BAB 25

85 18 13
                                    

"Pergi! Pergilah!" Paman Sung menggebah Taehyung. "Jangan pernah lagi injak halaman rumahku!"

"Yeobo!"

"Appa!"

"Dong-il ah!"

Bibi Ok-suk, Yoojung, dan Nenek Park sama-sama berseru. Mereka bertiga merasa sangat jengkel melihat kekerasan hati Sung Dong-il terhadap Taehyung.

"Kalian tidak suka dengan keputusanku?" Paman Sung membeliak. "Kalian lebih memilih pembunuh Jinwoo daripada aku?" Ia menunjuk dadanya dengan geram.

"Yoojung Appa, hati yang mengeras tidak akan mengubah apa-apa." Bibi Sung mendecah prihatin, "kau hanya menyulitkan dirimu sendiri."

Paman Sung melotot pada isterinya. "Apa kau lupa kenapa anak laki-laki kita meninggal dunia? Apa kau lebih memilih orang asing ini daripada anak kandungmu sendiri?"

"Jinwoo meninggal karena kecelakaan-----"

"-----Bukan! Jinwoo kita meninggal bukan karena kecelakaan, melainkan tewas ditabrak oleh bajingan itu!" Ia menuding ke arah Taehyung yang sejak tadi masih berdiri di muka pagar.

"Jika kau belum bisa mengikhlaskan Jinwoo, bagaimana putera kita dapat beristirahat dengan tenang di alam sana?" Bibi Sung memegangi tangan suaminya. "Ikhlaskan Jinwoo. Dia sudah tiada. Buang semua amarah dan sakit hatimu. Tidakkah sudah cukup usaha Taehyung untuk menebus kesalahannya selama ini? Apa lagi yang kau inginkan?"

Dong-il mendengus marah, "kau lebih senang membela laki-laki yang telah----"

"-----Sudahlah, Dong-il." Nenek Park tertatih-tatih mendekati anak laki-lakinya. "Eomma tidak membesarkanmu untuk menjadi seorang pendendam seperti ini. Sudah, biarkan Taehyung dan Yoona menikah. Mereka berdua saling mencintai."

Mendengar kalimat terakhir ibunya, dada Sung Dong-il naik-turun menahan gejolak amarah yang meronta-ronta. "Aku belum mampu merelakan Jinwoo. Aku tidak bisa menerima bahwa calon isteri yang seharusnya dinikahi oleh puteraku malah berpaling dan jatuh ke pelukan laki-laki yang telah membunuhnya." Dong-il menelan ludah. "Mungkin kalian semua memang mudah untuk diperdayai dan dibujuk, tapi aku tidak. Seorang ayah tidak akan pernah melupakan bagaimana anaknya meninggal dunia." Ia menghentakkan tangannya yang tengah dipegangi oleh isterinya.

Sung Dong-il melangkah kasar meninggalkan pekarangan rumahnya.

"Paman! Paman!" Taehyung refleks memutar tubuhnya dan menyusul Dong-il. "Jangan pergi. Biar aku saja." Cegahnya sebelum pria paruh baya itu berada jauh. "Aku tidak akan datang ke rumah Paman lagi."

"Lepaskan aku!" Sentak Dong-il padahal saat itu tangan Taehyung sama sekali tidak menyentuhnya. Ia menatap pemuda di depannya dengan penuh kemarahan dan rasa benci. Setelah beberapa detik memperlihatkan emosinya, Dong-il mendorong Taehyung dan berlalu menembus keheningan malam.

_______________________________________


Ketika lewat tengah malam Paman Sung belum juga kembali ke rumah, Taehyung dan yang lainnya mulai merasa cemas.

"Tidak biasanya ayahnya Yoojung berkeliaran di luar rumah sampai jam segini." Ok-suk menoleh jam dinding. "Di manakah dia sekarang?"

"Aku sudah menelepon Soobin, dia bilang Appa tidak bertamu ke rumahnya." Yoojung menutup ponselnya dan duduk di atas lantai----di samping Taehyung.

"Pak Jung juga tidak melihat Paman Sung." Taehyung mengangkat kepalanya dari layar ponselnya.

"Aih, kenapa suamiku begitu keras kepala!" Rasa cemas yang menyelimuti Bibi Sung berubah menjadi rasa kesal.

"Ok-suk ah, biarkan saja suamimu itu." Nenek Park memegangi bahu menantunya. "Sejak kecil tabiatnya memang keras. Jika ada hal yang tidak dia setujui, dia akan marah. Tapi kemarahannya takkan berlangsung lama."

LOVE THAT DOESN'T HAVE A NAME [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang