. Maaf. Maaf." Aku buru-buru meminggirkan mobilku. Memasuki wilayah rest area. Berusaha menyelamatkan diri dari nasib sial yang ku ciptakan sendiri.
"Kamu ngantuk Rona?"
"Sedikit."
Aku berbohong.
Kebohongan ku yang pertama.
Linggar menatapku dengan wajah sebel namun dua menit kemudian dia nyengir lagi. Dasarnya ia berpembawaan gembira, ia malah melihat kesempatan dari kesulitanku, "Ya udah kita sekalian cari cemilan."
"Oh." Aku menyalakan mesin mobilku lagi yang sudah sempat ku matikan di lahan parkir, "Kalau gitu aku pindah parkir ke dekat mini market ya." Ujar ku, kepalaku celinguk kanan kiri. Mencari minimarket di rest area.
"Ngapain bego? Cemilan yang ku maksud itu,-manusia Rona."
Aku berjengit. Tubuhku menegang. Aku cukup dekat dengan Linggar tapi tidak cukup dekat untuk mengakui kelemahanku, -aku tidak berburu seperti cara Linggar,-vampir normal berburu, "Aku nggak lapar." Aku menggeleng buru-buru.
Alis Linggar terangkat naik, "Kenapa harus nunggu lapar?"
Gantian aku yang ngangkat alis, ngerutin kening bingung, "Bukannya harus nya gitu?"
Mendadak, Linggar bergumam ohh... dengan nada sangat-sangat mencurigakan, terlihat dari matanya yang langsung antara memincing curiga, menahan tawa, kasihan sekaligus heran, "Jangan-jangan kamu sudah terlanjur attach dengan siapa itu? Emir? Sampai nggak mau minum darah yang lain?"
Aku menelan ludah. Aku memang tidak menjawab sayangnya ekspresi wajahku sudah cukup untuk Linggar menyimpulkan, "Dan kamu bener-bener nggak masalah Rona?! Apa keluargamu tau? Seharusnya mereka sekarang bakal tau... Cepat atau lambat. Baumu, terlalu kelihatan...Nanti kita bakal nginap di rumahmu kan? Yakin? Orangtuamu nggak masalah dengan baumu?"
"Orangtuaku tau aku cuma minum darah Emir." Jawabku, ini bukan rahasia karena bahkan Emir pun tau kalau orangtuaku secara esensi; sedikit tau, "Orangtuaku takut tapi selama Emir nggak mati dan aku selalu hati-hati, orangtuaku nggak begitu... Peduli."
"Kalau temen-temen vampirmu?"
"Aku nggak punya temen vampir selain kamu Linggar."
"Vampir aneh."
"Kalau adikku mungkin tau, tapi nggak peduli juga."
"Keluarga vampir yang aneh."
Begini saja di bilang aneh, apalagi kalau sampai Linggar tau sejarah bagaimana orangtua ku akhirnya memilih untuk bodoh amat daripada aku harus kembali ke masa lalu, minum darah donor kadaluwarsa dan seaneh apa aku di mata Linggar kalau sampai dia juga sampai tau aku nggak bisa menghapus ingatan manusia.
"Terus kalau kakakmu?" Linggar menyipitkan mata, salah satu alasan kenapa Linggar semangat untuk ikut aku pulang kampung untuk bertemu keluargaku adalah karena ia tau, aku punya kakak laki-laki vampir,-keturunan murni.
Aku mengangkat bahu, "Dulu kak Dante sibuk pendidikan spesialis, aku jarang ketemu. Terus semenjak kakakku sudah jadi dokter spesialis, kakakku lebih sering tinggal di rumahnya sendiri. Jadi aku makin hampir nggak pernah ketemu kakakku."
"Terus hikmah dari aku kerumahmu apa kalau nggak ketemu kak Dante?!"
"Ya..." Aku berusaha nyengir disaat wajah Linggar mulai meradang, "Aku kan dariawal nggak janji."
Mulut Linggar ternganga sesaat sebelum akhirnya ia menghela nafas berat, dongkol, "Anjirlah, ya udah gimana lagi. Anggap aja sekarang wisata kuliner."
Kini gantian aku yang dongkol, bahuku yang tadinya sedikit rileks berubah tegang lagi, "Kamu benar-benar yakin mau ngajak aku berburu?"
"Iyalah. Mau ngapain lagi kita disini?"
"Aku nonton aja ya. Aku bener-bener kenyang."
"Rona, nggak perluh harus nunggu haus untuk minum darah. Sayang. Nikmati hidupmu. Hidup cuma sekali. Toh mau seberapa banyak atau sedikit darah yang kita minum, makhluk terkutuk kayak kita pada akhirnya pasti jadi kerak neraka juga......."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perona
FantasyIf i tell you that I love you Can I keep you forever ? This story dedicated for people who likes sweet, simple, innocent love story enjoy