###Suara riang tawa anak-anak memenuhi taman belakang rumah Gika. Matahari bersinar lembut, menerangi halaman rumput yang hijau, namun tidak ada yang lebih bersinar daripada suasana hati Gika dan Nathan. Setelah semalam yang penuh dengan percakapan mendalam, pagi ini semuanya terasa lebih cerah—baik di langit maupun di dalam diri mereka. Masalah yang sempat membebani keduanya kini memudar, digantikan oleh tawa dan canda yang mengalir tanpa hambatan.
Gika berdiri di samping Nathan, sesekali ikut bersorak ketika Kelvin, keponakannya yang berusia empat tahun, berlari penuh semangat dengan bola di kaki kecilnya. Mereka baru saja menyelesaikan "pertandingan" kecil-kecilan, dan sekarang Nathan berdiri di depan gawang mini, pura-pura bersiap-siap menghadapi tendangan Kelvin. Tentu saja, semuanya hanya permainan. Nathan sengaja memberi ruang, membiarkan Kelvin menembakkan bola dengan tendangan yang tampak sangat kuat untuk ukuran anak kecil.
"Yeay! Goal!" Kelvin berseru penuh kemenangan, berlari mengelilingi taman dengan tangan terangkat tinggi, bangga dengan kemenangannya. Nathan tertawa kecil, berpura-pura tak bisa menahan bola yang meluncur ke arahnya.
Setelah Kelvin berhasil mencetak "gol" lagi, Nathan menjatuhkan dirinya ke rumput dengan dramatis sambil tertawa. Gika menggelengkan kepala sambil tersenyum, melihat betapa Nathan benar-benar masuk ke dalam permainan.
"Kamu drama banget sih," ucap Gika dengan nada menggoda, menyunggingkan senyum.
Nathan duduk dan menyandarkan punggungnya ke tiang gawang kecil. "Ya gimana, masa aku harus menang lawan anak empat tahun?" Nathan menyengir, masih pura-pura ngos-ngosan. "Kalau aku serius, nanti Kelvin sedih."
Tiba-tiba, Nathan teriak dengan suara penuh semangat, "Kelvin, ayo main lagi, yang kalah cium Onty Gi, ya!"
"Ayo, siapa takut!" seru Kelvin dengan penuh semangat, langsung berlari ke gawang sambil menggenggam bola kecil.
Gika mendelik, memberi Nathan tatapan tajam. "Jangan bawa-bawa aku deh!" Tapi senyumnya tak bisa disembunyikan. Nathan hanya terkekeh, tahu persis bahwa Gika tidak sepenuhnya keberatan.
Pertandingan pun dimulai kembali, kali ini dengan lebih banyak tawa dan usaha sengaja dari Nathan dan Kelvin untuk ‘gagal’. Nathan yang biasa sigap menangkap bola, sengaja meleset dan pura-pura jatuh, sementara Kelvin menendang dengan semangat namun tetap berusaha keras agar bola tak masuk gawang.
Gika menonton dari samping, geleng-geleng kepala, tawa ringan tak terhenti dari bibirnya. Kedua "pemain" itu saling bertukar pandang penuh arti, jelas-jelas sepakat untuk menjadikan ciuman sebagai ‘hadiah utama’.
Setelah beberapa menit penuh tawa, Kelvin tiba-tiba berlari ke arah Gika dengan senyum lebar, lalu dengan penuh semangat mencium pipi kanan Gika. Nathan, yang tak mau ketinggalan, menyusul dan mencium pipi kirinya.
“Eh, eh, apa-apaan nih!” protes Gika sambil tertawa, mendorong Nathan pelan.
“Ya kan aku kalah!” jawab Nathan sambil mengedipkan mata.
Kelvin tertawa kecil, puas dengan aksinya, sementara Gika memutar bola matanya. Namun, senyuman lembut di wajahnya tidak bisa disembunyikan. Di momen itu, semuanya terasa hangat dan nyaman. Rasa cinta, kasih sayang, dan kebahagiaan memenuhi udara di sekeliling mereka.
Setelah sesi ciuman konyol itu, Mba Tere, mamanya Kelvin, datang menghampiri dengan senyum ramah. "Kelvin, ayo mandi! Kamu sudah keringetan banget," katanya sambil membimbing Kelvin ke arah rumah.
Kelvin berlari ceria mengikuti ibunya, meninggalkan Nathan dan Gika di gazebo.
"Om Nathan nanti main lagi, ya!" teriak Kelvin sebelum menghilang di balik pintu rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner [Nathan Tjoe A On]
FanfictionNathan Tjoe A On, pria yang saat ini sudah menginjak usia 32. Status lajang masih tersemat untuknya. Hatinya belum bisa menerima perempuan lain selain sahabatnya, Kanindya Hanum Mega. Namun apa boleh buat? Mereka tidak bisa bersama karena cinta mere...